"Aura merindukan seseorang yang menyebalkan. Aura rindu cara bicaranya dengan wajah tanpa dosa hingga Aura ingin sekali mencubitnya atau bahkan mendorongnya ke dalam jurang terdalam. Namun, percaya atau tidak, tingkah menyebalkannya itu membuat Aura jatuh sejatuh-jatuhnya."
"Vany!"
Vany yang tengah berjalan untuk menuju kelas sontak berhenti. Dirinya berbalik menatap gadis yang tengah berlari-lari kecil sembari memamerkan deretan giginya.
"Kenapa? Tumben mukanya nggak kusut?" Aura yang baru saja berhenti tepat di hadapan Vany langsung disuguhi pertanyaan tanpa membiarkan dirinya menetralkan deru napasnya sejenak. Vany semakin mengeratkan tali ranselnya, kedua alisnya naik meminta jawaban.
"Van, kamu tahu nggak?"
Vany sontak menggeleng.
"Kemarin Aura dapat cokelat dari Delon!" Aura sontak menutup mulut dengan kedua tangannya, tanpa sadar dirinya telah mengalihkan beberapa siswa yang berlalu-lalang karena teriakannya.
Aura jadi malu sendiri, cengengesan sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Terus?"
"Terus Aura, tuh, seneng banget, Van. Aura adalah orang yang paling merindukan Delon si Menyebalkan itu."
Entah karena antusiasnya, Aura berceloteh panjang lebar sembari berjalan mundur. Tidak menghiraukan bisik-bisik siswa yang mengatainya aneh dan gila. Kedua tangan Aura justru dilayangkan mengikuti ucapannya.
"Kamu tahu juga nggak, Van?"
Vany kembali menggeleng.
"Aura yakin banget kalau Delon akan berubah lagi seperti dulu."
"Kenapa seyakin itu?" Aura menghentikan langkahnya, menatap Vany. Aura sedikit mendongak ke atas, mengetukan jari telunjuknya di bibir.
"Uhm ... karena Delon sahabat kita." Aura sontak tertawa padahal tidak ada yang lucu. Vany hanya menggelengkan kepala heran, tetapi ikut tertawa juga.
"Eh, Ra! Awas!" Aura terus berjalan mundur tanpa menyadari ada anak tangga di belakangnya. Aura mungkin akan jatuh ke lantai jika seorang lelaki di belakangnya tidak sigap menangkapnya.
"Gapapa?" Aura membisu, tersenyum setelah mencubit lengan lelaki tersebut dengan nakal.
"Gapapa, Bare Bears!" Sang lelaki mendengkus, ikut melayangkan cubitan pada Aura yang tertawa mengejek. Hei, namanya sudah bagus. Aura dengan seenaknya mengubahnya. Dasar!
"Kak Bara, ada lebah, tuh!"
***
Aura mengeratkan ranselnya sembari berdesak-desakan dengan siswa lainnya untuk menuju gerbang. Tetapi apalah daya, tubuh Aura yang kecil seringkali tertubruk dan membuatnya mundur beberapa langkah.
Aura memanyun sebal. Membayangkan dirinya yang gemuk dan akan menabrak siswa yang berkali-kali membuatnya mundur ke belakang. Tetapi dipikir-pikir lagi, apakah Delon mau menggendong Aura yang gemuk?
Aura berdecak, menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Lebih baik menjadi Aura yang apa adanya. Aldi yang tengah mendrible bolanya di lapangan basket sesekali menatap Aura yang berusaha membelah kerumunan.
"Aura?!" Aura kembali terdorong dua langkah ke belakang. Aish! Aura menghela napasnya, siapa yang memanggilnya barusan?
"Hei! Gue di sini!" Aura berdecak sebal. Kepalanya terus menengok kanan-kiri, tetapi tak kunjung menemukan si pemanggil nama. Di sini di mana? Aura bahkan tak dapat melihat dengan jelas karena tertutup punggung tegap lelaki di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✅] WITH YOU
Teen Fiction[NEW VERSION || COMPLETED] [SCHOOL | FRIENDZONE] Rate: (13+) Kepada kamu. Seseorang yang berhasil membuatku jatuh terlalu dalam. Menyisakan ruang sesak yang perlahan menggerogoti jiwa dan raga. Bagaimana aku sebodoh itu? Mencintaimu yang justru sika...