Dua Tahun telah berlalu, semenjak kelahiran anak kembarku Cika dan Ciko. Rezeki Mas Robi semakin terus mengalir, menggeluti bisnis perkebunan teh yang sengaja dia beli di sekitar perkebunan teh di Villa Bogor, membuka bisnis restoran wisata alam di Bandung, serta membuka kantor cabang ke tiga di Bogor, membuatku tak perlu bekerja lagi.
Aku membantu Mas Robi dalam mengembangkan restoran ini dan membuka Salon dan SPA di kawasan Bandung. Mas Robi sangat menyukai kepiawaianku dalam mengurus semua bisnisnya. Ya dia selalu melibatkan aku, apapun yang dia lakukan selalu meminta saran dan kita bekerja sama dalam mengembangkan semua bisnis ini.
Aku tak pernah melarang Mas Robi untuk melihat istri dan anaknya, terkadang selalu ku menyuruhnya kembali menemui Zahra. Walau terkadang rasa cemburu melihat dia bersama dengan Zahra, namun ku tepis semua demi menambah rasa cinta Mas Robi kepadaku jika aku juga memperhatikan keluarganya.
Dinda masih menghubungiku meskipun tidak sesering dulu kami menjalin komunikasi, dan dia mengetahui jika aku sudah menikah dan memiliki anak, meskipun aku masih menyembunyikan Mas Robi.Aku hanya mengatakan menikah dengan pengusaha saja, dengan lelaki yang jauh diatasku.
Sudah beberapa tahun aku tak pernah kembali ke Jakarta, Mama dan Papa yang terlalu sering mengunjungiku ke Bandung.
Hari ini, terpaksa ku membereskan beberapa pakaian serta tak lupa membawa pakaian yang dikirimkan Dinda untukku. Dua hari lagi Dinda akan menikah, bukan dengan Dimas.Entah bagaimana Dia bisa berpaling dengan lelaki tampan seperti Dimas. Lelaki yang masih disembunyikannya identitasnya.
Berangkat bersama dengan Mas Robi menuju Jakarta, menginap di rumah Mama, tak lupa ku membawa Cika dan Ciko bersama si mbak baby siter anak - anak.
Sehari saja Mas Robi menginap dirumah mama, selanjutnya dia kembali ke rumah Zahra.Bagaimanapun Dinda ponakan Mas Robi, dan aku harus berbesar hati menerima kenyataan jika Zahra masih istri sah Mas Robi.
Meskipun pahit melihat kenyataan jika Mas Robi dan Zahra duduk sebagai penyambut pengantin dengan baju seragam yang sama. Sedangkan aku, aku terpaksa datang membawa ke dua anakku sekaligus si Mbak untuk menjaga Cika dan Ciko yang masih berusia 2 tahun.
Aku memeluk Dinda cukup lama, 3 tahun kita tidak bertemu. Sekali bertemu kita sudah berbeda, dia menikah dan aku sudah memiliki anak. Begitu terheran ternyata yang menjadi suami Dinda tidak lain Mr J, si James. Lalu Dimas bagaimana.?
Aku terheran dan Dinda seakan mengetahui segala pertanyaan di otakku. Dia hanya tersenyum dan tertawa, serta memberikan isyarat untuk tidak pulang cepat. Menunggu sampai acara selesai, okelah lagi pula aku juga masih kangen sama Dinda.
"Mami.. tuh Papi..papi..." Ciko berteriak berlari menuju Mas Robi, diikuti dengan Cika yang ikut berlari ke arah Papinya.
Oh Tuhan, ini tidak bisa dibiarkan. Aku menjerit memanggil si Mbak Dewi untuk segera menggendong Cika dan Ciko. Tak mungkin ku bisa mengejar mereka dengan pakaian yang super ketat dan susah untuk melangkah.
Terlambat, Ciko dan Cika sudah menemui Papinya. Aku melihat Mas Robi tampak kebingungan, malu, dan mencoba untuk menutupi semua.
"Eh anak siapa ini lucunya..." Zahra dengan sigap menggendong Cika, dan Cika tampak senang.
"Iya ya anak sapa ini, ganteng banget." Mas Robi ikut berakting agar tidak ketahuan.
"Papi.. papi.." Ciko dan Cika terus saja memanggil Papinya.
Melihat Mas Robi tampak kebingungan, aku segera menghampiri mereka. Si Mbak tampak bingung melihat suamiku Mas Robi dengan wanita lain. Dan aku mencoba memberi kode ke Baby siter ku, untuk diam jangan banyak bertanya.
"Maaf, Pak.. Ibu.. anak saya mengganggu, mungkin karena anak saya kangen sama Papinya jadi asal lihat Bapak jadi teringat Papinya."Aku mencoba mencairkan suasana mas Robi yang tampak gugup kebingungan.
"Mami ini Papi, Mami Iko mau sama Papi saja." Rengek si kembar membuatku lepas kendali.
"Huss, Papi besok pulang. Dah sini sama Mami dan Mbak Dewi saja. Yuk cari es krim, sapa yang mau." Bujukku.
"Mau..."
Dengan sigap Dewi menggendong si kembar menjauhkan dari Papinya. Aku masih berdiri didepan mereka, antara bingung, grogi, tidak tahu harus bicara apa. Aku berada di depan istri dari suamiku. Dan suamiku berada di antara istri - istrinya.
"Assalamualaikum Pak Robi dan Ibu Zahra, akhirnya kita bertemu lagi, sudah lama ya Ibu tidak bertemu. Bagaimana kabarnya sehat, maaf tadi kelakuan anak - anak saya. Soalnya Papinya jarang pulang, jadi dikira Pak Robi Papinya. Maaf ya Pak dan Bu."Aku berbasa basi ke mereka.
Ku melihat Mas Robi menunduk bingung, dia tidak bisa bicara sepatah kata pun. Bahkan dia tidak berani melihat wajahku. Ada rasa gundah yang menyelimuti hati dan batinnya.
"Wa'alaikumsalam, oh iya tidak apa - apa. Anaknya kembar ya, cantik dan ganteng. Mirip maminya, iya saya bisa mengerti namanya anak - anak. Soalnya saya masih punya anak yang paling kecil. Sama juga waktu itu suami saya jarang pulang, dia suka nanyain Abinya, tapi beruntung sekarang dia sudah umur 8 tahun. Sudah bisa mengerti kalau saya beri penjelasan, soalnya Abinya kan sibuk. Dan baru pulang kemarin ya Abi. Sekarang anaknya biasa aja Abinya pulang."
"Soalnya sudah besar dan mengerti ya Ibu, saya Liana mantan karyawan Bapak. Sahabatnya Dinda, yang waktu ke rumah Ibu mengantarkan bingkisan buat anak bungsu ibu. Masih ingat.?"
"Ya Allah, Liana.. ya ya ya Ibu ingat sekarang, makin cantik aja ya, sudah punya anak juga bentuk badannya tidak berubah. Wah boleh nih kapan - kapan main kerumah lagi. Mumpung Bapak juga ada dirumah. Sekarang tinggal dimana, masih di Jakarta."
"Iya Bu, masih di Jakarta. Maaf Bu, Pak saya permisi dulu. Kasihan si Mbaknya kalau saya tinggal terlalu lama, anak saya sedang aktif - aktifnya. Saya permisi dulu."
"Oh iya mari silahkan."
Aku sedikit berbohong dengan Zahra perihal tempat tinggalku, aku tidak ingin dia mengetahui lebih jauh. Aku hanya melihat Mas Robi melirik ke arahku disaat aku berpamitan memisahkan diri dari mereka.
Mau sampai kapan seperti ini, rasanya aku ingin juga diakui sebagai istri Mas Robi. Bukan hanya Zahra saja, melihat foto keluarga bersama pengantin. Rasanya aku ingin berada foto bersama dengan keluargaku juga Mas Robi, bukannya Zahra dengan anak - anaknya.
Perasaan campur aduk dan bergejolak membuatku tak begitu bisa bertahan terlalu lama di tempat ini, aku meminta ijin dengan Dinda untuk segera pulang. Air mata seakan tertumpah melihat Zahra masih sangat mencintai Mas Robi, terlalu lengket dan romantisnya mereka berdua. Bahkan banyak yang menyanjung pernikahan mereka yang awet sampai sekarang ini.
Aku tidak sanggup, aku tidak tahan. Ku melihat Mas Robi memahami perasaan sakit hatiku, dia ingin ikut pulang bersamaku. Namun apa daya, tangan Zahra terus menggenggam erat jemari Mas Robi. Terlalu sulit melepaskannya, aku pulang dengan rasa kesedihan yang mendalam. Baru kali ini aku merakan kecemburuan yang sangat hebat.
Masih ku menahan segala tetes air mata, sesampai dirumah. Aku menangis sejadinya didalam kamar.Aku tidak mengetahui beginilah rasanya di madu, bukannya ini yang aku inginkan menjadi istri keduanya. Namun mengapa aku tidak bisa menerima segala resikonya.
.....................

KAMU SEDANG MEMBACA
PELET
Misterio / SuspensoKetika cinta merasa bertepuk sebelah tangan terkadang hati dan fikiran akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Bermula dari persahabatan Liana dan Dinda, sampai akhirnya Dinda menceritakan pengalaman mistisnya bertemu dengan wanita sakti be...