Senyum yang Hangat

5.7K 271 3
                                    

 Sebenarnya, orang-orang tidak perlu repot mengurusi hidupku. Toh, tak ada manfaatnya bagi mereka. Namun, aku tahu ini semua adalah ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku mungkin telah banyak melakukan dosa. Telah banyak menyakiti orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Aku yakin ini adalah ganjaran yang setimpal, yang Tuhan berikan untukku.

Meski begitu, seburuk-buruknya pengalaman, pasti menyimpan sebuah hikmah di baliknya.

Pagi harinya, aku memutuskan untuk mengunjungi kantor. Memang, sampai di gedung tersebut, banyak sekali wartawan dan jurnalis yang berkerumun menantiku untuk mendapatkan kejelasan tentang masalah Asyifa dan perusahaanku.

"Damar, keluarlah. Saya di tempat parkir. Temani saya masuk ke gedung, di sini banyak sekali wartawan yang berkumpul," ucapku pada Damar melalui panggilan telepon.

Tak lama menunggu, Damar terlihat sedang berjalan ke arah mobilku. Ia kemudian berdiri di samping menungguku keluar.

Agak malas diri ini berurusan dengan media, tetapi jika tidak diladeni, maka mereka pasti akan menulis dan menerbitkan berita yang tidak-tidak tentangku. Aku akan memberikan kejelasan kepada mereka terkait masalah ini. Asyifa sudah membohongi mereka dengan dalih aku adalah tersangka dari kehamilannya.

"Pak! Pak!"

Melihatku yang tengah melangkah di belakang Damar, para wartawan langsung mendekati, menyerbu hadirku. Mengacungkan microphone, alat perekam suara, ponsel, dan sebagainya.

"Pak, apakah benar Anda telah menghamili seorang wanita yang belum sah menjadi istri Anda?"

"Pak. Saya mendengar isu bahwa perusahaan Anda sedang dalam keadaan yang tidak stabil. Apakah benar para investor telah menarik saham mereka dari perusahaan Anda?"

Segudang pertanyaan seperti itu terus dilontarkan. Aku terus melangkah, niatku ingin masuk ke gedung dan nanti akan menjelaskan kepada mereka. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu sudah lebih dulu memancing amarah di benak.

"Pak? Bagaimana tanggapan Anda?"

"Dengar, ya, kalian semua. Saya tidak pernah menyentuh wanita itu sedikit pun."

"Lalu, bagaimana Anda menanggapi pernyataan Mba Asyifa yang bahkan videonya sudah tersebar—"

"Saya tidak perlu menanggapi wanita itu! Untuk apa? Dia gila. Dan saya tidak meladeni orang gila seperti dia! Dan cukup, biarkan saya masuk."

Meski mengatakan hal tersebut, mereka terus mengejar. Namun, ketika masuk ke gedung, aku dan Damar langsung menuju ruanganku.

Saat di pintu masuk ruangan, aku menghentikan langkah dan membalikkan badan ke arah Damar.

"Jadi, kita sudah tidak punya satu pun investor, Damar?"

Damar mengangguk, kemudian buka suara, "Sumber daya kita juga sudah menurun, Pak. Tapi, saya belum tahu pagi ini. Yang jelas, saya mendengar laporan dari Lina, banyak yang menelepon dan ingin memutuskan jalinan kerjasama. Para pekerja juga sudah pulang beberapa jam yang lalu, Pak."

Aku mengambil napas dalam. Benar-benar berat ujian ini. Semua keputusan sekarang ada di tanganku apakah perusahaan ini akan berlanjut atau tidak.

"Ya, sudah. Begini saja, kamu pulanglah. Untuk sementara, kosongkan gedung ini. Beritahukan juga kepada yang lain yang masih ada di sini, kalian saya liburkan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Buatlah surat-suratnya. Keadaan ini sudah benar-benar genting, Damar. Saya akan coba mengurus semuanya dari sini."

Damar mengangguk paham, lalu berjalan kembali menuju ruangannya untuk melaksanakan apa yang aku titahkan. Sedangkan, aku masuk ke ruangan untuk sejenak duduk dan berpikir keras.

I AM YOUR BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang