22.Berubah

65 9 0
                                    

"Semua manusia pasti akan berubah, seiring dengan berjalannya waktu"

Sekolah, satu kata yang sangat tak ingin di dengar oleh Reina. Bukan tanpa alasan Reina seperti ini, semuanya karena Gino. Bukan maksud Reina ingin menyalahkan Gino, hanya saja Ia bingung karena tiba-tiba Gino berubah begitu saja.

Reina bersiap meskipun Ia tak bersemangat namun apa daya, Reina harus memenuhi kewajibannya sebagai pelajar. Mau tidak mau Reina pergi kesekolah, Ia berangkat sendiri mengendarai sepeda motornya.

Disekolah, Reina hanya berdiam diri. Beberapa kali Irene bertanya kepadanya tapi Reina tak pernah menjawabnya. Ia hanya mengangguk menandakan bahwa Ia tak apa-apa. Tapi Irene tak langsung percaya begitu saja. Irene mengenal Reina, jika seperti ini Reina pasti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Na."
"Hmmm."
"Beneran gak kenapa-napa?"
"Iya."
"Kalo mau cerita ya cerita aja, katanya gue udah di anggap sodara."
"Hmm iya."
"Jadi? Lo mau cerita?"
"Belum."
"Yaudah, semangat dulu dong jangan gini terus, sumpek liatnya."
"Ishh lo Ren."

Saat berbincang, Reina melihat Gino yang sedang berjalan dengan sahabat-sahabatnya. Ingin sekali bertanya padanya tentang kabarnya, tentang mengapa Ia berubah dan tentang ada apa sebenarnya. Tapi Reina tak bisa. Reina bukan wanita bodoh yang akan mengemis pada seorang laki-laki.

"Urusan lo sama kak Gino belum selesai?"
"Hmmm."
"Beresin dulu Na, semuanya gak bakal kembali hanya dengan lo berdiam diri."
"Tapi Ren."
"Naa.."
"Lo kan tau gue-"
"Jangan bicara lagi! Ayo gue anterin lo."

Irene menarik lengan Reina hingga gadis itu mengikutinya.
"Gue takut."
"Ada gue."
"Tapi Ren."
"Lo percaya sama gue, semuanya akan kembali setelah lo beresin semuanya."
Reina memikirkan perkataan Irene. Benar apa yang dikatakan olehnya. Mana bisa masalah selesai dengan sendirinya. Tapi dalam masalah ini hanya Ia saja yang ingin menyelesaikannya tidak dengan Gino.

"Tuh kak Gino." ucapan Irene menyadarkan Reina.
"Renn,, gue takut."
"Percaya diri Na. Lo mau hubungan kalian baik lagi kan?"
"Hmmm."
"Kak Gino." panggil Irene.

Gino menatap Irene bingung.
"Sini." suruh Irene.
Gino menuruti perkataan Irene barusan.
"Apa?" tanya Gino dingin.
"Kakak lagi sibuk?"
"Kenapa?" Gino kembali bertanya, sambil sesekali melirik pada Reina yang saat ini menundukan kepalanya.

"Reina mau ngomong katanya." jawab Irene to the point.
"Gue sibuk." ucap Gino
"Sebentar aja Kak." pinta Irene
"Reina mau ngomong sesuatu sama kakak plis ya kak." lanjut Irene
"Sebenarnya yang mau ngomong sama gue Dia atau lo." ucap Gino yang membuat Reina membulatkan matanya.

Reina tertegun memikirkan perkataan Gino yang menyebutnya dengan sebutan "Dia" Gino memang benar-benar berubah. Mungkin ia sudah tak mencintai Reina lagi. Reina mulai mengangkat wajahnya dan menatap kekasihnya yang ada di depannya itu.

Gino yang risih di tatap seperti itu oleh Reina mengangkat alisnya sebelah.
"Gue mau ngomong."
"Gue sibuk."
"Sebentar."
"Gak." ucap Gino sambil membalikan badannya dan hendak kembali ke posisi awalnya.

"GINO." panggil Reina tegas. Gino berbalik menatap Reina dengan tatapan tajam.
"Lo pikir lo siapa?" Gino yang mendengarnya hanya mengangkat satu alisnya tak peduli.
"Perang ke sembilan guys." ucap Radit pada teman-temannya.
"Lo gak bisa lakuin ini sama gue. Lo gak berhak buat gue kayak gini. Lo jahat sama gue." amuk Reina.
"Terus? Gue peduli?" ucap Gino dengan santai.
"Gue kecewa sama lo." Air mata Reina membasahi pipinya.

Gino mendekati Reina, Reina yang merasa didekati oleh Gino perlahan mundur.
"Pikirin perkataan lo tentang gue jahat. Gue yang jahat atau lo yang jahat?"
"Maksud lo? Gue jahat? Iya?"
"Menurut lo."
"Kenapa? Gue jahat apa sama lo? Bukannya yang ngejauhin gue duluan itu lo? Lo yang mulai berubah duluan kan. Dan dengan santainya lo bilang gue yang jahat? Lo yang seharusnya mikir sama perkataan lo."
"Gue gak mungkin berubah tanpa sebab."
"Terus? Apa salah gue sampai lo berubah kayak gini?"
"Lo masih nanya apa salah lo?"
"Kalo gue tau, gue gak bakal nanya sama lo. Lo itu gak jelas No." Reina semakin menangis.
"Vito." ucap Gino yang membuat Reina membulatkan matanya.
"Kenapa? Kaget?" tanya Gino menyindir.
"Kenapa Vito? Ada apa sebenarnya?"
"Waktu lo nyariin gue, lo bareng Vito kan, dan kemarin, pulang sekolah, gue yang nungguin lo tapi lo pulang sama dia. Kalo lo mau udahan jangan gini caranya, kalo lo cinta sama dia, putusin dulu gue."

"Tapi gue gak bermaksud apa-apa. Vito hanya masalalu gue dan lo. Lo adalah masadepan gue. Yang waktu pulang sekolah, gue cari lo ke kelas lo, tapi lo gak ada. Gue pikir lo udah pulang duluan makanya gue mau di ajak sama dia."
"Alasan. Lo bisa kan chat atau hubungi gue."
Reina tersadar. Memang kemarin Reina tak menghubungi Gino, tapi dari pagi Gino sudah berubah. Masa iya Reina harus menghubunginya.
"Kenapa diem? Lo kalah."
"Tapi No. Dari pagi lo udah berubah. Mana bisa gue hubungi lo sedangkan lo udah berubah. Saat gue tanya lo aja lo udah ogah-ogahan, lo tau kan gue bukan orang yang suka mengemis."
"Percuma ngomong sama lo. Lebih baik kita putus."
Reina membulatkan matanya dan tak kuasa menahan lagi rasa sakit hatinya, Ia berbalik dan berlari tak tahu arah.

Irene yang melihatnya langsung mengejar Reina, ia takut Reina akan berbuat macam-macam. Sedangkan teman-teman Gino hanya bisa kaget mendengar pernyataan Gino barusan.
"No, lo yakin mutusin Reina?" tanya Julio
"Lo gak denger tadi gue bilang apa sama dia?" jawab Gino cuek.
"Lo bener-bener gak punya hati."
Gino mengangkat satu alisnya.
"Lo udah permaluin dia di depan semua orang. Dan dengan tidak langsung lo juga udah rendahin harga diri lo sebagai laki-laki."
"Gue gak peduli."
"Susah ngomong sama lo yang sekarang. Egois." Julio meninggalkan Gino dan kedua sahabatnya di koridor.

📝

Wahhh putusssssss😬😬
Padahal semua masalah bisa di selesaikan dengan kepala dingin tapi mungkin ini udah jalannya ya guys😁 ikutin teruss ceritanyaa bikin greget nihh 😁😬

Rintik HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang