"Kayaknya Vicky udah curiga sama aku deh." kata Nino sambil melepas jepit rambut yang menempel di rambut palsunya, tapi Fana mencegahnya melepas jepit rambut itu. Saat ini mereka berempat sedang berada di mobil menuju rumah Fana.
"Jangan dilepas! Nanti aja kalo udah sampe di rumah." cegah Fana kepada Nino. Nino memberengut, rasanya gerah memakai rambut palsu ini. Sherly yang duduk di kursi penumpang depan menengok ke arah Fana dan Nino.
"Iya, aku juga ngerasa kalo tadi Vicky itu ngeliatin Nino dengan tatapan curiga gitu. Gimana nih girls?" sahut Sherly merasa khawatir.
"Kamu sih No, jangan terlalu takut kalo ngeliatin orang. Nanti mereka malah curiga sama kamu." saran Cindy sambil terus berkonsentrasi menyetir mobilnya.
"Ya aku kan juga harus waspada Cin, gimana kalo ternyata itu mereka familiar sama wajahku?" bela Nino kepada dirinya sendiri.
"Kamu emang harus selalu waspada No, kayak kamu waspada sama keberadaan polisi dimana-mana. Tapi nggak seharusnya kewaspadaan kamu itu terlalu mencolok dihadapan orang-orang" kata Fana lembut. Nino mencerna kata-kata itu dengan baik di otaknya, kemudian mengangguk pelan.
Selang beberapa menit, sampai lah Fana dan Nino di rumah. Kali ini Sherly dan Cindy tidak bisa mampir terlebih dahulu karena ada urusan lain. Cindy berencana untuk memutuskan Rio dan Sherly berencana untuk memandikan kucingnya tersayang yang di beri nama Emy. Sampailah Sherly di depan rumahnya, melambaikan tangannya ke arah mobil Cindy yang kemudian melaju ke rumah Rio.
"Lama banget sih?" tanya Rio kepada Cindy yang baru saja duduk di sofa ruang tamu rumah Rio.
"Sorry, tadi agak macet." jawabnya singkat.
"Ya udah" kata Rio memaklumi, "Jadi kamu mau ngomong apa sebenarnya?"
"Aku mau kita putus, aku ngerasa kita itu nggak cocok." ujar Cindy dengan santai. Seolah kalimatnya itu tidak akan memberikan efek serangan jantung bagi Rio.
"Kenapa? Ada yang salah? Kalo emang aku punya salah, ngomong! Kasih aku kesempatan untuk berubah, Cin." Rio memijat dahinya frustasi.
"Sorry Rio, tapi ini keputusan yang terbaik." jawab Cindy mantap. Menghembuskan napas panjang, Rio diam sejenak. Menerka-nerka perasaan Cindy, dan berpikir cukup lama untuk benar-benar menerima apa yang Cindy inginkan.
"Tapi kamu mutusin aku bukan karena kamu udah punya cowok lain kan?" tanya Rio meyakinkan.
"Ya enggak lah. Ini murni karena ketidak cocokan kita." jawab Cindy teguh.
Rio kembali menghembuskan napas panjang dan dengan berat ia memutuskan, "Ya udah kalo ini yang kamu mau, nggak apa-apa kok. Kita putus aja." Ujarnya dengan senyum paksa.
"Makasih ya Rio, aku pulang dulu." jawab Cindy dengan lega. Kemudian segera beranjak dan memasuki mobilnya kembali ke rumah. Sedangkan Rio disitu termenung, menatap nanar punggung Cindy yang hilang di balik pintu. Hatinya hancur, ia merasa ada hal yang disembunyikan Cindy. Apa Cindy berselingkuh?
---
Nino masuk diam-diam ke kamar Edo, memandangi seisi kamar rapi itu. Tidak seperti kebanyakan kamar pria pada umumnya, rupanya Edo memang benar-benar perfeksionis.
Hal itu tiba-tiba mengingatkan Nino dengan kamarnya. Ia begitu merindukan kamarnya, suasana rumahnya, dan kakaknya. Pikirannya melayang memutar ulang memori bersama kakak laki-lakinya itu membuatnya tanpa sadar meneteskan air mata.
"Nino, dari tadi aku cariin kamu ternyata kamu disini toh! Ngapain masuk ke kamar Kak Edo?" Fana memasuki kamar itu dan duduk di tepi kasur Edo, menyebelahi Nino yang sudah lebih dulu duduk disana. Buru-buru Nino menghapus jejak air matanya, mengalihkan pandangannya kearah lain untuk menyamarkan raut sedihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nino is Nana | Jungwoo ✔
FanfictionCERITA DARI TAHUN 2011, BELUM DIREVISI "Sorry ya Pak Tua, meskipun profesi kita sama-sama penjahat disini, tapi kali ini aku nggak mau ada penyusup di rumah ini selain aku!" ucapnya pada pria yang sudah tak sadarkan diri itu dengan suara nyaring lay...