Yang Mati dan Hilang

6.4K 276 4
                                    

 Nadia di meja sebelah bersama dengan kedua orang tuanya dan entah siapa lelaki yang juga hadir di sana bersama dua orang—pria paruh baya serta wanita paruh baya. Mereka tampak berbincang-bincang, tetapi lantas Nadia malah menatap ke arahku dengan lamat. Yang dia pahat di wajahnya hanya ekspresi sendu. Seolah wajah itu sedang mengajakku berbicara, memintaku untuk melakukan sesuatu. Entahlah.

"Tari, ayo kita pergi dari sini!" Aku bangkit tanpa merespons pertanyaan Tari. Kugapai tangan perempuan di hadapan dan mengajaknya menjauh dari restoran tempatku berada.

Namun, ketika menoleh ke belakang untuk memeriksa Nadia, perempuan tersebut tidak lagi di bangku tadi. Ke mana dia? Aku lantas menghentikan langkah dan sadar bahwa tangan Tari masih melekat di genggamanku.

"Oh, maaf. Saya tidak sengaja," ucapku sambil membuang pandangan ke sembarang arah.

"Nggak apa-apa. Kita ... jadi pulang?" tanyanya kemudian.

"Iya." Kunggukkan kepala. Akan tetapi, ketika mulai menjejak, entah dari mana datangnya perempuan tersebut. Nadia menghadangku ketika akan melangkah.

"Lo nggak boleh pergi, Ndra," tandasnya sambil membentangkan kedua tangannya ke samping.

"Nadia! Bagi saya, kamu sudah mati! Minggir kamu, dan jangan halangi saya!"

"Nggak, Ndra. Lo nggak bisa gitu aja ngelupain gue. Gue yakin kalau elo pasti masih nyimpan semua kenangan kita. Iya, kan?!" Nadia bernada cukup tinggi.

Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Kenangan? Saya tidak punya kenangan sama kamu, Nadia. Saya sudah membuangnya ke laut, habis dimakan ikan! Dan bagi saya, kamu hanya orang mati yang mencoba kembali hidup di pikiran saya."

Nadia cukup diam mendengar pernyataanku. Ya, dialah yang pernah mengatakan bahwa semua tentang kami sudah ia buang ke laut. Dan sekarang, aku kembalikan lagi kata-katanya itu. Cukup sakit, bukan?

"Itu yang saya rasakan ketika kamu tidak menerima siapa diri saya, Nadia! Dan sekarang, saya tidak bisa kembali. Saya sudah punya tunangan. Dia." Aku menoleh ke arah Tari, terpaksa harus melakukan hal ini agar Nadia segera enyah dari hadapanku.

Namun, yang terjadi, Tari tampak kaget saat ucapanku menyambar telinganya. Aku tak peduli, lantas kuraih lengannya, menyatukan telapak tanganku dengannya. Aku tahu Tari tidak mampu menolak dan ia membiarkan tangan kami menyatu.

Nadia menatap lamat ke arahku, kemudian berganti ke arah Tari. Ia kerutkan dahi, meneliti setiap dari kami, lalu turun ke tangan kami yang saling bertautan.

"Nggak. Kalian bukan pasangan," tandas Nadia begitu yakin dengan ucapannya.

"Saya tidak peduli kamu percaya atau tidak!"

Segera kulangkahkan kaki, coba menerobos pertahanan Nadia. Namun, lugas ia raih tangan kiriku, kemudian menahanku dengan kuat.

"Apa-apaan kamu, Nadia!" Emosi dalam benak mulai terbakar. Nada bicaraku tak lagi biasa-biasa saja. Bahkan, aku mengayun tanganku yang digenggam Nadia agar perempuan tersebut melepaskannya.

Beberapa pengunjung restoran pun menatap ke arah kami. Baik, aku tidak akan mendramatisasi di tempat seperti ini, lantas kutinggalkan perempuan yang merupakan mantan kekasihku itu.

Sampai di tempat parkir restoran, tanganku ternyata masih menempel dengan tangan lembut Tari. Hal itu aku sadari saat membukakannya pintu mobil dan memintanya segera masuk.

"Oh, maaf, maaf," ucapku yang dengan segera melepas tangan dengan jari-jemari mungil tersebut.

-----

Setelah Lina menelepon bahwa ada seorang pria ingin menemuiku, aku memintanya untuk membawa orang tersebut ke ruanganku. Beberapa menit menunggu, pintu ruangan diketuk dan itu pasti Lina bersama orang yang ingin menemuiku.

I AM YOUR BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang