❝When love makes a whole life become worse.❞
Gwen Estelle memang sudah gila. Dua tahun lebih ia tinggal bersama Rafael Zachary dalam satu atap yang sama ㅡjuga tidur di ranjang yang sama pula. Dan Gwen, masih tetap bertahan meski logika dalam kepalan...
Jangan mengira redanya hujan akan mencerahkan langit yang mendung. Sebab di ujung sana, ada pusaran badai yang tengah menunggu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Chapter 4 MUNCULNYA PETAKA
Hal baru yang menjadi keseharian Gwen karena sejujurnya ia harus terus berdiam di rumah. Hanya sesekali keluar itupun hanya pergi ke pasar mengikut Emi Jude ataupun lari pagi di sepanjang taman belakang rumah. Rumah Rafe benar-benar besar, ngomong-ngomong.
Ah, benar.
Kegiatan baru yang Gwen tekuni beberapa minggu belakang; memasak.
Oke, sebut saja Gwen benar-benar gila.
Honestly, memasak bukan tipenya. Terakhir kali ia memasak –mungkin sekitar tiga tahun yang lalu, dapurnya gosong. Gwen menyerah dengan panci beserta tetek bengeknya.
Namun akhir-akhir ini tak ada yang bisa ia lakukan.
Sejak pulangnya ia dan Rafe dari Chia Laguna waktu itu, Rafe masih menegaskan kalau Gwen tak boleh seenaknya keluar rumah. Padahal sendirinya Rafe sering tak pulang.
Ada perjanjian penting dengan dewan pemerintah, katanya.
Rafe sudah berjanji takkan lagi berhubungan dengan wanita lain, katanya juga.
Biasanya Gwen tak pernah percaya. Tapi untuk kali ini, rasanya Gwen ingin Rafe benar-benar menepati janjinya.
Salahlah kalau ia ... mulai berharap?
"Nona? Anda sudah siap?"
Gwen yang baru saja mengganti pakaian sehabis mandi buru-buru menghampiri pintu kamar. Menyambut sahutan Emi di sana.
"Kita pergi sekarang?"
Emi mengangguk. Senyumnya terkembang.
Tentu saja ia senang kalau Gwen belakangan membantunya memasak –meski sepenuhnya masih ia yang mengerjakan segala sesuatu. Terkadang Gwen hanya memotong-motong bahan dan mencicipi hasil akhirnya.
Mata pekatnya akan membulat kala dirasa masakan yang Emi buat benar-benar luar biasa. Bahkan ibu jarinya diacungkan.
"Nona sudah minta izin pada Tuan Rafael, Nona?"
"Ah, benar. Aku hampir lupa," Gwen terkekeh. Diraihnya ponsel yang ada di saku celana dan menekan tombol dial pada nomor Rafe.
Butuh dua kali dering baru panggilan itu tersambung.
