Pelarian

5.6K 244 4
                                    

 "Hahahaha! Keras juga suara pistol lo, Mat! Eh, jangan bikin orang dua di dalam kaget."

"Ah, biarinlah. Kita, kan, diminta membereskan dua orang itu kalau sampai macam-macam."

"Oh, iya. Ini udah sepuluh menit. Ayo kita balik bawa orang itu ke Bos."

Bisa kudengar percakapan mereka dari dalam ruangan bersama Tari. Ternyata suara tembakan yang baru saja terdengar adalah ulah mereka berdua. Ya, aku sempat berpikir bahwa mereka seperti ingin menghabisi kami tanpa alasan. Namun, mana mungkin. Keberadaanku sangat penting bagi atasan mereka.

Kini, keduanya terdengar melangkah ke arah ruangan. Aku masih membaringkan kepala di pangkuan Tari. Berpura-pura tidur. Ini sebuah taktik yang sudah kupikirkan semenjak tiba di ruangan.

"Kamu diam. Saya akan lepaskan tali-tali di tubuh kamu."

Jantungku berontak. Ini saat-saat yang menegangkan bagiku. Sambil berpura-pura tidur, tanganku mencoba membuka tali-tali yang mengikat tangan dan kaki Tari.

"Eh, Bos! Waktu lo udah habis. Sekarang lo harus balik ke bos kami," ucap salah satunya.

Tak kuhiraukan sembari terus berusaha membuka tali yang cukup keras dan tebal. Meski begitu, ikatannya tidak terlalu rapi dan erat, jadi mudah untuk dilepaskan.

"Eh, lo nggak denger kita ngomong?! Lo harus balik! Cepet!" ucapnya lagi.

Aku masih bergeming. Sedikit lagi tali yang mengikat kaki Tari terlepas dengan kursi. Untuk tangannya, aku tidak terlalu khawatir karena tidak diikat pada kerangka kursi. Sepasang tangannya hanya diikat ke belakang saja.

"Budek ini orang."

Derap langkah mereka terdengar lebih dekat. Keduanya berusaha memeriksa. Jantungku semakin berontak. Sepertinya mereka sudah berdiri tepat di belakangku. Sebuah tangan kurasakan menyentuh punggung.

"Woi," ucapnya pelan sambil berusaha mencolek-colek punggungku.

Aku tetap senyap meskipun ia sudah berusaha beberapa kali.

Tak lama kemudian, aku coba mengambil napas dalam, menyiapkan diri untuk melakukan sesuatu.

"Wo—"

Dengan lugas kutolehkan kepala ke arah lelaki gondrong. Tangannya yang memegang senjata terulur, seketika kutarik lengan tersebut dan memelintirnya hingga pistol terjatuh di lantai.

"TARI! LARI! KELUAR DARI SINI!" teriakku sambil masih memegangi lengan lelaki tersebut.

Aku tahu lelaki yang satunya membelelak. Akan tetapi, begitu Tari berdiri dengan tangan yang masih terikat di belakang punggung, ia berlari sekuat tenaga dan menabrak lelaki yang berdiri di samping pintu. Perempuan itu sempat terjatuh, tetapi ia kembali bangkit dan berlari keluar.

Tuhan, aku mohon selamatkan dia.

Setelah melihat Tari keluar dari ruangan, aku menarik kembali lengan lelaki gondrong. Memelintirnya lebih keras, lalu menghantam wajahnya penuh emosi.

"BIADAB! RASAKAN INI!"

Sampai akhirnya tergeletak di lantai, dengan cepat aku mengambil pistol di samping tubuhnya yang tengah meronta kesakitan. Setelahnya, aku berusaha keluar dari ruangan, tetapi lelaki yang bersimpuh di samping pintu meraih kaki kananku, menahannya cukup bertenaga.

Tentu, aku tidak tinggal diam, lantas menginjak tangannya dengan kaki kiri. Akhirnya terlepas, aku pun melanjutkan pelarian, mengejar Tari yang entah langkahnya sudah sampai mana.

Melewati gang-gang sempit, sesekali aku menoleh ke belakang. Mereka mengejar.

Sialan! Aku tidak hafal jalan di gang ini. Di depan ada sebuah belokan ke arah kanan dan kiri. Meski tak tahu akan tiba di mana, aku memutuskan mengambil jalan ke arah kanan.

I AM YOUR BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang