"Aku baru tahu kalau gadis kutu buku sepertimu suka menyiram bunga halaman sekolah. Kenapa tidak memasukkan lowongan pekerjaan menjadi tukang kebun sekolah saja?" tanya Bobby dengan nada mengejek.
Jisoo menoleh sekilas kemudian kembali menyiram bunga. "Aku baru tahu kalau murid pintar sepertimu punya hobi menstalker orang lain seperti ini. Kenapa tidak mendaftar menjadi anggota lambe turah saja?" balasnya.
Bobby menyeringai mendengarnya. "Jangan salah paham, Nona Kim. Aku di sini karena tempat ini jarang dikunjungi siapapun. Bukan karena ada kau."
"Maafkan aku, Tuan Kim. Tapi, baru saja kupikir kalau mungkin saja kau selalu memata-matai musuhmu."
Bobby mendengus. Dia melipat kedua tangannya. "Untuk apa aku melakukan hal seperti itu? Itu hanyalah tindakan seorang pengecut sedangkan aku tidak seperti itu."
Jisoo balas melipat tangannya. "Aku tidak mengenalmu jadi wajar bila aku tidak tahu apakah kau seorang pengecut atau bukan."
"Ada kalimat yang mengatakan bahwa kau harus mengenali musuhmu sebaik mungkin," kata Bobby.
"Ada yang mengatakan bahwa terlalu banyak bicara dapat membuatmu dalam masalah," balas Jisoo.
"Bukankah itu harus ditujukan padamu?" tanya Bobby.
"Mungkin itu juga berlaku bagimu," jawab Jisoo. Bobby menyeringai. Baru kali ini ada yang dapat meladeni argumen dan ucapannya yang tajam. Bobby tidak memiliki apa-apa lagi untuk membalas ucapan Jisoo.
"Kita lihat saja nanti, Nona Kim. Skor sementara kita masih aku yang lebih unggul darimu," kata Bobby.
"Skor sementara masih dapat berubah kapan saja. Akan kutunggu, Tuan Kim," ucap Jisoo dengan nada sing a song. Dia kemudian berlalu meninggalkan Bobby yang melihat kepergiannya dengan seringai di wajahnya.
***
"Perasaanku saja atau memang akhir-akhir ini kau dan dia sering bertemu?" tanya Lisa. Saat ini dia dan Jisoo sedang berada di kamar Jisoo untuk mengerjakan tugas.
"Dia siapa?" balas Jisoo tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.
"Siapa lagi? Kim Bobby tentu saja," kata Lisa dengan gemas. "Nggak di perpustakaan atau di halaman belakang sekolah kalian sering sekali berpas-pasan. Belum lagi kalau di koridor atau tidak sengaja bertemu pandang di kantin," jelas Lisa. Jisoo berhenti menulis dan menatapnya.
"Kadang aku lupa betapa mengerikannya tatapanmu itu. Kau mau gantiin CCTV sekolah nggak? Nnati kutanyain ke kepala sekolah," kata Jisoo.
"Bukannya kenapa-napa Jis. Tapi, kau harus berhati-hati dengan Bobby. Karena-"
"Karena fansnya brutal dan mengerikan," potong Jisoo. "Kau sudah mengatakannya sebanyak 81 kali sejak 2 bulan terakhir." Jisoo memutar bola matanya malas.
"Aku kan cuman mau kau berjaga-jaga. Jangan sampai kau dibully seperti kasus yang lalu," kata Lisa lirih. Namun, Jisoo masih bisa mendengar suaranya dan bertanya, "Kasus apa?"
"Kejadiannya sudah lama karena terjadi di awal kelas 10 dulu. Tapi, yang kutahu salah seorang siswi yang dekat dengan Bobby saat itu mengalami bullying oleh sebagian besar fans fanatik Bobby yang brutal. Karena tertekan dengan keadaan itu, dia keluar dari sekolah," jelas Lisa.
"Memangnya sekolah tidak mengambil tindakan?" tanya Jisoo heran. "Aneh kalau pembullyan seperti itu tidak ditangani hanya karena masalah sepele."
"Sekolah sudah mengambil tindakan tentu saja, sampai Pak Yang Hyunsuk turun tangan langsung. Namun, bukannya mereda pembullyannya tambah ganas. Jadi, siswi itu memilih keluar," jawab Lisa. "Aku hanya tidak mau kalau kau mengalami hal yang sama," lanjutnya dengan tatapan khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You No Matter What (Bobsoo)✓
FanfictionKetika kenangan yang paling berharga buatmu harus tertimbun begitu dalam hingga terlupakan, apa yang harus dilakukan? Mengikhlaskannya pergi atau berusaha mengingatnya kembali? Mencari kenangan yang baru atau tetap bertahan meskipun pada hati yang r...