Epilog

1.6K 51 44
                                        

Lagu yang di atas bisa diputar.
Seanggun Warna Senja Menyapa - Cover by Tereza Fahlevi.

Akan ada beberapa adegan flashback, ya, di chapter ini. Jangan bingung-bingung👀

***

"Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan."

***

"Ish! Delon kembaliin pulpennya! Aura mau ngerjain tugas!" Aura dengan langkah tergesa-gesa keluar dari kelas, sesekali mengucap maaf tatkala menabrak beberapa temannya yang sedang berlalu-lalang di sekitar kelas.

Delon tertawa puas, terus lari membawa pulpen milik Aura satu-satunya yang ia ambil secara jahil. Aura yang baru bergelut dari mimpinya langsung berubah seperti macan buas.

"Ish, Delon. Aura capek!" Aura menyerah, menghentikan langkah dengan napas yang memburu. Jelas sekali kalau gadis itu jarang berolahraga. Baru selesai beberapa menit saja, dadanya merasakan sesak.

Delon akhirnya ikut berhenti, berbalik, kemudian menghampiri Aura yang terpaut lima langkah dengannya.

"Gitu aja capek." Tangannya terangkat untuk menyeka keringat yang mulai membanjiri pelipis Aura. Aura mendongak, menatap Delon sebal.

"Sini pulpennya!" Aura meminta dengan nada ketus yang sontak mendapat seringai kecil di sudut bibir cowok itu. Delon ... menggelengkan kepalanya.

"Ish, sini!" Delon tersenyum mengejek, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menghalau Aura untuk menggapainya. Cowok itu justru membiarkan Aura melompat-lompat dengan wajah masam. Bolehkah Delon mencubit pipi tirus itu sejenak?

"Ish, Aura mau ngambek aja!" Aura berhenti melompat, melipat bibir, dan menatap sinis pada cowok menyebalkan yang diam-diam sudah mencuri hatinya tanpa permisi.

"Nih, pulpennya!" Delon menusuk pipi Aura gemas dengan pulpen yang dipegangnya. Aura dengan sigap langsung mengambil pulpennya dengan kasar lantas memasukkannya ke saku. Takut-takut Delon akan merebutnya kembali.

"Makanya kalau tinggi, tuh, ke atas bukan ke samping." Delon mengacak rambut Aura, tersenyum tipis. Perlakuan kecil itu sontak membuat beberapa siswi yang berlalu-lalang di sekitarnya memekik iri. Kapan coba mereka akan diperlakukan manis seperti itu oleh si tampan?

"Aura tingginya ke atas, kok. Kalau ke samping berarti Aura gemuk, padahal 'kan Aura kurus." Jawaban yang kelewat polos itu sontak membuat Delon tertawa.

"Dasar!"

"Dasar apa? Ngangenin, 'kan?" Aura memiringkan tubuhnya, menatap Delon dengan nada sedikit menggoda.

"Hmm." Delon terlalu gengsi  untuk mengiyakannya, ia justru melangkahkan kakinya menuju kantin.

"Ish, jangan tinggalin Aura!" Aura berlari-lari kecil menyamai langkah Delon yang panjang, kemudian tangannya meraih jemari tangan Delon dan menggenggamnya dengan erat agar tak meninggalkannya pergi. Seperti dahulu.

Bersandar pada tembok kelas XI IPA 2, Bara dan Vany menatapnya dengan tersenyum. Menyaksikan dua sejoli yang kembali akur tanpa status pacaran. Masih menjadi teman seperti biasa. Bedanya, masing-masing dari mereka sudah menyadari perasaannya.

Bagi Bara, Aura akan tetap menjadi gadis berkepang duanya yang akan selalu dia rindukan. Aura akan tetap menjadi gadis polos yang selalu membuatnya gemas akan segala tingkah lakunya. Bara sadar diri, bahwa posisinya saat ini lebih pantas untuk dijadikan sebagai kakak yang akan selalu melindungi adiknya, dibandingkan dengan status sebagai seorang kekasih.

[✅] WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang