LEMBARAN BARU

3.4K 109 1
                                    

Beruntunglah gadis - gadis mas Robi begitu baik, Melly dan Della mereka tampak akrab kepadaku, Edo tampak akrab dengan si kembar Ciko dan Cika.

Kami terlihat kompak meskipun usiaku tidak begitu jauh dengan anak - anak Mas Robi.

Mas Robi mulai membuka hatinya lagi kepadaku, mencoba untuk memaafkan dan melupakan atas semua kesalahanku itu.

Hanya Doni yang tampak tidak begitu akrab, aku tahu dia masih menyimpan rasa kecewa. Namun tak pernah aku hiraukan, biarlah dia seperti itu sampai pada waktunya dia akan bisa menganggap aku ada.

Rumah di Bandung terpaksa kami sewakan, karena aku memilih tinggal di rumah Mas Robi yang di Jakarta.

Simbok dan Dewi masih aku perkerjakan dan tinggal bersama kami di Jakarta.

Meskipun rasa bersalah menutupi segalanya dengan mereka, mungkin inilah Takdir Tuhan. Mengubur masa lalu yang kelam, dan membuka lembaran baru bersama.

Semenjak sering mengikuti pengajian bersama Bunda Fatimah, Jakarta - Bandung sudah terasa begitu dekat, aku sering bolak balik kesana.

Beruntunglah Mas Robi sangat mendukung atas perubahanku.


Berpakaian dengan menutup aurat yang dulu aku mencacinya, merasa gerah jika berpakaian panjang, terlalu mengubar aurat dan membanggakan body sexy ku. Sekarang rasanya menunjukkan sehelai rambutku kepada lelaki lain, terasa malu dan takutnya diriku.

Begitu banyak dosa dan kesalahan yang aku lakukan, aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

Mencoba memperbaiki segalanya setidaknya dosa - dosaku tidak terus bertambah.

Selama mengikuti pengajian, baru kali ini aku dipersilahkan bunda Fatimah untuk mengisi pengajiannya. Terasa gugup dan bingung, aku belum mempersiapkan materi apapun. Namun semua mata tertuju padaku, dan ku melihat Mas Robi yang selalu setia mengantarku pergi ke padepokan Al Hidayah. Dia tersenyum dari kejauhan, mengangguk dan memberikanku semangat agar aku bisa.

Entah mengapa di pikiranku terbesit kata PELET. Pelet gaib yang aku alami, mulai ku menceritakan kepada mereka. Tentang apa yang aku alami.

Mereka mendengarkan penuh seksama, terkadang aku melihat tatapan mata tajam seakan menyayangkan dengan keputusan jahatku, namun setelah aku menceritakan sampai selesai. Mereka menangis terharu, memujiku dengan keputusanku yang ingin bertobat.

Riuh tepuk tangan serta pujian yang aku dapatkan, aku sangat tersentuh. Masih banyak ternyata yang sayang denganku, meskipun aku pernah melakukan hal yang tidak terpuji.

Bagaimanapun lakukan semua hal atas perintah Allah SWT, jangan sekali - kali kita memiliki niat melakukan hal dengan cara yang tidak baik, terutama bersekutu dengan bangsa Jin.

Beruntunglah diriku masih diberi kesempatan untuk bertobat, namun jika tidak. Apabila Allah mencabut nyawaku dengan keadaan aku masih bersekutu dengan Jin. Penyesalan apa lagi yang harus ku lakukan, jika sudah di akhirat semua pintu maaf akan tertutup, mungkin aku tidak bisa diterima dibumi maupun di langit, Allah masih sayang padaku, memberikan kesempatan padaku untuk bertobat dan mengakhiri semua itu meskipun jalan yang aku dapatkan dengan cara seperti ini.

Bunda Fatimah menyanjung atas keberanianku memberikan inspirasi kepada mereka semua. Disaat aku bersalaman hendak pamit pulang ke Jakarta bersama Mas Robi, ada salah satu wanita paruh baya mendatangiku.

"Maaf sebelumnya Teh, saya Ibu Suci. Sebenarnya sudah lama ikut di pengajian Bunda Fatimah, namun kali ini saya terkagum dengan isian kajian yang disampaikan Teh Liana. Kalo boleh saya meminta ijin kepada Teteh, boleh tidak teteh mengisi kajian dengan topik yang tadi. Kebetulan saya tinggal di Bekasi, Jakarta dan Bekasi kan tidak terlalu jauh kan Teh. Karena banyak ditempat saya warganya suka melakukan ritual begitu untuk pesugihan gitu Teh, mana tau dengan ceramah dari Teteh membuka mata hati mereka biar cepat sadar dan bertobat. Teteh mau minta bayaran berapa, InsyaAllah saya berikan."

Aku hanya tersenyum dengan permintaan wanita paruh baya itu.

"Maaf ibu, bukannya saya tidak mau. Saya bukan ustazah, ilmu agama saya juga masih kurang. Saya hanya menceritakan berdasarkan pengalaman saya, Ibu bisa mengundang Bunda Fatimah saja yang lebih memahami agama dari pada saya. Saya takut salah jika dalam berbicara terutama menyangkut agama. Maaf ya Ibu, dan saya tidak perlu dibayar. Karena saya disini tidak meminta bayaran apapun, hanya senang bisa berbagi pengalaman saja."

"MasyaAllah Teh, udah cantik, baik, rendah diri lagi. Tidak apa - apa Teh, saya juga sudah mengundang Bunda Fatimah, tapi saya minta Teteh datang bersama Bunda Fatimah ya Teh. Saya mohon.. biar warga saya banyak yang bertobat."

Aku terdiam, bingung menjawab permintaan Ibu Suci. Melihat keraguanku Bunda Fatimah yang menjawabnya. Dia menyanggupi dan mencoba untuk datang bersama ku.

Semenjak mengisi acara pengajian ini, aku sering diundang di acara pengajian. Mas Robi terus mendukung dan mensuportku. Bahkan aku pernah mengisi acara pengajian di salah satu stasiun TV swasta.

Banyak yang menyukai pengalaman yang aku alami ini, ya sampai akhirnya para gadis Mas Robi mendengarkannya, mereka tampak begitu simpatik denganku. Simpatik akan diriku yang segera bertobat dan merubah sesuatu hal yang buruk menjadi manusia yang jauh lebih baik.


.............


PELETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang