"Sudah kukatakan pada kalian kalau aku ini sehat-sehat saja, tidak sakit! Kalian itu buta, tuli, atau bagaimana sih?!" suara marah seorang gadis –bukan, seorang wanita dari kamar rawat VIP bernomor 103. Sebuah papan berisi identitas umum pasien terletak di ujung tempat tidurnya menginformasikan nama pasien tersebut adalah Kim Jisoo.
Jendelanya terbuka di siang hari seperti biasa. Kamarnya yang terletak di lantai 1 itu membuat pemandangan luar berupa taman rumah sakit yang ditanami berbagai jenis bunga itu dapat dinikmatinya secara langsung. Namun, saat ini dia tidak melakukan hal itu melainkan perang dingin dengan kedua perawat yang dari tadi adu mulut dengannya.
Kedua perawat itu berusaha masuk untuk menjalankan tugasnya namun sayangnya mereka tidak dapat masuk karena pintu kamar sudah dihalangi oleh lemari yang entah bagaimana caranya dipindahkan oleh Jisoo dengan badan semungil itu.
Perawat pertama membuka mulutnya lagi untuk membujuk Jisoo. "Tolonglah nyonya-"
"Aku masih SMA!" potong Jisoo ketus.
"Tolonglah nona," ralat perawat itu. "Biarkan kami masuk dan mengecek keadaanmu. Dokter Park akan datang sebentar lagi," mohonnya.
Kedua perawat itu berada dalam kondisi dilema. Kegaduhan yang terjadi di depan kamar VIP itu apabila terus berlangsung maka mereka akan dimarahi oleh kepala dokter. Sedangkan bila mereka menuruti perintah Jisoo untuk tidak masuk ke kamar, maka mereka juga akan dimarahi. Intinya situasi ini bagaikan makan buah simalakama.
"Ada apa ini?" Suara bass dokter menyela keributan yang terjadi. Kedua perawat itu menundukkan kepala hormat yang dibalas dengan anggukan oleh dokter tersebut.
"Emm..., begini Dokter Kim," kata perawat kedua dengan ragu. "Pasien tidak mau membukakan pintunya kepada kami sehingga kami tidak dapat masuk dan melaksanakan tugas kami. Kami sudah berusaha membujuknya namun dia tetap keras kepala," lanjutnya.
Dokter yang dipanggil Dokter Kim itu menganggukkan kepalanya tanda mengerti dengan situasi yang terjadi. Dia kemudian menengadahkan tangan kanannya kepada kedua perawat itu. "Berikan datanya padaku. Biar aku yang melakukannya. Kalian bisa pergi mengurus tugas lainnya," katanya.
Perawat pertama menyela. "Ta-tapi, dokter-"
"Kalau Dokter Park melihat kalian, akan panjang urusannya. Lagian, bisa-bisanya kalian tidak menuruti ucapan dokter? Kalian meragukanku?" Mata Dokter Kim memicing tajam. Kedua perawat itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak Dokter Kim. Ini datanya. Kami permisi," ucap perawat pertama. Setelah menyerahkan data pasien dia kemudian pergi dengan rekannya. Tinggallah Dokter Kim di depan pintu kamar 103 itu.
Jisoo yang di dalam kamar tidak lagi mendengar suara menyebalkan perawat itu mengembangkan senyumnya. Dia senang karena berpikir kedua perawat itu menyerah dan tidak akan mengganggunya lagi. Tapi senyumnya luntur begitu saja mendengar suara bass familier di luar kamarnya.
"Hei, bocah. Seorang pasien tidak boleh mengunci pintunya seperti ini. Tolong bukakan pintu ini sekarang," pinta Dokter Kim.
"Aku tidak mau. Kedua perawat jelek itu pasti akan langsung masuk dan menggangguku," kata Jisoo dengan ketus.
"Tidak akan ada yang masuk selain aku," balas Dokter Kim. "Kau bisa pegang kata-kataku. Lagian, mereka sudah kuusir dari tadi," lanjutnya. "Jadi, bisa kau bukakan pintunya sekarang?"
Jisoo kemudian berbicara dengan nada yang tidak seketus ucapannya tadi. "Dokter Kim, kau tidak boleh memanggil pasien dengan sebutan bocah. Di mana sopan santunmu sebagai dokter? Kedua, aku tidak dapat membukakan pintu untukmu, lemarinya berat sekali sampai-sampai tidak bisa kudorong begitu saja dari pintu kamarku." Dia terkikik jahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You No Matter What (Bobsoo)✓
FanfictionKetika kenangan yang paling berharga buatmu harus tertimbun begitu dalam hingga terlupakan, apa yang harus dilakukan? Mengikhlaskannya pergi atau berusaha mengingatnya kembali? Mencari kenangan yang baru atau tetap bertahan meskipun pada hati yang r...