PENGAKUAN

3.5K 108 0
                                    

Malam Jum'at Kliwon, Mas Robi pulang sesudah sholat Magrib. Segera dia menemuiku di kamar yang tampak seperti orang kerasukan. Aku menggunakan kebaya merah bersanggul mirip seperti dandanan Nyai Juminten.

Menembang lagu Jawa didepan cermin sambil tersenyum, aku tidak ingat dan menyadari dengan apa yang aku lakukan. Serasa tubuh ku di gerakkan makhluk lain.

"Assalamualaikum, siapa kamu mengapa kamu disini." Tanya Kyai Ahmad dengan membawa istrinya untuk berjaga - jaga.

"Wa'alaikumsalam pak Haji." Aku menoleh ke arah mereka dengan tersenyum meringis ke hadapan mereka.

"Siapa kamu sebenarnya, kamu bukan tamu disini. Segera keluar dan kembali ke asal mu."

"Jangan salah ya, dia yang mendatangiku. Dia yang memintaku untuk mendapatkan lelaki itu. Iya kamu Robi." Aku menunjuk Mas Robi dengan wajah penuh marah.

"Apa maksudmu."

Masih bisa ku mendengar suara mas Robi dan Pak Kyai namun aku tidak bisa bertindak apapun badanku terasa berat dan kaku, seakan ada yang menggerakkan tubuh ini.

"Hai kamu Robi, dia istrimu mendatangi aku untuk memasangkan pelet untuk mendapatkanmu. Setelah apa yang diinginkannya dicapai, lalu dia pergi meninggalkanku begitu saja. Enak saja, tidak bisa."

"Lalu apa mau kamu."

"Aku mau dia ikut denganku, bersama denganku menjadi putriku. Akan ku nikahkan dia dengan Dimas anakku."

"Tidak bisa, dunia kita berbeda. Kamu harus keluar dari badan wanita ini. Kasihan dia, hanya dipermainkan oleh permainan kalian bangsa Jin."

"Apa katamu, enak saja. Tidak bisa, akan ku bawa dia jiwanya dan akan ku tinggalkan raganya yang kosong bersama kalian."

Aku mendengar tangis suara Mas Robi, seakan takut dia kehilanganku. Namun aku tidak bisa berbuat apapun.

"Audzubillah himinassyaiton nirojim, bismillahirrohmanirrohim, Allahulaila ha ilahuwal khoyum khoyul..(membacakan Surah Ayat Qursi)."

Aku melayang terasa ringan tubuh ini, entah mengapa aku merasakan merayap di tembok bergelantungan diatas langit - langit.

Aku tidak merasakan apapun hanya yang ku dengar Kyai itu terus membacakan Surah panjang yang membakar tubuhku, terasa sangat panas, aku merasakan pusing yang luar biasa.

Badanku terumbang ambing, jatuh terhempas kembali bangun, aku kehilangan kesadaran hanya merasakan badanku lemah mengambang kesana kemari.

Cukup lama aku merasakan, aku seakan tidak kuat. Jiwaku terasa ditarik para dayang Nyai, memaksaku untuk ikut dengan mereka. Aku mencoba sekuat tenaga untuk tetap bertahan.

Hingga sampai aku merasakan sakit dan panas yang luar biasa ketika Istri Pak Kyai dan Si mbok serta Mas Robi memegang ke dua kaki dan tanganku.

Yang ku dengar hanya suara Mas Robi terus memanggil namaku.

"Mami, bangun. Kuat... Mami banyak istighfar, Papi bantu Mami ikuti suara Papi. Ikuti bacaan Ayat Qursi papi, karena hanya Mami yang bisa menangkalnya. Papi sayang Mami, Mami bisa melawan semua."

Aku berupaya sekeras tenaga untuk kembali ke raga tubuhku yang seakan menjadi singgasana Nyai. Meskipun terasa sulit mengikuti beberapa kalimat Ayat Qursi yang diucapkan Mas Robi.

Akhirnya aku berhasil melepaskan diriku dari dayang Nyai, dan mendorong Nyai Juminten untuk segera pergi meninggalkan tubuhku.

Ya aku bergelut melawan bangsa Jin, terasa sulit dan sangat sulit namun aku bertahan dan mempertahankannya.

"Kembali ke tubuhmu Liana, Bapak akan segera mengunci mereka dan membawa mereka ke tempat yang semestinya. Masuk.. masuk segera."

Suara Kyai semakin menguatkanku, aku mendorong keras mereka semua. Dan kembali masuk ke tubuhku. Jiwaku bertahan dalam ragaku.

Aku muntah begitu banyak, tidak ada makanan yang keluar hanya seperti udara busuk yang keluar dari dalam tubuhku.

Entah apa namanya, Kyai hanya mengatakan udara busuk itu Jin yang terlalu banyak bersarang di tubuhku. Karena rukyah pertama kali hanya sebagian saja yang dikeluarkan karena Jin ini begitu kuat dan sulit untuk di keluarkan.

"Alhamdulillahirobil'alamiin, Ibu sudah siuman Pak Robi, kalau bisa rumahnya dibuatkan syukuran dulu Pak. Undang anak yatim sekaligus bisa mendoakan orang yang ada didalamnya. Dan Bapak Ibu, ibadahnya di rajinkan kembali ya. Dan Ibu bisa ikut istri saya untuk menyempatkan ikut kajian islami. Mana tau bisa menambah ilmu agama dan bisa memetik pelajaran dari semua."

Aku hanya mengangguk lemas, Mas Robi memelukku.

Aku tidak begitu menyadari apa yang sedang terjadi yang aku tahu saat itu aku sedang melawan para dayang dan Nyai untuk tidak ikut dengan mereka. Aku bertahan sekuat tenaga, dan beruntunglah kekuatan Mas Robi dan Pak Kyai membantuku melawan mereka.

Pak Kyai dan Istrinya bermalam di rumah kami, sampai subuh mereka terus bertadarus sekaligus melakukan pembersihan rumah dari gangguan Jin.

Malam ini aku cukup terlelap tidurnya, tidak ku merasakan ketakutan yang luar biasa.

Suara merdu mereka bertadarus melafazkan Ayat suci Al Qur'an membuat kenyamanan dalam diriku.

Aku tenang mendengar lantunan ayat suci tersebut, yang sebelumnya aku merasakan panas setiap ada orang mengaji didekatku. Namun mengapa tidak di malam ini, aku begitu terhanyut sampai tak sadar ku telah tertidur lelap.

Pagi subuh menjelang, aku dibangunkan Mas Robi untuk sholat berjamaah bersama Pak Kyai dan Istrinya, serta si Mbok dan Dewi mereka pun tidak ketinggalan.

Ini pertama kalinya aku sholat, setelah sekian tahun tidak pernah ku melakukan sholat lagi. Agak terasa kaku dan lupa dengan bacaan Sholat, namun ku tetap mengikuti Imam.

Aku menangis didalam sujud terakhirku, aku menangis didalam doaku. Memohon ampunan atas yang selama ini aku lakukan.


Seusai sholat aku menangis di pelukan Mas Robi, disaksikan mereka yang masih bersimpuh didalam doa mereka.

"Papi maafkan Mami, Mami telah banyak melakukan dosa besar terhadap Papi. Mami pernah jahat dengan Papi. Karena cinta Mami yang begitu besar dengan Papi, namun Papi seakan dingin ke pada Papi.

Sampai akhirnya Mami tanpa sadar meminta bantuan Dinda untuk ikut bersamanya bertemu dengan Nyai Juminten.

Nyai Juminten yang Mami anggap dia ada, mengikuti segala ritualnya. Mami melakukan ritual ilmu hitam menggunakan Pelet untuk menarik perhatian Papi.

Sehingga Mami sering memberikan minuman yang Mami anggap itu jamu, ternyata hanya berisi tanah kuburan dan bunga kering saja, yang Mami teteskan minyak Pelet ternyata hanya darah busuk dan sampai sekarang Mami masih tidak mengetahui darah apa itu.

Benar kata Papi, terkadang makanan atau minuman Mami berbau anyir busuk, terkadang didalam minuman ada tanah dan bunga keringnya, karena Mami melakukan atas saran Jin itu Pi.

Mami baru tersadar semua disaat Mami kembali lagi setelah sekian tahun tidak kesana, yang Mami lihat hanya tempat pemakaman saja. Mami tidur berhari - hari di pemakaman itu yang Mami lihat pada saat itu pemondokan mewah Pi.

Mami menyesal Pi, ampuni Mami. Dan sekarang Mami siap, seandainya Papi marah dengan Mami karena pernah berniat kotor seperti itu. Dan Papi meninggalkan Mami, kembali ke istri pertama Papi. Mami siap, karena ini yang harus Mami tanggung."

Ku melihat Mas Robi tampak terdiam, ada raut wajah kesedihan padanya. Aku melihat Pak Kyai dan istrinya tampak menggelengkan kepala. Aku menyadari begitu jahatnya aku, begitu buruknya niatku itu. Aku harus siap jika ini memang jalannya, jika Mas Robi meninggalkanku. Aku mencoba siap.

"Pak maaf saya ikut campur, menurut saran saya. Lebih baik bapak coba untuk berfikir terlebih dahulu disaat hati dan kepala dingin, jangan memutuskan sesuatu dengan emosi. Banyak Istighfar mohon petunjuk dari Allah SWT. Apalagi bapak sudah memiliki anak, kasihan jika anak ikut menjadi korban dari semua ini. Saya tahu apa yang dilakukan istri bapak, tidak terpuji. Salah arah, sehingga sampai menjadi demikian, namun selama menjalani tugas seorang istri. Bagaimana kesetiaan istri ke Bapak, begitu perhatian dan sayangnya dengan Bapak. Maafkanlah Istrinya Pak, dan coba berbicara dengan istri pertama Bapak. Jika dia mengerti dan memahami keadaan Bapak, ajaklah dia untuk melakukan ini semata hanya untuk menambah pahala. Istri pertama jika mengikhlaskan suami menikah lagi, dan memaafkannya meskipun suami pernah mengkhianati istri, pahala yang didapatkan istri begitu sangat besar Pak. Cobalah Bapak dan Ibu segera mendatangi Istri pertama Bapak, katakan sejelas - jelasnya. Biarlah istri Bapak yang menentukannya. Karena haram hukum berpoligami jika tidak ada ridho dan restu dari Istri pertama. Saya hanya bisa mendoakan semoga mendapatkan jalan terbaik untuk keluarga Bapak."

Serasa hening, sampai kita melakukan syukuran rumah bersama anak yatim dan masih di pimpin Pak Kyai Ahmad. Mas Robi tampak berbeda, seakan bimbang dengan segala fikirannya.


...................


PELETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang