19. Holiday

153 11 2
                                    

"Fir, hari ini mau kemana?"

"Dit, pingin nggak, sih, ke pantai, gitu?"

"Jadi tuan putri mau ke pantai." Dia tahu aku suka dipanggil seperti itu.

"Apaan sih kamu, pakai tuan putri-tuan putri segala. Iya aku pingin pergi ke pantai, lihat ombak ataupun orang-orang yang berjemur."

"Kenapa nggak di sini aja? Diam berdua sama aku." Dia juga tahu kalau sebenarnya aku tidak terlalu suka air, dia tahu aku pernah tenggelam dan hampir membenci pantai.

Aku tahu dia berusaha melindungiku. Aku bahkan tidak tahu kenapa tiba-tiba aku ingin pergi ke pantai dan melihat air laut. Awalnya aku malah meminta untuk naik kapal laut, tapi hendak kemana kami ini? Akhirnya aku hanya diizinkan berkunjung ke pantai saja oleh ibu dan oleh Aditya.

* * *

Hari ini kami pergi ke pantai seperti permintaanku beberapa hari yang lalu. Hanya aku dan Aditya, pakai mobil milik Aditya. Kami mengunjungi pantai yang dekat tapi bukan Pantai Ancol, hehe. Kami sudah memasukkan semua barang-barang yang kami butuhkan selama di perjalanan. Semoga semuanya berjalan lancar, dan kami bisa sampai di rumah lagi dengan selamat.

Aditya masuk ke mobil dengan pakaian santainya seperti biasa-pakaian yang biasa dipakai cowok dalam keadaan dan kegiatan apapun. Aku memakai sebuah dress pendek di atas lutut berwarna biru. Rambutku kukuncir dengan model ekor kuda tetapi hanya sebagian.

"Udah siap semuanya? Kamu bawa mukena nggak?" Tanyanya, karena sekali lagi ia juga tahu kalau aku ini orangnya pelupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah siap semuanya? Kamu bawa mukena nggak?" Tanyanya, karena sekali lagi ia juga tahu kalau aku ini orangnya pelupa.

"Sudah. Mukena juga sudah kubawa." Jawabku sambil menunjukkan mukena pink kesayanganku yang selalu kubawa bahkan kadang kubawa saat aku sedang tidak salat.

Tapi, sesaat ia ragu dan terlihat menimbang-nimbang permintaan anehku ini. "Ibu kamu gampang banget ngasih izin kamu buat pergi ke pantai berdua sama aku?"

"Itu artinya ibu percaya sama kamu, Dit. Jadi, tolong jangan kecewain ibu, ya." Lalu ia mengangguk. Kami pergi berdua saja, benar-benar berdua.

Aku selalu berpikir, apakah mengajak Aditya berlibur ke pantai adalah suatu ide yang baik untuknya? Dan apakah ia akan nyaman selama bersamaku dan meninggalkan teman-temannya sementara waktu? Aku harap semuanya akan baik-baik saja dan dia bisa menikmati waktu-waktu bersamaku. Apa akan baik kalau seumpama aku memberinya kejutan saat di pantai nanti? Atau aku harus bagaimana selama di sana? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dan menghantui kepalaku si sepanjang perjalanan. Aditya melirikku, dan aku buru-buru menyuruhnya fokus menyetir saja. Aku takut fokusku hilang karena dipandang Aditya.

"Kamu diem aja, kenapa, sih? Tumben, biasanya juga cerewet, Fir."

"Eh, enggak. Cuma lagi kepikiran sesuatu aja."

"Apa? kepikiran aku?" Tanyanya sambil melirikku

Aku melotot karena sekali lagi pandangan Aditya jatuh kepadaku, dan bukan ke arah jalanan yang sedang kita lalui.

SegitigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang