Tale Eleven

345 34 5
                                    

Tale Eleven

"Pada akhirnya semua orang pasti meninggalkan dunia ini bukan? Hanya waktu yang menentukan kapan mereka pergi."

Raka Alexander

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Aidan bertanya, menatap Raka yang berdiri di sampingnya.

Raka tidak langsung menjawab, meneguk cola sambil memandang kerlap-kerlip lampu kota yang terlihat kecil di pandangannya, angin malam berembus kencang, namun Raka masih tetap bertahan di atas rooftop apartemen.

"Aku hanya ingin tahu, kenapa Tuhan memberiku kesempatan kedua." Raka tersenyum kecil. "Rasanya mustahil jika aku hidup sekarang mengingat kecelakaan yang terjadi."

"Lalu, kalau kamu sudah mendapatkannya?"

"Aku akan pergi."

Aidan memejamkan mata sesaat. "Lalu meninggalkan orang-orang yang menyayangimu?"

Lagi-lagi Raka tidak langsung menjawab, embusan angin menerpa wajahnya. Terasa begitu dingin sekaligus menyejukan. Dia tersenyum kecil. "Pada akhirnya semua orang pasti meninggalkan dunia ini bukan? Hanya waktu yang menentukan kapan mereka pergi." Matanya yang semula terpejam kembali terbuka, dia menghirup oksigen sebanyak yang dia bisa. "Mungkin aku nggak ditakdirin buat bahagia, Aidan. Aku bahkan nggak tahu bahagia itu yang kayak gimana. Aku nggak tahu seperti apa cinta atau sebagainya, aku buta sama semua itu.

"Aku hanya ingin melindungi mereka, aku hanya ingin melihat mereka tersenyum. Kadang aku berpikir, aku hidup untuk mereka, aku hidup untuk membuat mereka bahagia, dan jika mereka sudah benar-benar bahagia ... aku akan pergi ... aku harus pergi meski aku ingin bersama mereka."

Untuk kali pertama, Aidan tidak menyahut atau pun merespon perkataan Raka. Dia memandang ke atas langit gelap, sama sekali tidak menampakan bintang atau titik terang, sama seperti hidup Raka.

"Bagaimana dengan Rachel? Jika kamu benar-benar pergi, bukannya itu sama saja dengan membuat Rachel sedih."

Mendadak Raka tersenyum, lagi-lagi menerawang ke depan, membayangkan seraut wajah yang selalu membuatnya terpesona. "Aku terlalu mencintainya hingga aku harus melepaskannya. Jika dia hidup bersamaku, mungkin Rachel hanya akan tersakiti, kamu juga tahu keadaanku seperti apa. Rachel butuh seseorang yang bisa menemaninya hingga menutup mata. Sedangkan aku ... aku bahkan ragu bisa melakukannya."

"Kupikir kamu ini bodoh, Raka. Kamu mencintai Rachel tapi kamu malah ingin melepasnya, kamu ingin bahagia tapi kamu malah menghindari kebahagiaan itu sendiri."

"Seperti itulah cinta di mataku. Mencintai Rachel saja sudah sangat cukup bagiku, aku malah berharap ... jika aku bertemu dengan Rachel nanti dia sudah mempunyai kekasih."

Aidan menyeringai. "Munafik."

Raka menghela napas. "Aku bahkan nggak tahu apa yang kurasakan sekarang. Aku munafik, sangat malah." Dia menatap ke atas langit hitam. "Aku akan menyerah jika keadaan menuntutku menyerah."

Aidan menatap Raka dari samping. "Jangan menyerah. Jangan menyerah hanya karena hal sepele, kamu harus menemukan Rachel dan mencari tahu kenapa Tuhan memberimu kesempatan kedua. Dan kamu harus tahu, kami selalu ada untukmu."

Raka tersenyum.

Aidan menutup wajah dengan kedua tangan ketika bayangan masa lalu melintas di kepalanya. Mengingat kejadian itu membuat Aidan sadar kalau ucapan Raka tidak main-main.
Sekali lagi Aidan berdiri, menatap ruang ICU yang ditempati oleh Raka pasca penyakit lelaki itu kambuh hingga tidak sadarkan diri sampai sekarang. Nathan bilang selama ini Raka terlalu menahan penyakitnya sehingga sekarang Raka sama sekali tidak bisa menahan rasa sakit.

Masquerade AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang