Tale Three

398 63 1
                                    

Tale Three

"Cinta sejati hanya datang sekali seumur hidup, dan jika itu sudah datang, tidak ada yang bisa menghalanginya."

Veer-Zarra

"Astaga, kamu benar-benar meragukanku?" tanya Raka remaja, menatap perempuan di hadapannya dengan kesal. "Aku bahkan seorang Sarjana."

Perempuan itu mengangguk meski wajahnya terlihat jelas sedang mengejek Raka. "Iya, aku percaya."

Raka mendesah, dia menyandar dan menatap perempuan itu serius. "Nggak papa, toh, aku juga nggak maksa kamu buat percaya." Raka mendesah. "Nggak ada orang yang percaya sama aku, bahkan ayahku sendiri."

Perempuan itu terdiam lama, dia memegang tangan Raka dengan hangat. "Apa aku pernah bilang kalau aku nggak percaya?" Perempuan itu tersenyum manis membuat Raka tertegun seketika. "Aku percaya sama kemampuan kamu, aku percaya sama perkataan kamu. Jangan nggak percaya diri begitu.."

Raka menghindari tatapan perempuan itu. "Tapi, tadi kamu ketawa. Kukira, kamu nggak percaya sama aku."

"Ya ampun, Raka! Aku tertawa tadi bukan karena mengejek kamu. Tapi tadi wajah kamu lucu banget. Ya ampun, padahal aku kira kamu cuma bisa masang wajah datar doang, tapi tadi ..."

Raka ikut tersenyum, terpesona dengan perempuan yang akhir-akhir ini sering dia temui.

"Jadi, lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Cukup percaya sama diri kamu dan kamu pasti mampu melaluinya. Tunjukin sama ayah kamu, kalau kamu juga mampu seperti Rafa."

Raka menundukkan kepala. "Kenapa kamu membantuku?"

Perempuan itu mendesah, "Kamu pasti akan terkejut kalau aku bilang; aku menyukaimu."

Raka mengernyit merasakan goncangan di mobil, dia terbangun lalu memejamkan mata kembali saat teringat mimpinya barusan. Disatu sisi dia senang bermimpi tentang Rachel, tapi disisi lain Raka merasa muak. Muak pada dirinya sendiri yang sampai sekarang tidak bisa menemukan Rachel.

"Kamu nggak papa?" tanya Allen, melirik Raka yang menyandarkan kepalanya ke kaca mobil.

Raka hanya melirik Allen tanpa berniat membalas sahutan sahabat sekaligus asistennya. Dia masih kesal dengan Allen, gara-gara Allen, Raka terpaksa melepaskan Doni dan parahnya Allen berani mengungkit masa lalu Raka yang selama ini berusaha dia lupakan.

"Doni?" tanya Raka.

Allen tidak langsung menjawab. "Keadaannya kritis, kalau dia mati, aku akan menyalahkanmu yang terus memukulinya padahal dia nggak punya tenaga untuk melawan."

"Lain kali jangan bersikap 'sok pahlawan. Nggak akan ada orang yang menghargai sikapmu."

Allen tersenyum miring. "Apa kamu sedang membicarakan dirimu sendiri?" Dengan berani Allen menatap Raka. "Jangan jadi 'sok pahlawan. Nggak akan ada orang yang menghargaimu."

Raka memejamkan mata, berusaha untuk menahan emosi yang menggelegak gara-gara kelakuan lancang Allen. "Apa kamu ingin kupecat?"

Sontak saja Allen langsung diam, Raka selalu serius dengan ucapannya. Meski Raka sering memberikan banyak pekerjaan padanya—termasuk pekerjaan kantor yang sesungguhnya tidak dimengerti Allen—namun anehnya Allen tidak pernah mengeluh, mungkin karena dia sangat menghormati Raka yang dahulu pernah menolongnya.

Allen melirik Raka yang enggan menatapnya, kemudian dia memberikan sebuah kartu undangan yang sengaja diberikan Michael saat rapat tadi.

"Apa?" Raka menatap kartu undangan di tangannya dengan bingung. "Ulang tahun pernikahan ... yang ke-30." Raka mencebik. "Mereka menikah saat aku lahir. Awet sekali. Kenapa mereka memberikannya padaku?"

Masquerade AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang