Bidadari Bernama Tari

5.5K 216 6
                                    

 Aku mengempaskan tubuh Tari dan membuatnya berbaring di sofa. Sebelum melangkah menuju dapur, aku menatap perempuan itu lekat. Betapa seksi dirinya, tetapi aku bukan suami untuk dia. Kuhela napas panjang, lalu ke dapur untuk mengambil sebotol minuman dingin.

Sampai di dapur, aku melihat botol wine tergeletak di atas meja. Oke, apa yang aku pikirkan tentang kejadian ini ternyata benar. Mungkin Tari salah minum? Ah, tidak mungkin juga, bukan? Atau jangan-jangan ia penasaran dengan rasa anggur? Ah, masa seperti itu?

Dengan segera aku kembali ke ruang depan. Tari masih saja bergumam tak jelas sambil menyebut-nyebut namaku.

Aku menggelengkan kepala, lalu kembali meraih tubuh Tari untuk membantu ia menuju kamarnya. Cukup berat juga tubuhnya. Aku pikir dia sudah banyak berubah semenjak pertama bertemu denganku.

"Andra ...."

Aku lepaskan tubuh Tari di atas tempat tidur, ia sudah ngantuk dan tidak berdaya, tetapi terus saja menggumamkan namaku sedari tadi.

Kutarik selimut dan menelungkup tubuh perempuan tersebut sampai leher. Aku ingin mengecupnya, sungguh. Namun, tentu saja tak bisa kulakukan. Bagaimana jika aku khilaf dan melakukan sesuatu lebih dari itu?

Ah, meski begitu, aku menatap wajah perempuan yang tengah memejamkan mata tersebut dengan lamat, lalu sedikit menunduk dan akhir mengecup keningnya dengan hangat. Hanya beberapa detik, lalu aku beranjak pergi. Namun, sebuah tangan menarik lengan kananku dengan lugas. Aku menoleh ke belakang dengan segera. Tari membuka mata dan tersenyum begitu lebar.

"Makasih, Sayang," ucapnya begitu pelan.

Aku segera menjejak ke kamar sambil memampang senyum yang tak dapat kutahan untuk tergores di wajah.

------

Pukul 10.00 pagi, baru kali ini Tari belum juga bangun. Biasanya, ia selalu bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan sarapan untukku. Kali ini, aku terpaksa mengganjal perut yang keroncongan dengan segelas susu putih dan roti tawar.

Tapi, wajar saja karena kemarin malam Tari meminum alkohol yang sengaja kusediakan untuk diri sendiri dan kadang meminumnya saat pikiran sedang tidak menentu.

Beberapa menit menghabiskan roti yang telah kuolesi dengan selai rasa nanas, Tari muncul dengan wajah kusut dan rambutnya berantakan karena baru saja bangun dari tidur.

Aku menatap perempuan tersebut dengan heran. "Berantakan sekali," ucapku pelan.

Tari belum menggubris ucapanku, ia lantas membuka lemari es dan mengambil minum. Ia teguk pelan. Setelah selesai, ia menatapku dengan sungkan.

"Ada apa?" tanyaku kemudian.

"Kamu ...." Nada Tari merendah. Ia tak berani menatap langsung kedua mataku.

Aku menyipitkan mata, meneliti ekspresi perempuan yang beberapa meter di meja makan.

"Kamu apain aku kemarin malam?"

Pertanyaan Tari seketika membuatku terlonjak kaget. Astaga, aku langsung merasa seperti seseorang yang dengan tega merenggut kesuciannya saat ia dipengaruhi oleh minuman beralkohol.

"Aku? Nggak, aku nggak ngapa-ngapain kamu. Memangnya kenapa kamu nanya seperti itu? Aku malah bingung kenapa kamu bisa sampai mabuk seperti kemarin malam," jelasku masih meneliti raut wajah Tari.

Perempuan tersebut mengembuskan napas. Ia tampak lega kemudian. "Aku pikir kamu ... ngambil kesempatan dalam kesempitan." Tari pun tertawa renyah. Ekspresi cerianya kembali seperti semula.

"Ya, nggaklah."

"Maaf, aku nggak tahu kalau yang aku minum ternyata minuman alkohol."

Sudah kuduga bahwa ia tidak tahu minuman tersebut mengandung alkohol.

I AM YOUR BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang