Bab. 8 |🌷Clara Masih Sama⚘

849 168 728
                                    

Bintang di pojok jangan sampai forget, ya. Mojok dulu sebelum membaca😂😂😂

 Mojok dulu sebelum membaca😂😂😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aldy

Pagi ini masih sama. Kami bertiga sarapan di meja makan tanpa Kak Clara. Kak Clara masih belum mau makan satu meja denganku. Mungkinkah kejadian ini akan berlangsung sangat lama? Apa aku akan merasa nyaman jika terus-terusan seperti ini? Aku merasa tidak enak hati pada Papa dan Endhita, dan juga Kak Clara.

Dikarenakan kehadiranku di sini sepertinya hubungan di antara mereka bertiga sedikit merenggang dengan perbedaan pendapat masing-masing.

Sampai hari ini pun aku masih memikirkan cara bagaimana mengembalikan keharmonisan keluarga mereka lagi.

"Sudah selesai," kata Papa mengakhiri sarapannya. "Kita bisa berangkat sekarang?"

"Iya, Pa." Endhita segera menghabiskan susunya dan mengusap mulutnya asal-asalan, lalu menyandang tasnya. "Ayo, Kak."

Aku hanya mengangguk saja, masih kepikiran tentang Kak Clara.

"Oh iya, Aldy. Papa punya sesuatu buat kamu." Papa berkata dengan tiba-tiba.

"Sesuatu apa, Pa?' tanyaku bingung. Saat aku menoleh ke arah Endhita untuk mencari tahu, yang aku dapat hanya gelengan kepala dari Endhita. Dia juga tidak tahu maksud Papa.

Papa tersenyum penuh arti. "Sudahlah, nanti kamu juga akan tahu sendiri. Ayo sekarang kalian berdua ikut Papa."

Kami pun mengikuti Papa. Tempat yang dituju Papa adalah garasi mobil yang ada di sebelah samping rumah. Papa dengan bangganya menunjukkan sesuatu padaku.

"Itu buat kamu." Papa dengan senyuman kebahagiaan menunjuk ke suatu arah.

Aku menengok ke arah yang ditunjuk Papa, dan betapa terkejutnya aku melihatnya.

"WAOW!" seru Endhita menunjukkan kekagumannya. "Keren!"

Aku hanya bisa menganga melihat sebuah motor sport merah keluaran terbaru yang sekarang ini sedang terparkir manis di antara deretan mobil milik Papa dan juga mobil jemputan Endhita itu. Warnanya mengkilap dan jelas itu harganya sangat mahal.

Benarkah motor itu untukku?

Aku menatap Papa meminta penjelasan dan Papa hanya menganggukkan kepalanya dengan senyuman.

"Keren, keren, Pa!" Justru Endhita yang kegirangan melihat motor baru itu, sementara aku hanya bisa diam.

Aku merasa akan ada kejadian di tempat itu sebentar lagi, atau dalam waktu dekat paling tidak.

"Gimana Aldy? Kamu suka, kan?"

"Papa serius?" tanyaku masih ragu. "Tapi... aku nggak butuh ini, kok."

"Ih, Kak Aldy gimana, sih?" Endhita menegurku. "Nggak butuh gimana? Kalo Kak Aldy punya kendaraan sendiri kan berangkat ke sekolahnya enak, nggak perlu harus naik taksi atau dianter sama sopir, kan. Enakan naik motor sendiri."

My Perfect BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang