Suasana kantin yang tak terlalu ramai membuat Nada bosan, ia jadi mengantuk sekarang. Padahal berbagai jenis makanan dan minuman tersaji di hadapannya. Nafsu makannya benar-benar hilang jika dalam keadaan bosan sekaligus mengantuk.
Kalau dihitung-hitung sudah lebih dari sepuluh kali Nada menguap, lingkaran hitam dikedua matanya pun semakin jelas terlihat, menandakan ia jarang tidur akhir-akhir ini. Ditambah saat ini tak ada yang menemaninya di kantin. Yap, Nada menyendiri. Hal itu membuatnya semakin bosan dan ingin cepat-cepat pulang lalu bertemu kasur.
Seharusnya Fia bersama Nada sekarang, tapi cewek itu sudah pulang duluan. Dia bilang perutnya tiba-tiba nyeri akibat menstruasi.
"Nada!"
Satu nama dipanggil oleh dua lelaki sekaligus, Agus dan Adrian. Keduanya berdiri di samping meja Nada sambil tersenyum lebar.
"Boleh gabung?" tanya Adrian.
Nada mengangguk lalu tersenyum tipis. Lantas membuat duo A kesemsem melihatnya. Wajah Nada seperti boneka, begitu kalau kata Agus.
"Kalian temen Gema, kan?" Nada tampak canggung.
Agus dan Adrian mengangguk serempak.
"Buset, Nada makannya banyak juga ternyata," celetuk Agus sambil menatap kagum cemilan-cemilan yang ada di hadapannya. Cowok itu tak bisa diam jika sudah melihat makanan.
Nada tertawa. "Kamu mau? Ambil aja. Aku gak doyan."
"Asyiaapp!" Agus mengacungkan jempol, antusias.
Adrian mendengus. "Malu-maluin aja lo, Gus."
"Suka-suka gue lah, kenapa lo mau juga? Yailah bilang aja kali, gak usah sok jaim segala." Agus berucap.
"Nada, omong-omong Ayang Fia mana? Biasanya bareng lo mulu. Tapi kok sekarang gak nongol?" Agus berucap lagi.
"Dia pulang duluan," sahut Nada sambil menahan tawa, ia merasa heran sekaligus geli setelah mendengar Agus mengucapkan Ayang Fia.
"Loh, kenapa?!" Agus bertanya tak santai, ia nyaris keselek siomay.
Adrian yang melihat itu langsung geleng-geleng kepala, temannya yang satu itu memang sering malu-maluin.
"Dia sakit perut," jawab Nada.
"Lebay amat sampe pulang segala," timpal Adrian.
Nada menghela napas. "Kamu gak ngerti, ini masalah perempuan."
Adrian menautkan kedua alisnya, ia benar-benar tak mengerti dengan ucapan Nada barusan. "Masalah perempuan?"
"Yailah, gitu doang kagak ngarti, gue aja langsung paham loh," ucap Agus. "Ayang Fia lagi dateng bintang, iya kan?
"Bulan." Nada meralat kemudian ia tertawa.
"Iya itu maksud gue," kata Agus yang masih betah mengunyah siomay.
Nada menggigit bibir bawahnya, ada satu pertanyaan yang sangat ingin ia ajukan sekarang. Tapi rasa malunya lebih besar dibanding rasa penasarannya.
Melihat Nada seperti itu, lantas membuat kening Adrian berkerut sambil menatap heran pada gadis itu. "Ekhm, lo kenapa?"
"Hmm ... nggak pa-pa."
"kayaknya lo pengen nanya sesuatu deh, bener kan?" tebak Adrian.
Nada tersenyum kecut. "Sebenarnya iya ...."
"Nanya apa? Gak usah gugup gitu, santai aja." Adrian tertawa gemas.
"Sebenarnya aku cuma mau nanya," Nada menjeda, "Gema kenapa gak sekolah?"
Adrian yang semula terlihat senang, kini wajahnya berubah datar. Dalam sekejap ia merasakan sesuatu yang panas di dalam hatinya setelah mendengar Nada bertanya seperti itu.
"Oh, Gema." Suara Adrian terdengar ketus bercampur judes. "Keluarganya sedang berduka, dia bilang tadi pagi neneknya meninggal."
"Gitu ya." Nada cemberut. "Pasti Gema sedih banget .... "
Adrian menghela napas lalu mengangguk samar. "Ada yang mau ditanyain lagi?"
Nada menggeleng, ia jadi kepikiran sama cowok nyebelin itu sekarang.
"Eeeeu! Alhamdulillah ...." Agus bersendawa tiba-tiba.
"Kenyang banget gue anjir!" ujar Agus sambil mengusap perutnya yang buncit, sesekali jari telunjuknya terangkat menunju salah satu lubang hidung.
Melihat itu, Nada pun terperangah sesaat lalu tertawa. Berbeda dengan Adrian, dia malah menabok keras kepala Agus karena merasa jijik pada cowok gemuk itu.
"Kampret lo, Gus, jorok!" semprot Adrian.
• • •
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada & Gema [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Piano itu menggema dan bernada. Kalau kita, Gema dan Nada yang saling mencinta." • • • Awalnya, Gema nggak pernah tertarik akan hal-hal yang berbau soal cinta. Apalagi pacaran, seumur hidup ia belum pernah merasakannya. Namun hingga suatu ketika, k...