6.PDKT

162 11 0
                                    


"Dulu aku pikir tak ada yang bisa mengembalikan separuh diriku yang hilang, namun itu salah. Ternyata kau bisa"

Pagi ini Reina masih berada di atas kasurnya, bukan malas namun ia pikir tak ada yang lebih menyenangkan daripada tidur. Hari ini adalah hari minggu, hari dimana semua sekolah akan libur.

Entah mengapa sekarang-sekarang ini Reina tak menyukai hari libur, mungkin karena sekarang hidupnya telah berubah kembali menjadi Reina yang dulu. Reina yang selalu ceria dan Reina yang selalu membuat suasana menjadi hangat.

Kini Reina sedang memikirkan seseorang, yaitu seseorang yang bisa dikatakan telah mengembalikan dirinya menjadi Reina yang semula. Entah mengapa akhir-akhir ini Reina sangat tertarik untuk memikirkan Gino. Mungkin saja Gino sudah meracuni pikirannya atau dia sudah memelet Reina untuk menyukainya.
"Gino." ucap Reina sambil tersenyum.

Reina terus memikirkan Gino sambil memperhatikan atap kamarnya. Seketika lamunannya pun buyar karena seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Siapa?" teriak Reina
"Ini bibi non."
Setelah mendengar jawaban dari Bi Minah tadi Reina langsung beranjak untuk membukakan pintu.
"Ada apa bi?"
"Itu non, di bawah ada pacarnya non Reina katanya mau ngajak jalan, non Reina di suruh langsung siap-siap." jawab Bi Minah membuat Reina membulatkan matanya.
"Dasar cowok aneh kesini gak bilang dulu, tau gitu dari tadi gue langsung siap-siap" batinnya dan Reinapun tersenyum.
Bi Minah heran melihat Reina tersenyum.
"Si non ko malah bengong sambil senyum-senyum gitu bukannya cepetan siap-siap kasian kan pacarnya nunggu lama." ucap Bi Minah yang menyadarkan Reina.
"Ehh, iya bi aku siap-siap dulu." Reina masuk ke dalam kamarnya dengan semangat.
"Anak muda sekarang, giliran di jemput sama pacarnya heboh giliran ke sekolah, bangun aja susah." ucap Bi Minah sambil menggelengkan kepalanya.


Reina terkejut saat turun dari kamarnya karena melihat, Gino sedang mengobrol asik dengan kedua orangtuanya.
"Gue gak mimpi kan?" batin Reina heran.
Reina menggosok matanya memastikan bahwa kejadian langka tersebut benar-benar terjadi. Reina sangat heran karena kejadian ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Melihat Reina yang sedang memandangi mereka, ketiganya pun merasa heran.
"Rein kamu kenapa?" tanya Ibunya heran. Perkataan Ibunya barusan menyadarkan Reina.
"Ehh, enggak ko ma." Reina kembali melangkahkan kakinya.
"Udah siap?" tanya Gino.
"Udah." jawab Reina.
"Yaudah, om, tante, kita pergi dulu ya." ucap Gino meminta ijin pada orang tua Reina.
"Iya, titip Reina ya, om percaya ko sama kamu." ucap Ayah Reina pada Gino.
"Siap om, om tenang aja Reina gak bakal lecet sedikitpun ko." Gino tersenyum ke arah Reina.
"Yaudah, ma, pa, kita pergi ya." ucap Reina sambil menyalami kedua orang tuanya.

📝

Kini Reina dan Gino sedang berada di sebuah rumah pohon, yang entah kenapa banyak sekali foto-foto Reina yang menempel di dinding rumah pohon tersebut. Mungkin saja Gino yang sudah menyiapkan semuanya.

Gino diam-diam menatap Reina yang sedari tadi terus tersenyum bahagia karena kejutan darinya itu. Gino merasa senang karena kejutannya untuk Reina berhasil membuat Reina bahagia.

Reina yang menyadari Gino sedang menatapnya itu kembali menatap Gino dan keduanya pun tersenyum.
"Lo suka?" Gino memulai pembicaraan.
"Banget." jawab Reina semangat.
"Dari mana lo punya foto-foto gue?" tanya Reina.
"Mau tau?"
Reina mengangguk.
"Mmm..... Rahasia." Gino tertawa.
"Ihhh Gino nyebelin lo." ucap Reina sebal.
"Jangan ngambek dong, masa gitu aja ngambek." ucap Gino sambil mengacak-ngacak rambut Reina.
"Ngapain juga gue ngambek." ucap Reina cuek.
"Yahh cewe aneh gue ngambek deh, sorry deh sorry."
Reina menatap ke arah Gino.
"Siapa yang lo bilang cewek aneh?"
"Ya lo siapa lagi Rein." jawab Gino polos
"Enak aja, yang aneh itu lo bukan gue." ucap Reina tegas sambil bergegas untuk turun dari rumah pohon tersebut. Namun, Reina keduluan oleh Gino, Reina membulatkan matanya karena terkejut melihat Gino yang turun duluan.
"Dasar cowok aneh." batinnya Kesal. Reina turun mengikuti Gino.
"Ikut gue yuk."
"Kemana?"
"Udah ikut aja."
"Tapi ke---" ucap Reina terpotong karena Gino menarik tangannya.

📝

Kini Reina dan Gino berada di sebuah kedai Bakso.
"Nahh ini itu kedai bakso favorit gue, lo harus nyobain deh." jelas Gino semangat.
"No, tadi ko lo bisa bareng nyokap sama bokap gue?" bukannya menjawab perkataan Gino, Reina malah bertanya padanya.
"Ya iyalah, mereka kan tertarik buat jadiin gue calon mantunya." Gino tertawa.
"Ish, gue serius."
"Emangnya kenapa sih? Gaboleh gue deket sama mereka?"
"Gino Pradipta, lo itu budeg apa gimana sih, gue kan nanya kenapa tadi lo bisa bareng sama mereka, tapi lo jawabnya gak nyambung dasar bolot."
"Gak nyambung gimana, itu nyambung tau, kita kan gak pernah putus makanya kita nyambung terus." ucap Gino sambil tertawa.
"No, gue serius." ucap Reina lirih.
"Rein, lo kenapa? Gue kelewatan ya? Padahal gue gak kemana mana ko gue kelewatan sih." Gino kembali tertawa.
Namun tawanya terhenti karena melihat pipi Reina yang sudah basah oleh air mata.
"Rein, maaf." ucap Gino sambil mengusap air mata gadis itu.
"Lo kenapa? Ada yang mau lo omongin ke gue? Cerita aja Rein, gue pasti dengerin semuanya."
"Ayo Rein cerita."
Reina hanya menatap Gino dengan tatapan sedih.
"Bawa gue pergi dari sini." pinta Reina.
Gino menuruti permintaan Reina, karena ia tidak tega melihat gadis itu yang sedari tadi terus menangis.

📝

Sekarang mereka berdua sedang berada di rooftop sekolah mereka. Memang hari ini hari minggu namun mereka bisa masuk karena sedang ada latihan ekstrakulikuler di sekolah.

Mereka hanya terdiam satu sama lain. Suasana disana berubah menjadi canggung. Gino yang biasanya banyak bicara seketika menjadi pendiam karena ia merasakan apa yang Reina rasakan sekarang.

Karena Gino tak ingin berada dalam keadaan ini akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya terlebih dahulu pada Reina.
"Rein, lo kenapa? Gue gak ngerti."
"Lo tau? Nyokap bokap gue gak pernah ada di rumah, mereka selalu sibuk sama pekerjaan mereka, walaupun mereka pulang, tetap aja layar monitor yang selalu menjadi pusat perhatian mereka, bukan gue No. Tapi, saat lo datang tadi, kejadian langka terjadi. Mereka tak memperdulikan pekerjaan mereka dan mereka ngobrol sama lo, gue gatau gue harus seneng atau sedih tapi yang pasti sekarang gue bingung No." Reina menangis sejadi-jadinya.
Gino menarik Reina ke pelukannya.
"Terus nangis Rein selagi lo ada di hadapan gue." Gino memeluk Reina dengan erat. Ia tak sanggup melihat wanita yang disayanginya bersedih.

Reina melepas pelukannya kemudian menatap Gino dengan tatapan penuh arti.
"Makasih No." ucapnya lirih.
"Ingat satu hal Rein, jangan nangis kalo gue gak ada di deket lo. Lo boleh nangis kalo gue ada di samping lo."
Reina mengangguk seraya mengiyakan permintaan Gino.
"Gue sedih tau Rein." ucap Gino memasang wajah sedihnya.
"Lo sedih kenapa?" tanya Reina heran.
"Gue sedih karena gue gak jadi makan bakso Mas Gondrong Rein." Gino tertawa dengan puas. Reina yang melihat Gino tertawa ikut tertawa.
"Nah gitu bahagia terus Rein." ucap Gino sambil membenarkan rambut Reina yang menghalangi wajahnya. Reina sangat bahagia kala itu, ia merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena telah dipertemukan dengan laki-laki aneh seperti Gino.


📝

Wahh Gino bikin suprise sama Reina guys,, jadi pengen deh punya Gino😆
Lagi-lagi ngingetin buat baca terus ya guys😉 Happy Reading❤

Rintik HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang