[12] SI PENGUNTIT

943 75 15
                                    

Aura mendorong pintu cafè membuat lonceng yang terletak di atas pintu nyaring berdering. Aroma cappucino sontak menyeruak menyerbu penciumannya. Satu-dua pengunjung terlihat duduk santai di kursinya. Aura segera mengedarkan pandangannya lalu dengan cepat menuju meja nomor 12 di mana seorang gadis melambaikan tangannya.

Aura meletakan ranselnya di kepala kursi, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Mau bicara apa, Nes?" tanya Aura to the point.

"Mau pesan apa, Mba?" Seorang pelayan lebih dulu mendatangi meja mereka membuat Vanesa yang ingin berucap mengurungkan niatnya.

"Ice tea-nya satu dan ...." Vanesa menatap Aura. "Lo pesan apa, Ra?" lanjutnya kemudian. Aura memilin bibirnya, nampak berpikir.

"Uhm ... strawberry milkshake satu." Si pelayan mengangguk, mencatat pesanan.

"Ice tea dan strawberry milkshake satu. Oke. Ditunggu ya, Mba?" Setelah pelayan itu benar-benar pergi, Vanesa menghela napas, membenarkan posisi duduk lantas menatap Aura intens.

"Lo suka sama Delon?" Aura mengernyit, sedetik kemudian tersenyum, menggelengkan kepalanya.

"Aura nggak suka sama Delon, tetapi Aura sayang sama Delon. Walau menurut Aura, Delon itu menyebalkan, suka mengatur, tetapi Aura tahu Delon melakukan semua itu karena sayang sama Aura juga, kan?" Aura tersenyum tipis. "Sebagai sahabat. Nggak lebih."

Vanesa memaksakan senyum, walau di dalam hatinya teriris. Benar-benar teriris. Terasa sesak. Semesta mungkin tidak berpihak padanya, semesta lebih memilih Delon untuk Aura. Terasa sangat menyakitkan, ketika sahabat yang kita suka, ternyata lebih memilih mencintai orang lain. Bertepuk sebelah tangan. Dan tidak terbalaskan.

Dan apa yang Aura bilang tadi? Delon menyayanginya sebagai sahabat? Apakah Aura tidak sadar? Bahwa semua sikap Delon yang ditujukan padanya adalah sepercik cinta?

Vanesa ingin lebih banyak bertanya. Menemukan fakta kenapa Delon menyukai gadis seperti Aura? Bukankah dirinya sebanding dengan Aura? Cantik. Rambut panjang. Kulit putih. Apakah semua itu tak cukup untuk membuat Delon berpaling untuknya?

"Lo tahu hal yang di--" Vanesa seketika menghentikan ucapannya, mendapati pelayan yang meletakan pesanan. Pelayan itu melenggang pergi setelah memberikan seulas senyum.

Vanesa kembali menatap Aura.

"Lo tahu makanan kesukaan Delon?"

***

Aura mencebikan bibirnya kesal, kalimat Delon sebelum dirinya latihan basket di lapangan terngiang sangat jelas. "Jangan mampir ke mana pun setelah pulang sekolah tanpa gue."

Aura yang nakal tentu saja tak mendengarkan, kali ini dia justru mampir ke minimarket untuk membeli beberapa camilan.

Setelah menemui Vanesa di cafè, tak sengaja dirinya melihat minimarket di seberang jalan. Dan tanpa pikir panjang, Aura langsung saja melangkahkan kakinya.

Aura menggumamkan lagu ketika tengah menyusuri jalanan menuju halte terdekat. Sesekali dia menggoyangkan keresek belanjaannya membuat rambutnya juga bergerak tak tentu arah.

Aura menghentikan langkahnya ketika merasa dirinya tengah diikuti seseorang. Aura sontak berbalik, netra hitamnya bergerak awas, mengerahkan pandangannya ke sekeliling. Hening. Hanya ada suara gemerisik dedaunan yang diterpa angin.

Aura menelan salivanya kasar, keringat dingin mulai menjalari tubuhnya. Aura kembali melangkahkan kakinya, kali ini berjalan lebih cepat. Sesekali dia menengok ke belakang, tapi tetap saja tidak ada siapa pun. Aura mulai was-was, rasa takut menghantuinya.

HMPH!!!

Aura tersentak, sebuah tangan kekar membekap mulutnya dan menariknya ke balik tembok yang cukup tinggi. Aura berusaha melepaskan diri, tetapi lelaki di balik tubuhnya tak membiarkannya pergi.

Aura berusaha memberontak, matanya sudah memanas ingin menangis.

"Lo gapapa?" Tangan kekar yang membekap mulutnya melonggar, membuat Aura bisa bernapas sedikit lega.

"SIAPA KAMU YANG BER--"

"Ssst!!!" Aura mengerjapkan matanya, membisu ketika jari telunjuk lelaki itu menempel di bibirnya. Aura menatap lelaki berpostur tegap di hadapannya, baru sadar bahwa lelaki itu adalah Bara.

Bara mengembuskan napasnya lega ketika dua orang berpakaian serba hitam yang menguntit Aura sedari tadi sudah menjauh dari tempat persembunyiannya. Bara mengalihkan perhatiannya pada Aura, buru-buru menurunkan jarinya telunjuknya.

"Nggak kerasukan, kan?" Bara mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Aura, bermaksud menyadarkan gadis itu yang terdiam.

"Hah?" tanya Aura kebingungan.
Bara tersenyum tipis bahkan Aura tak menyadari bahwa lelaki di hadapannya sedang tersenyum.

"Dari mana? Kenapa justru melewati jalanan sepi di sini?"

"Oh, ini Aura habis mampir ke minimarket." Aura mengangkat keresek belanjaannya, menampilkan beberapa camilan dan susu kotak yang dibelinya.

"Dasar tukang nyemil," ujar Bara lirih.

"Hah? Kamu bilang apa, Kak?" Aura mengernyit, menatap Bara yang lebih tinggi darinya.

"Bukan apa-apa."

"Beneran? Perasaan tadi Aura dengar kamu bilang sesuatu deh, Kak." Aura melirik Bara, masih tidak percaya.

"Delon di mana?" tanya Bara mengalihkan topik.

"Oh, latihan basket," balasnya enteng.

"Ya, udah. Gue antar lo pulang."

"Ish! Nggak perlu. Aura bisa pulang naik bus." Aura baru saja berjalan tiga langkah ketika suara berat Bara menghentikannya.

"Yakin? Padahal tadi ada dua orang yang menguntit lo. Kalau mau pulang, ya, udah silakan. Gue nggak akan tanggung jawab kalau mereka kembali lagi dan menculik lo atau mungkin menjadikan lo sebagai bahan percobaan seorang phsycopat. Lalu mereka mengoyak tubuh lo dengan pis--"

"Stop it! Iya, Aura pulang sama kamu. Puas?!" Aura memanyun sebal. Dasar! Bara sama saja seperti Delon yang menyebalkan.

"Oke. Gue hitung sampai tiga, kalau lo nggak melangkah juga, gue pastikan mereka akan kembali."

"Satu."

"Dua."

"Ti--"

Aura dengan cepat melangkah, menarik tangan Bara dengan kasar. Bara kembali mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk sebuah senyum tipis.

Hanya karena tingkah Aura yang menggemaskan mampu membuat si mantan playboy itu tersenyum?

***

Bagaimana perasaanmu saat di posisi Vanesa? Sesak? Perih? Atau bahagia?

Teruntuk kalian yang lagi PTS, semangat, ya. Ganbatte!

Jangan jadi siders, ya. Kalau bisa komen walau hanya beberapa kata. Itu bakalan buat aku bahagia banget😭❤

Cielah, malah curhat aku, nih😭

TBC: Rabu, 23 Sep 2020

[✅] WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang