17

155 19 4
                                    

Flashback On. (Nino's POV)

Aku berjalan menuntun sepedaku melewati pertokoan dan rumah-rumah di sekitar situ. Iya, ban sepedaku bocor lagi. Sangat merepotkan, untungnya jarak antara rumah dan sekolahku memang tidak begitu jauh. Itulah mengapa aku masih saja menggunakan sepeda butut ini, dan kakakku—Titan—yang memakai sepeda motor.

Meski kami satu sekolah, tapi aku dan Titan tidak selalu bersama. Kau tahu, Titan sangat sibuk dengan kegiatannya di sekolah, karena jabatannya sebagai wakil ketua OSIS jadi ia lebih membutuhkan motor daripada aku. Demi Tuhan aku tidak iri kok, aku tidak berminat juga mengikuti kegiatan konyol yang membuang-buang waktu itu. Aku menikmati hidup dengan caraku sendiri.

Aku langsung membuka pintu rumah lebar-lebar begitu tiba, berjalan gontai menuju kamar sebelum mendengar suara tawa manusia yang ku yakini berasal dari dapur. Karena penasaran, aku menghampiri sumber suara. Mendapati kakakku tengah asyik bercanda dengan teman perempuannya, mereka berdua menatapku yang baru saja datang.

"Oh Nino! Kok baru pulang?" panggil kakakku dengan pisau yang masih digenggamnya. Rupanya mereka sedang masak bersama, dan kakakku baru saja mau memotong wortel.

"Ban sepedaku bocor lagi." Jawabku singkat. Menyadari kehadiranku yang mungkin saja mengganggu momen asik mereka, akhirnya aku langsung berbalik.

"Itu adikmu?" tanya gadis itu.

"Itu adikmu?" tanya gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya. Hei Nino, kenalin dulu dong. Ini Wulan, pacarku." Panggilan Titan membuatku berbalik. Memberikan senyum singkat pada Wulan.

"Hai, kak. Aku Nino." Sapaku singkat.

"Wah, ganteng ya." Puji Wulan kepadaku.

"Iya dong, apalagi kakaknya." Celetuk Titan. Wulan tertawa anggun mendengarnya. Jujur saja Wulan sendiri juga sangat cantik, sangat cocok jika disandingkan dengan kakakku yang juga tak kalah tampannya. Meski wajahku jauh lebih manis sih, hehe.

Hari-hariku berlalu dengan monoton, maklum saja karena aku memang bukan tipe orang neko-neko. Temanku juga hanya itu-itu saja, bisa dihitung dengan jari. Aku agak pendiam di kelas tapi dikenal banyak orang karena ketampananku. Aku tidak kepedean, tapi memang itu yang orang-orang katakan.

Masalah cewek? Aku bahkan masih terlalu polos untuk memikirkan hal itu. Dulu pernah suatu pagi aku tidak sengaja bertabrakan dengan gadis berkacamata berambut panjang yang membawa tumpukan buku di tangannya. Dia tampak kacau, langsung saja aku membantunya membereskan buku-buku itu sekalian ku bawakan ke perpustakaan.

Saat sampai, ia berterima kasih dan mengulurkan tangannya padaku mengajak berkenalan. Tapi ku lihat sikunya ternyata berdarah, mungkin karena bertabrakan denganku tadi. Akhirnya aku mengajaknya ke UKS, membantunya mengobati luka di sikunya karena akan sangat sulit jika gadis itu memasang perban itu sendirian.

Selesai memasangkan perban, tiba-tiba gadis itu mengaduh lagi. Ternyata jari telunjuk di tangan kirinya juga berdarah. Entah sejak kapan. Dia meminta bantuanku lagi untuk membersihkan sekaligus memasangkan plester di jarinya. Aku melakukannya dengan ikhlas, toh siapa juga yang tega membiarkan seorang gadis yang sedang kesakitan seperti itu? Selesai sudah semuanya, aku tersenyum pada gadis itu sebelum akhirnya kembali ke kelas.

Nino is Nana | Jungwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang