Chapter 22. Cerah Setelah Badai

5.9K 1K 143
                                    


Chapter 22CERAH SETELAH BADAI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 22
CERAH SETELAH BADAI




Ketika sengatan rasa sakit di perutnya timbul, tanpa berpikir panjang Rafe mendorong Jack hingga ia mundur beberapa langkah. Yang mana pria itu sudah menyeringai ketika berhasil menancapkan pisau itu pada Rafe.

Rafe mengeram dan menatap nyalang besi pipih yang menancap dengan jelas di sana, di perutnya. Membuat bercak darah dengan perlahan menyebar di kemeja abunya bersamaan dengan bau besi yang memenuhi rongga mulut. Sepercik darah juga keluar dari sana.

"Rafe! R-Rafe...tidak...kumohon, tidak!"

Refleks kepala Rafe menoleh ketika telinganya mendengar suara yang ia hafal betul, suara Gwen. Dan benar saja, Gwen ada di sana. Jatuh terduduk sembari menangis penuh isak. Akan tetapi, tak hanya Rafe yang menyadari hal itu karena Jack sudah menyeringai lebar ke arah yang sama, ke arah Gwen.

Mengabaikan Rafe, Jack sudah memutar tubuh dan berjalan perlahan ke arah Gwen. Tangannya terentang lebar. "Oh, kau kembali, sayangku? Kau kembali untuk melihat kematian priamu? Tepat sekali. Sebentar lagi malaikat maut akan mencabut nyawanya untuk dibawa ke neraka."

"Bajingan kau!" pekik Gwen dari tempatnya. Ia sudah mendongak dan tak tanggung-tanggung membalas tatapan Jack tak kalah tajam. Napasnya memburu sesak dan kedua tangannya terkepal kuat. Menggeret kuku-kuku panjangnya pada dasar lantai.

"Oh, kucing manis...jangan melihatku seperti itu. Kau tahu? Melihatmu seperti itu membuatku semakin ingin menjamahmu. Tatapanmu merangsang saraf-sarafku."

Jack terus melangkah maju tanpa tahu kalau Rafe di tempatnya tengah menumpuk amarah. Darahnya mendadak naik dan tak lagi bisa menahan diri. Rafe berteriak nyaring ketika mencabut pisau itu dan melemparkannya sembarang. Rahangnya mengetat, tangannya terkepal kuat dan matanya menatap Jack tajam. Giginya bergemeletuk marah dan bibirnya berdesis mana kala memompa segala kekuatan untuk berdiri.

Dengan cepat ia mencengkeram leher belakang Jack dan membentur kepala batu itu di dinding kontainer. Tak cukup sekali, dua, tiga dan seterusnya sampai pelipis itu koyak dan darah segar mulai bercucuran. Namun Rafe tak peduli. Ia terus melakukan hal itu berulang kali.

Rasa sakit yang sebelumnya menjalar tiba-tiba menghilang dan Rafe seakan diberi energi lain yang lebih kuat. Gairahnya memuncak mana kala mendengar erangan kasar yang Jack raungkan.

Bibirnya menyeringai.

Seakan belum puas meski Jack sudah terkapar di lantai, dengan dua tangannya Rafe  mengeratkan jari dan menarik kerah baju Jack sebelum membenturkan tubuh tegap itu ke badan dinding. Menggeretnya dan mengangkatnya lebih tinggi sampai ujung-ujung kaki Jack tak lagi menyentuh dasar lantai. Jack tergantung dan tenggorokannya tercekik kuat.

DIVERGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang