Tale Seven
"Terkadang aku selalu berpikir; kenapa Tuhan selalu menghempaskanku ketika aku akan mendapatkan kebahagiaan."
Raka Alexander
Raka tidak berani mengangkat kepala, terus menunduk, menghindari Rachel yang terus menatapnya sangat lama. Tiba-tiba saja dia merasa sangat gugup, padahal saat berhadapan dengan ketua mafia saja tidak sampai segugup ini. Ahh, sepertinya Rachel sudah menyihirnya dengan sesuatu yang aneh.
"Aku melihatmu tadi. Kukira kamu akan benar-benar masuk, tapi ternyata pergi. Kalau nggak aku kejar, pasti kamu nggak bakalan datang ke sini lagi." Rachel pura-pura cemberut.
"Aku ... minta maaf." Raka menunduk, merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa berkata apa-apa selain maaf. "Aku minta maaf untuk semuanya."
Rachel menghela napas, sedikit kecewa karena Raka tidak mau menatap matanya. "Kenapa kamu harus minta maaf, apa kamu melakukan kesalahan padaku?"
Raka masih tidak berani mengangkat kepala, takut Rachel akan sangat kecewa padanya. Kecewa karena dia tidak lagi seperti Raka yang dahulu. Kecewa karena dirinya tidak bisa menepati janjinya untuk tetap menjadi Raka yang baik. Dia takut, jika dia mengatakan keburukannya pada Rachel, perempuan itu akan meninggalkannya.
Rachel memegang tangan Raka hingga membuat lelaki itu terkejut. "Seharusnya aku yang meminta maaf." Dia diam sesaat. "Seharusnya waktu itu aku nggak percaya begitu saja kalau kamu sudah meninggal. Seharusnya waktu itu aku memastikan sendiri dan melihatmu. Tetapi ..."
"Tetapi?"
Kali ini giliran Rachel yang terlihat gugup. "Seseorang mendatangiku dan memberitahuku kalau kamu sudah meninggal. Dia juga bilang kalau kamu dimakamkan di London. Jadinya, aku percaya begitu saja." Rachel menelan ludah. "Aku sangat sedih, padahal aku berharap kamu bangun dan ... kita hidup bersama seperti yang kamu janjikan. Sebab itu aku pindah ke Jakarta, untuk melupakanmu. Meski rasanya sangat sia-sia karena aku selalu teringat padamu."
Raka mengulurkan tangan dan menghapus air mata Rachel. Dia tersenyum. "Jangan minta maaf, kamu nggak salah. Kalau aku ada diposisi kamu, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama. Bahkan mungkin nggak akan nunggu kamu seperti kamu nunggu aku."
"Lalu ke mana saja kamu selama ini? Apa kamu nggak pernah nyari aku? Aku sangat terkejut saat Reina datang dan mengatakan kalau kamu masih hidup, tambah terkejut lagi saat aku melihatmu di pesta itu."
Raka terdiam cukup lama, merasa ragu untuk mengatakan semuanya. "Aku mencarimu, selalu mencarimu. Tapi nggak pernah ketemu sampai aku melihatmu di pesta itu."
Rachel teringat pertemuan pertamanya dengan Raka saat di pesta itu. "Pantas saja aku merasa nggak asing dengan mata kamu." Mata Rachel menyipit. "Kenapa waktu itu kamu nggak ngasih tahu nama kamu?"
Raka terkekeh. "Kamu pasti bakalan terkejut, aku nggak mungkin ngasih tahu namaku, nanti kamu teriak di depan umum. Kan, malu-maluin." Dia langsung mengaduh ketika Rachel memukul lengannya. Dia menatap perempuan itu sangat lama. "Awalnya aku ragu bisa ketemu sama kamu lagi. Aku takut saat kita bertemu kamu berbalik pergi. Tapi sekarang, rasanya sungguh sangat melegakan melihatmu secara langsung."
Rachel ikut tersenyum, merasakan hal yang sama seperti Raka. Selama ini dia selalu merasa sangat sedih jika mengingat kalau Raka sudah pergi, namun sekarang melihat Raka di depannya dengan keadaan baik-baik saja, semuanya terasa seperti mimpi di siang bolong.
"Kamu ..." Rachel menatap Raka dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Penampilan Raka yang sekarang sangat berbeda dengan Raka sebelas tahun lalu. Jika dahulu penampilan Raka sangatlah berantakan dan sedikit tidak punya sopan santun, namun sekarang; kemeja dan jas lengkap dengan dasi yang hampir terlepas, meski penampilannya cukup rapi tapi tidak untuk rambut cokelatnya yang masih acak-acakkan, seolah tidak pernah disisir. "... Sangat berbeda. Kudengar kamu jadi CEO? Yang benar?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Masquerade Angel
RomanceMasquerade Angel itulah julukannya. Semuanya tak lagi sama seperti dulu. Ketika dirinya harus kembali berhadapan dengan masa lalunya yang kelam. Ketika keadaan menjadi terbalik karena sekarang dirinyalah yang selalu menyakiti orang-orang. Ketika hat...