Chapter 11. Sebuah Rencana

6.8K 1K 41
                                    


Gwen merengut. Ia tak suka menjadi pusat perhatian meski pekerjaannya sebagai model kerap kali membuatnya menjadi bintang utama. Dulu –sebelum ia terjerat dengan Rafe. Tapi yang menjadi permasalahannya, ia jadi tak nyaman sendiri jika ditatap puluhan pasang mata secara langsung.

Kenapa pula Rafe membawanya ke restoran mewah umum ketimbang restoran hotel –yang biasanya lebih privat?

Terlebih, dengan entengnya lengan Rafe senantiasa melingkari pinggangnya. Sejak mereka turun dari mobil hingga sekarang mereka mencari meja yang sudah Rafe booking lewat panggilan.

"Kau kenapa, hmm?" bisik Rafe samar. Tahu kalau Gwen gelisah.

"Rafe, bisakah kita makan di rumah saja? Kurasa Emi bisa memasakkan beberapa makanan mewah."

"Hm-hm." Rafe menggelengkan kepalanya. Tegas. "Kurasa sudah lama sekali kita tak makan romantis berdua. Apa ... sudah satu tahun?" kekehannya menguar. "Ayolah. Kau akan ku-ratu-kan hari ini."

Gwen mencebik. "Hanya hari ini?"

Sebelah alis Rafe terangkat. "Kenapa? Kau ingin aku mengajakmu makan di restoran mewah setiap hari?"

Manik Gwen sukses berotasi. "Sudahlah, lupakan."

Rafe terkekeh karenanya.

Gwen menyerah. Mau dijelaskan secara rinci apa-apa saja yang jadi kehendak Gwen, tetap saja Rafe takkan mengerti. Memangnya arti dari 'mengratukan' itu hanya mengajak makan setiap hari?

Dasar otak dangkal!

Inginnya Gwen 'sih berteriak begitu.

"Over here, Miss." Rafe mengarahkan dua lengannya pada sebuah kursi yang sudah ia tarik. Mengisyaratkan Gwen untuk duduk di sana dan melakukan manner sebagaimana seorang pria mempersilahkan sang wanitanya duduk.

Well, tak buruk juga. Batin Gwen dalam hati.

Rafe tersenyum puas, dan Gwen melihatnya. Membuat senyum itu semakin sumringah seolah menafsirkan bangga dalam siratnya. Seolah menunjukkan kalau ia sudah melakukan tugas kecilnya dengan baik. Diam-diam Gwen berdecih. Meski tak bisa dimungkiri kalau hati terkecilnya senang.

"Kau ingin pesan apa?" tanya Rafe.

Gwen menimang-nimang. Matanya sibuk menyisir daftar menu untuk memilah mana yang menggugah seleranya. Apa yang ingin ia makan, serta apa yang sehat untuk anaknya. Oh, tentu saja ia harus memikirkan anak yang ia kandung bukan? Setidaknya, melahirkan anaknya dengan sehat sudah menjadi tanggung jawabnya. Hal lain-lain, akan ia pertimbangkan nanti.

"Aku ingin..." kalimat Gwen tergantung kala ia mendongak, ingin melihat ke arah Rafe saat ia berucap.

Namun, pada kenyataannya saraf motorik yang bekerja pada tubuhnya berkehendak lain. Sorotnya menyimpang jauh ke belakang tepat pada seseorang yang duduk menghadap ke arahnya selang beberapa meja.

Bertepatan itu, ponsel Gwen bergetar singkat.



Adrian Sawyer

Aku bisa menunggu lain waktu



Lalu senyum itu terkembang lebar saat Gwen kembali menolehkan wajah.

Saking sibuknya gelisah pada perhatian dan tatapan orang, Gwen tak sadar kalau restoran yang didatangi olehnya dan Rafe adalah restoran yang sama dimana ia sudah membuat janji dengan Adrian.

Oh, sial...




DIVERGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang