"Aku baru tahu kalau dokter juga membaca buku tentang bunga. Kukira dokter bukan tipe orang yang tertarik pada hal seperti itu," kata Suster Jihyo sambil menaruh beberapa kertas di atas meja Bobby. Bobby mengangkat kepalanya kemudian menatap kembali bukunya.
"Memangnya aku tipe orang yang seperti apa?" tanya Bobby. Sejujurnya dia cukup penasaran dengan pendapat Suster yang sudah bekerja sama dengannya sejak Bobby bekerja di sini.
"Dokter mau tahu dari sudut pandang seperti apa?" tanya Suster Jihyo balik membuat Bobby menghela napas. "Dari sudut A pada segitiga ABC," jawabnya ngawur. Suster Jihyo hanya menatapnya datar.
"Kalau dari sudut pandangku, Dokter Kim dalam hal pekerjaan itu adalah yang terbaik. Wajar sih. Tapi kalau diluar dari itu sih..." Suster Jihyo menggantung ucapannya membuat Bobby yang sebelumnya seperti sudah diawan-awan kembali dijatuhkan ke tanah. Sakit.
Suster Jihyo menjentikkan jarinya. "Dokter itu bucin dan gila level dewa," katanya sambil manggut-manggut. Bobby menghela napas. Ternyata memang imagenya seperti itu ya. "Sebenarnya kau bukan orang pertama yang bilang begitu."
"Aku yakin semua teman-temanmu mengatakan hal itu, dokter. Jadi jelas, aku bukan yang pertama," timpal Suster Jihyo. "Loh, dokter mau ke mana?" tanya Suster Jihyo. 'Ini bukan karena aku ganggu dia baca buku kan?'
"Mau keluar. Jam kerjaku sudah selesai kan? Jangan lupa kunci pintuku nanti." Tanpa menunggu jawaban, Bobby membawa tas dan kunci mobilnya meninggalkan Jihyo sendirian yang cengo.
Bobby mengendarai mobilnya, namun bukannya berbelok ke arah rumahnya seperti biasa, dia malah pergi ke arah sebaliknya. Dia merasa tiba-tiba ingin ke tempat itu. Lagian, Jihun masih di rumah neneknya dan Bobby pasti akan direcoki dengan seribu satu macam nasihat oleh ibunya itu.
***
Jisoo memang minta izin ingin ke perpustakaan tadi. Namun setelah dua jam berada di sana, dia memutuskan untuk mengakhiri sesi membacanya hari ini dan pergi ke tempat lain. Sebenarnya dia juga tidak tahu mau ke mana. Dia juga tidak punya rencana harus pergi ke suatu tempat, namun kakinya terus membawanya seakan tahu jalan yang harus dilewatinya.
Begitu berhenti, Jisoo membaca tulisan yang terbaca di gerbang itu. SMA YG. Sekolah yang menjadi tempatnya belajar setelah pindah. Sekelebat bayangan muncul di pikirannya secara tiba-tiba. Jisoo memegang kepalanya yang terasa sedikit pening.
Lisa sudah memberitahunya tentang sekolahnya ini. Tempat dimana dia pertama kali bertemu dengan perempuan yang tidak suka basa-basi itu, dengan Hayi, Hanbin, dan Yunhyeong. Sebenarnya ada satu gagasan yang muncul di benaknya, tapi dia mengesampingkan hal itu untuk saat ini. Rasanya kepalanya akan pecah kalau dia semakin memikirkannya.
SMA YG sudah tutup di sore hari seperti ini membuat Jisoo tidak dapat masuk ke dalam dan melihat-lihat. Maka dari itu, kakinya melangkah lagi. Kali ini dia sampai ke sebuah bukit yang letaknya ada di belakang SMA YG. Jisoo yang merasa tertarik mulai menaiki tangga yang tersusun mengarah ke puncaknya.
Sepanjnag perjalanannya itu, dia merasa semakin familier dengan semua itu. Seperti ada rasa rindu dalam dirinya. Beberapa bayangan kembali terlintas di benaknya. Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berjalan bersama. Karena memikirkannya, Jisoo tidak menyadari bahwa dia sudah tiba di puncak bukit itu. Saat menyadarinya, Jisoo terkesiap.
Bukan sepenuhnya karena pemandangannya. Jisoo akui pemandangannya cukup bagus, terlebih di kota seperti ini, namun keberadaan seorang laki-laki disitulah yang membuat Jisoo terkesiap. Sudah beberapa hari dia tidak melihatnya juga mendengar suaranya jujur saja membuat Jisoo merasa 'rindu'?
"Dokter Kim?" Jisoo menyadari suara yang barusan terdengar di telinganya adalah suaranya sendiri yang memanggil Bobby. Si empunya menoleh dan matanya melebar melihat keberadaan Jisoo. "Jisoo," kata Bobby. Jisoo memutuskan mendekat, berdiri sejajar dengan Bobby dan melihat pemandangan yang disajikan dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You No Matter What (Bobsoo)✓
FanfictionKetika kenangan yang paling berharga buatmu harus tertimbun begitu dalam hingga terlupakan, apa yang harus dilakukan? Mengikhlaskannya pergi atau berusaha mengingatnya kembali? Mencari kenangan yang baru atau tetap bertahan meskipun pada hati yang r...