[19] BARA SALAH TINGKAH

772 52 1
                                    

Hari Senin kembali menyapa, terlihat Aura berjalan menyusuri rak, mencari Kamus Inggris-Indonesia di jam pelajaran keempat. Bu Eni tidak masuk hari ini, tetapi tetap memberikan tugas agar tak berkeliaran di jam pelajaran.

Aura berhenti melangkah, mendongak, menatap susunan kamus di hadapannya. Lagi-lagi letak kamusnya berada jauh dari jangkauannya--mengingatkan Delon yang menjahilinya di perpustakaan beberapa minggu yang lalu. Wajah Aura sontak muram, matanya memancarkan kerinduan yang tertahan.

"Mengapa bayangan kamu justru muncul, Delon?" ucapnya entah pada siapa. Aura berjinjit berusaha meraih kamus, wajahnya sudah sangat mendongak, tapi tangannya kurang terulur panjang.

"Kok, susah, sih?" gerutu Aura sembari berjinjit lebih tinggi. Tangannya lebih terulur panjang, berusaha meraih kamus yang berada di rak tertinggi. Aish, lehernya sudah sangat pegal karena terlalu lama mendongak. Senyum tipis terukir tatkala jemari tangannya berhasil meraih ujung kamus bagian atas, ia berjinjit lebih tinggi.

Tepat saat kamus tersebut berhasil diraihnya, keseimbangan tubuhnya hilang. Aura segera memejamkan mata sembari memeluk kamusnya erat. Sudah dipastikan tubuhnya akan ambruk mencium lantai bersamaan dengan rak di belakangnya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Aura tidak merasakan apa pun pada tubuhnya, tak ada rasa sakit yang menyergapnya. Aura mengernyit bingung, dengan segera membuka matanya secara perlahan. Pemandangan pertama yang ia lihat masih tetaplah deretan buku dan kamus, lantas Aura mengalihkan atensinya pada pinggangnya yang terasa berat.

Aura mengerjap polos saat menyadari sepasang lengan kekar yang menahannya agar tidak jatuh mencium lantai. Aura memalingkan wajahnya ke belakang--sontak berhadapan dengan wajah datar milik seorang cowok.

Aura dengan segera memundurkan tubuhnya secara kasar saat menyadari posisinya begitu intim. Aura mendadak salah tingkah, wajahnya memerah menahan malu.

"T-terima kasih," ujar Aura tanpa menoleh. Ia memeluk kamusnya, dengan cepat berlari menuju meja pustakawan. Aduh! Malu sekali rasanya. Sedangkan cowok yang menolongnya tadi hanya mampu tersenyum tipis menatapi gelagat aneh dari gadis itu.

***

Aura memanyunkan bibir, menatap rak sepatu di hadapannya. Ia mengerahkan pandangannya ke seluruh bagian rak, tapi tetap saja hanya menemukan sebelah sepatunya saja. Di mana yang sebelah lagi?

Aura meraih sebelah sepatunya dengan wajah tertekuk lesu. "Sepatu Aura yang sebelah di mana, ya?" tanyanya entah pada siapa. Aura menunduk, mengecek bawah rak, tapi tetap saja tidak ada.

"Cari apa?" Aura segera menegakan tubuhnya kembali saat pertanyaan itu dilontarkan untuknya. Aura mengangkat sebelah sepatunya dengan tinggi, menatap cowok yang beberapa menit lalu menolongnya.

"Cari sepatu, Kak. Tadi Aura letakin di rak tengah, tapi waktu keluar perpustakaan cuma sebelah aja." Bara mendekat, meneliti seluruh sepatu yang terpajang apik di rak. Bara mengernyit, tak menemukan pasangan sepatu milik Aura.

Beberapa meter dari tempat Aura dan Bara berpijak, terlihat Delon yang yang baru saja keluar dari koperasi sekolah, memasukkan bolpoint yang baru saja dibelinya ke dalam saku celana. Wajahnya masih tetap menampilkan raut datar tanpa ekspresi membuat beberapa siswi yang berpapasan dengannya urung untuk menyapa.

[✅] WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang