Maafkan Aku, Sayang ....

6.1K 219 1
                                    

Setelah Rasyid membagikan lokasinya melalui aplikasi WhatsApp, aku segera menuju tempat tersebut yang katanya merupakan tempat Hartono akan melakukan transaksi. Ya, Rasyid memang sudah bekerjasama dengan temannya yang seorang polisi untuk melacak tua bangka itu dengan segala macam cara.

Tari, maaf. Aku ternyata lebih memilih untuk menciptakan ketenangan antara kita dengan meringkus Hartono dan memenjarakannya.

Aku tahu perbuatanku telah mengingkari janji pada Tari, tetapi ini yang terbaik menurutku agar mereka tidak lagi mengganggu ketenanganku bersama perempuan yang sangat aku cintai. Aku sudah melihat bagaimana air mata bersimbah di wajahnya, ketakutan menyelimuti, serta rasa trauma menikam dirinya, dan itu membuatku harus membalas semua perlakuan Hartono dan Asyifa.

Beberapa jam mengendarai dengan kecepatan tinggi, aku sampai di sebuah bangunan kumuh di dalam sebuah kampung. Tidak, ini bukan lokasi yang mana pernah mereka jadikan tempat untuk menyekap Tari. Tempat ini jauh lebih tersembunyi di dalam sebuah gang kecil sementara perumahan warga sangat jarang sekali.

Aku melangkah pelan sambil memperhatikan aplikasi maps di ponsel, mencari keberadaan Rasyid dan temannya. Ketika menghadap depan, aku melihat sosok Rasyid yang tengah bersembunyi pada tumpukan bata yang ditata beberapa meter, cukup untuk menutupi tubuhnya. Aku menghampiri Rasyid dengan amat sangat pelan.

Kedua pria itu memang sedang mengamati keadaan di dalam bangunan yang lampunya remang-remang. Pintu depannya sedikit terbuka, tetapi sekitar dua orang tampak mondar-mandir, sepertinya berwaspada menjaga bangunan itu dari segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Bagaimana?" tanyaku setelah berada di belakang Rasyid sambil menunduk menyembunyikan kepala di balik tumpukan bata.

"Semua berjalan sesuai yang diprediksi, Pak," jawab Rasyid berbisik di telingaku.

Sedangkan, teman Rasyid yang merupakan anggota kepolisian itu, aku lihat tetap waspada tanpa membiarkan lengah sedikit pun merusak fokusnya. Lelaki berambut cepak tersebut memegang pistol dengan kedua tangan, menghadapkan selongsong ke bawah.

"Pak. Ini senjata untuk Anda jika nanti terjadi sesuatu yang buruk. Saya yakin Anda bisa melindungi diri Anda sendiri."

Aku mengangguk menyetujui perkataan Rasyid sembari mengambil Stun Gun dari tangan Rasyid.

"Untuk sementara ini, kita tetap di sini, Pak, sampai Hartono terlihat."

Kesekian kalinya aku mengangguk, kemudian ikut mengawasi bangunan kumuh tersebut.

Di sela-sela fokus yang mengikat diri, ponsel di kantong celana kurasakan bergetar beberapa kali. Aku mengabaikannya dan terus fokus pada target.

Puluhan menit menanti dengan kaki dan punggung yang sudah terasa kesemutan, seseorang mulai keluar dari bangunan. Seorang lelaki cebol dengan topi koboi berwarna hitam dan mengenakan jas hitam. Ia membawa koper di tangan kanan. Pria paruh baya tersebut pun berinteraksi dengan pria plontos mengenakan jaket kulit. Keduanya tertawa, cukup memekakkan. Entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti di antara mereka ada dua pria yang memegang senjata api AK-47.

Tak lama kemudian, pembicaraan keduanya terhenti ketika tua bangka itu datang-Hartono. Ya, akhirnya ia menampakkan diri juga.

"Kita siap-siap," ucap teman Rasyid yang mengenakan rompi polisi.

"Sebentar. Pak, ini rompi. Pakailah."

Aku segera mengenakan rompi anti-peluru yang diberikan oleh Rasyid. Setelah selesai, polisi yang merupakan teman Rasyid melangkah keluar dari balik tumpukan bata.

"Jangan bergerak! Kalian sudah tertangkap basah!"

Tidak bisa kumungkiri bahwa dada ini berontak hebat. Ini pertama kalinya aku ikut dalam misi penangkapan seorang buronan narkoba yang jaringannya sudah dikenal merembes ke mana-mana. Memang ini tindakan yang sangat bahaya, tetapi tak apalah asalkan aku bisa hidup tenang dengan Tari.

I AM YOUR BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang