Saat membuka mata, bangun dari tidur di sofa, aku telah terselimuti oleh sehelai kain tebal bermotif bunga. Hal pertama kali yang terlintas di pikiranku ialah, bahwa ini pasti perbuatan Tari. Aku tahu sebenarnya ia sangat ingin menyudahi kecanggungan di antara kami. Namun, mungkin saja ia tidak tahu caranya. Meski kecewa, ia tetap melayani diriku sebagai seorang suami, menyiapkan sarapan, serta berusaha memberikan kasih sayang yang tulus.
Buktinya, ketika aku melangkah ke dapur, di meja makan sudah tersedia beberapa makanan untuk sarapan. Akan tetapi, Tari tak hadir di sini. Ia masih saja mengurung diri dan berpuasa bicara denganku. Aku mungkin harus lebih berani untuk menyudahi pertengkaran di antara kami.
Aku menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhku. Namun, di luar pintu kamar mandi, aku menemukan Tari yang tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk. Sementara itu, tubuhnya juga hanya terbalut handuk putih.
Aku cukup tersentak melihat hadir sang istri. Kutatap dirinya dengan lamat. Tari pun sadar dengan kehadiranku yang kemudian menghentikan aktivitasnya tersebut. Wajahnya tanpa ekspresi.
"Sayang. Maafin aku," ucapku dengan menyesal.
Tentu saja, aku sangat ingin mengakhiri kecanggungan ini. Tak enak rasanya berlama-lama dibalut suasana yang memberikan dampak buruk bagi keharmonisan hubungan kami.
"Aku salah."
Kulangkahkan kaki lebih dekat pada sosok Tari meskipun dirinya beringsut mundur sambil menundukkan wajahnya.
Dengan segera aku meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya dengan amat sangat erat, lalu berkata, "Aku salah. Maafin aku. Maafin aku, Tari. Aku janji kita akan pulang ke Indonesia."
Setelah mengatakan hal tersebut, Tari mengangkat wajahnya. Ia tarik napasnya pelan, lalu mulai berucap, "Aku maafin."
Aku semringah kala jawaban Tari mencapai telingaku. "B-beneran?" tanyaku untuk memastikan.
"Asal kamu janji kita pulang secepatnya ke Indonesia dan kamu lupakan semua tentang Mba Asyifa maupun Pak Hartono."
Kuraih tangan Tari yang satunya sambil menggores senyum lebar. "Aku janji, Tari. Kita akan pulang ke Indonesia secepatnya."
Sang istri mengangguk.
"Semua karena aku nggak mau kehilangan kamu, Ndra. Kamu ingat kalau aku pernah hampir kehilangan kamu sebelum kita menikah? Dan aku nggak mau hal itu terjadi lagi. Aku sayang dan cinta sama kamu."
Setitik cairan bening telah menggantung di netra sang perempuan dengan sejuta pesona. Aku sangat memaklumi akan perasaannya. Jika aku berada di posisi sang istri, aku mungkin juga akan melakukan hal yang sama karena saking sayangnya.
Aku mengerti karena cinta, seseorang bisa menangis dan tertawa. Seseorang bisa kecewa dan semringah karena lima huruf yang mengandung banyak makna. Semua orang paham dengan cinta, tetapi sedikit orang yang paham bahwa benci itu sebenarnya tidak pernah ada.
"Aku tahu kamu sangat dendam sama Mba Asyifa dan Pak Hartono. Aku tahu juga kamu nggak mungkin ngelakuin hal jorok seperti di foto itu, Ndra. Aku tahu semuanya karena kamu orang yang baik. Kamu suamiku, Ndra. Kamu suami aku dan aku wajib mengingatkan kamu." Akhirnya tumpah menggenang cairan bening dari netra teduh sang istri.
Dia begitu berharga bagi hidupku. Ia seorang perempuan yang kehadirannya tak pernah dapat tergantikan oleh siapa pun. Dia Tariku yang selalu peduli dan perhatian kepada sesosok suami keras kepala dan mudah mendendam sepertiku. Dia penerangku acap kali diri ini melalui lorong yang pekat.
Langsung kupeluk Tari dan tak mau kulepaskan hingga bebera menit. Aku benar-benar rindu akan momen saat tubuhku menyatu dengan tubuhnya.
"Bau," ucapnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM YOUR BOSS
Romance[Sudah pindah ke KaryaKarsa. Klik tautan di profil saya untuk membaca bab selanjutnya] Andra yang pernah ditinggal kekasih ketika kemiskinan materi melanda hidupnya, akhirnya berjuang memperkaya diri. Enam tahun perjuangan yang melelahkan membuat ia...