Nanti malem lo harus kosongin jadwal buat jalan sama gue.
— G.A
Nada tersenyum lebar ketika membaca satu-persatu huruf dari isi surat yang barusan ia temukan di kolong mejanya. Terdapat inisial G.A yang Nada yakini Gema-lah sang penulis surat tersebut. Pipi gadis itu pun lantas bersemu merah, baru saja kembali ke sekolah namun sudah dibikin baper oleh cowok itu.
Keadaan kelas masih tampak sepi, Nada pun menghela napas, kini matanya mengarah ke ambang pintu, ada seseorang yang bediri di sana. Orang itu tampak memerhatikan Nada dengan tatapan tajamnya, namun justru malah membuat Nada tersenyum manis melihat itu.
"Ngapain senyum-senyum?" Suara khas orang tadi tiba-tiba membuat semua penghuni kelas memandang ke arahnya, termasuk Nada. Pemilik suara tersebut ialah Gema. Kini cowok itu bergerak melangkah menghampiri si gadis polos yang sampai sekarang masih betah tersenyum.
"Emang gaboleh?" balas Nada, kemudian mengangkat salah satu tangannya, memamerkan secarik kertas yang beberapa menit lalu ia baca. "Ini pasti dari kamu, kan?"
Gema membuang napas, sedetik kemudian bibir empuknya mengukir senyum. "Kalau iya, emang kenapa?"
"Ish, Gema." Nada menarik lengan cowok itu, menyuruh agar duduk di sebelahnya. "Kamu kesambet apaan, tiba-tiba ngajakin aku jalan?"
Gema menggeleng tanpa menyahut, jelas membuat Nada sebal dan menepuk-nepuk bahu cowok itu.
"Ih, Gema. Jawab ...."
"Udah deh, lo ngikut aja, pokoknya lo harus nerima ajakan gue."
Nada mengulum senyum. Ia jadi mikir, kapan lagi bisa diajakin jalan oleh seorang Gema Alenzo. Si cogan nyebelin tapi ngangenin.
"Oke! Tapi, ada syaratnya," ucap Nada membuat Gema mengerutkan dahi.
"Apaan?"
"Kamu harus bayarin semua makanan yang aku beli di kantin nanti."
Gema mendengus pelan. "Yaudah, deal."
"Oke, deal!" Nada tersenyum lebar kemudian mencubit gemas pipi Gema. "Makasih, Gema!"
Lantas Gema memegang pipi, ia benar-benar tak percaya, kini pipinya sudah tak suci lagi akibat ulah Nada. Oke, kayaknya Gema terlalu lebay. Masih dicubit doang lho, gimana nanti kalau dicium? Bisa-bisa Gema langsung diabetes kali, ya.
"HAHAHA, SANTAI AJA DONG MUKANYA." Nada tertawa puas, sementara ekspresi Gema tampak kesal bercampur malu. Tapi gapapa, kayaknya Gema justru malah bahagia mengingat kejadian tadi.
"Diem deh. Itu mulut gue sumpel pake bibir, mau?" Gema tersenyum miring.
Mata Nada membulat sekejap, tiba-tiba ia merinding mendengar itu. "Ish, Gema!"
"Bhak, lo lebih parah dari gue kayaknya. Itu muka biasa aja dong, sampe merah gitu." Kini giliran Gema yang mentertawakan cewek itu.
"Nggak!" Nada mengalihkan wajahnya dari Gema. Ia malu, sangat malu.
Detik itu juga tawa Gema semakin pecah. Nada pun menoleh, melirik cowok itu sekilas kemudian tersenyum.
Gema cakep banget!
"HUAAAA, AGUS GAK SANGGUP LAGI TEMEN-TEMEN ...."
Suara cempreng Agus seketika menggelegar dengan nyaringnya di ambang pintu, hal itu membuat Gema menghentikan tawanya bersamaan dengan Nada yang menatap heran ke sumber suara.
"Lo kenapa sih, Gus?" tanya Gema, Agus pun melangkah mendekati meja GemDa sambil cemberut.
"Gue gak sanggup, Gem. Gue gak sanggup ...," lirih Agus yang semakin membuat Nada dan Gema bingung.
"Iya, Agus kenapa? Coba cerita," ujar Nada.
Agus menarik napas, mengontrol dirinya agar lebih tenang. "Adrian sama Ayang Fia makin anu aja, gue kan gak sanggup liatnya. Mana mereka berangkat sekolah bareng lagi. Gusti ... ini hati rasanya perih benget dah ah ...."
"Move on, Gus. Cari cewek lain. Masih banyak yang lebih bohay dari Fia." Gema menyelutuk.
"Dih, enak aja. Nyari cewek gak segampang ngupil coy!" Agus langsung menabok kepala Gema.
Nada tertawa, bahkan tertawa begitu bahagia di atas penderitaan Agus. "Di sekolah ini kan banyak cewek cantik-cantik, Agus tinggal pilih terus ajak pacaran deh."
"Mereka demennya modelan kaya gue," ujar Gema sangat pede. Mendengar itu, Nada pun hanya mendengus malas.
Sedetik kemudian, Gema mencolek bahu Agus. Lalu berucap lagi, "Gus, gue mau ngingetin aja. Jangan mau-mauan naksir sama orang yang udah ngerendahin lo. Apalagi kalo udah menyangkut soal fisik."
"Apaan dah. Ayang fia mana pernah ngerendahin gue," sahut Agus keras kepala.
"Bego." Gema capek mendengar respon Agus.
Agus udah kayak orang gila. Gila karena cinta.
"Fia sering ngatain lu gendut, kan?" Akhirnya Gema langsung to the point.
Agus menunduk sambil menutup matanya, nyesek. Kata orang cinta itu buta, tak memandang fisik maupun rupa. Namun, bagi Agus istilah itu tidak berarti sama sekali.
"Gus, lo mau nggak gue kenalin sama cewek?" tawar Gema tiba-tiba.
"Weh sapa, Bro?!" Agus sangat antusias.
"Orangnya cantik, manis, unyu, rambutnya panjang, pake poni. Badannya juga langsing banget loh, Gus." Gema tersenyum, senyum yang jatohnya malah terlihat menyebalkan di mata Agus. Namun terlihat makin ganteng di mata Nada.
"Anjir, namanya siapa? Orang mana? Sekolah di sini juga?" Agus benar-benar tak kuasa menahan rasa penasarannya.
"Bentar." Tangan Gema tampak bergerak meraih ponselnya. Menyalakan benda pipih itu kemudian mencari-cari sesuatu yang hendak ia beri tahu pada Agus.
Agus mengangguk mantap sambil tersenyum lebar.
Nada juga penasaran, diam-diam ia pun melirik ke arah ponsel Gema. "Kamu nyari apa sih, Gema?"
"Nyari foto cewek yang gue maksud tadi," jawab Gema. "Dapet! Nah, ini orangnya, Gus."
Gema memperlihatkan layar ponselnya, saat itu juga mata Agus langsung berbinar dan memandangnya begitu serius. Namun, semangat Agus yang semula menggebu-gebu seketika sirna setelah melihat sosok perempuan kecil yang ada di layar ponsel Gema.
"EH KAMPRET, INI MAH ADEK LO!"
Gema serta Nada malah ngakak melihat reaksi Agus barusan.
• • •
Vomment shaaay
XOXO♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada & Gema [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Piano itu menggema dan bernada. Kalau kita, Gema dan Nada yang saling mencinta." • • • Awalnya, Gema nggak pernah tertarik akan hal-hal yang berbau soal cinta. Apalagi pacaran, seumur hidup ia belum pernah merasakannya. Namun hingga suatu ketika, k...