H-22

789 122 125
                                    

Tzuyu meremas erat-erat surat di kepalan tangannya dengan gemas, lalu melemparkannya ke ujung ruangan. Bola kertas itu memantul sedikit di ujung tempat sampah lalu berguling ke lantai.

Patutkah ia kesal? Bukankah seharusnya dia gembira karena Taehyung berada satu langkah lebih dekat menuju mimpinya? Dia tidak menghiraukan ketukan samar pada pintu kamarnya. Didengarnya pintu berderit terbuka, juga langkah kaki yang berjalan mendekat. Lalisa.

Tzuyu menoleh, bekas air mata masih menodai wajahnya, Lisa mengulurkan sebelah tangan untuk menghapusnya. Dibelainya helaian anak rambut Tzuyu yang menempel di sisi wajahnya yang basah lalu menyelipkannya di balik telinga.

“Kamu marah karena Taehyung akan pergi atau karena dia memutuskan tanpa memberi tahu kamu?” tanyanya lembut.

“Aku marah karena aku jadi orang terakhir yang tahu.” Tzuyu menatap Lisa. “Aku marah sama diri sendiri karena aku egois. Lebih egois lagi karena aku nggak mau dia pergi.”

Raut Lisa berubah muram. “Kita semua nggak mau dia pergi, Yu. Taehyung nggak berani memutuskan kepergiannya karena mikirin kita, terutama kamu. Tapi terkadang kita harus membiarkan dia membuat pilihan yang terbaik.”

Pertanyaannya adalah, yang terbaik untuk siapa?

🎀

Wish #43: saling memiliki, apa pun yang terjadi (Taehyung, Tzuyu, dan Lalisa)

Sudah tengah malam. Taehyung bolak-balik berjalan mengelilingi kamarnya, menghempaskan tubuh di atas tempat tidur, melongok ke luar jendela bahkan mencoba untuk tidur tapi tidak berhasil.

Akhirnya ia menyerah dan menyambar gagang telepon, hampir saja menekan digit-digit angka yang dihafalnya di luar kepala jika tidak menyadari bahwa sudah terlalu malam baginya untuk menelepon. Oh ya, Tzuyu juga sedang marah padanya.

Frustasi karena insomnia dan rasa tidak nyaman yang menyesakkan dada, Taehyung bangkit lalu berjalan ke luar melalui pintu belakang di dapur. Tiba-tiba saja ia ingin melompat-lompat di atas trampolin, sekedar untuk melampiaskan kekesalannya.

Taehyung tidak menyangka akan menemukan Tzuyu disana, mengenakan setelan piyama putih dengan corak kelinci, berbalut selimut perca yang selalu dipakainya setiap malam. Tzuyu tampak terkejut juga ketika melihatnya tapi tidak ingin berkata-kata, hanya menatapnya dingin.

“Ngapain kamu malam-malam di sini sendirian?” Pertanyaan itu terdengar kasar padahal Taehyung tidak bermaksud begitu.

“Mau ngerasain gimana rasanya duduk sendirian di sini setelah kamu pergi nanti.”

Entah mengapa jawaban itu justru membuat Taehyung sedih. “Yu, aku minta maaf. Karena aku egois dan aku brengsek. Untuk pertama kalinya aku akuin hal itu.”

Sudut-sudut bibir Tzuyu terangkat hampir membentuk seulas senyum dan Taehyung merasa sangat lega melihatnya. “Aku tau seharusnya aku langsung ngasih tahu kamu saat daftar ke sekolah itu, juga waktu aku diterima. Tapi sebelumnya aku mau mikirin keputusan aku matang-matang supaya nggak ada penyesalan di kemudian hari. Aku nggak bisa bilang karena aku tahu kamu pasti kecewa.”

“Kamu kepingin banget masuk sekolah itu kan, Taetae?” Ketika Taehyung tidak menjawab, Tzuyu menatapnya sendu.

“Aku ngerti kok. Maaf karena aku jadi alasan yang ngebebanin kamu dalam ngambil keputusan.”

Taehyung tercekat saat mendengar permintaan maaf itu. “Jangan bilang begitu.”

Tzuyu tersenyum, walau masih dengan air mata di pelupuk matanya. “Bodoh. Aku akan selalu ngedukung kamu apa pun yang kamu pilih, selama itu adalah impian kamu.”

[TAETZU] հҽɑɾԵҍҽɑԵ🔐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang