Tale Seventeen

159 28 1
                                    

Tale Seventeen

"You're just too good to be true. I can't take my eyes off you."

Can't Take My Eyes Off You

"Aku sudah lama nggak main piano. Terakhir aku main waktu kelulusan kuliah yang pertama. Sekitar 11 tahun lalu."

"Lama banget. Kenapa nggak main lagi?"

"Karena aku terlalu sibuk, kamu juga tahu keadaanku waktu itu kayak gimana."

Raka merenung, masa lalunya tidak begitu menyenangkan. Tidak pernah dianggap oleh ayahnya, saudara kembar yang tidak pernah mau memandangnya sebagai saudara, dan sang ibu yang pergi setelah mengatakan bahwa dia anak haram. Semua itu membuat Raka frustrasi, bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Hidupnya memang berakhir, namun sayangnya ketika hidupnya mulai berakhir, Raka malah bertemu dengan perempuan yang membuat dia ingin kembali hidup, tidak peduli jika semua orang mengharapkan dia mati.

"Apa kamu sudah bertemu dengan ibumu? Di pesta itu, bukannya Tante Riana juga datang malah menjadi pengisi acara."

"Aku bertemu, tapi dia nggak kenal aku." Raka menghela napas panjang. "Semuanya juga begitu. Menganggap aku sudah mati. Mungkin sejak dulu, mereka memang nggak pernah mengharapkan keberadaanku."

Ketika Rachel diam saja, Raka menggenggam tangan perempuan itu lantas tersenyum hangat. "Tapi kamu nggak, menungguku dua tahun itu nggak mudah, lho."

Namun Rachel tetap merasa bersalah, andaikan waktu itu dia tidak meninggalkan Raka. Mungkin sekarang sikap lelaki itu tidak akan seperti sekarang. Menakutkan, dingin tak tersentuh pada orang asing.
Rachel ingin Rakanya yang ceria kembali, namun dia tahu hal itu tidak akan pernah terjadi. Dan Rachel tidak bisa menyalahkan Raka, wajar jika lelaki itu berubah bahkan membenci keluarganya sendiri.

Apakah Raka akan percaya kalau Rachel bilang Rafael—saudara kembar Raka—sudah berubah. Bahwa Rafael benar-benar menganggap Raka sebagai saudaranya, bahwa Alfred—ayah Raka—bangga pada Raka, bahwa Riana sangat menyesali perbuatannya pada Raka.

"Maaf," lirih Rachel.

"Nggak papa, kamu nggak ngelakuin kesalahan apa-apa, kok "

"Kamu benci sama mereka, tapi kenapa kamu nggak benci sama aku? Aku juga ninggalin kamu, aku bahkan nganggap kamu sudah meninggal."

"Karena kamu ngasih aku kehidupan, sebab itu aku nggak bisa benci kamu. Kamu nggak ngejudge aku seperti mereka ngejudge aku. Kamu ... satu-satunya orang yang nganggap aku apa adanya, yang benar-benar melihatku."

Raka menyelipkan rambut Rachel ke belakang telinga lalu mengusapnya lembut. "Singkirkan semua pemikiran konyolmu itu. Sampai kapan pun aku nggak pernah bisa benci kamu. Rasa sayang aku lebih besar daripada benci."
Rachel bersemu merah.

Raka terkekeh, mencubit pipi Rachel gemas. "Kamu cantik banget sih kalau lagi malu gitu."

Rachel memukul bahu Raka demi menutupi rasa malu dan semburat merah di pipinya. Kesal pada dirinya sendiri tidak bisa mengontrol diri jika bersama Raka.

"Lagu apa yang ingin kamu dengar?" Raka bertanya, mengalihkan perhatian agar Rachel tidak membahas tentang keluarganya lagi.

"Apa saja?"

Raka mengangguk, menunggu Rachel. Lama menunggu, Rachel masih tetap diam hingga membuat Raka berinisiatif untuk menyanyikan sebuah lagu yang dia hafal dari sekian banyak lagu yang ada. Suara piano berhenti sesaat kemudian kembali bersuara, dengan lihai Raka menekan tuts-tuts piano hingga menghasilkan nada yang tidak asing di telinga Rachel.

Masquerade AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang