Tale Eight

317 40 5
                                    

Tale Eight

"Aku ingin hidup, lebih dari apa pun dan siapa pun. Tapi Tuhan nggak memberiku waktu banyak."

Raka Alexander

"Kamu baik-baik saja?" tanya Reina saat melihat kedatangan Raka.

Raka menaikan sebelah alis melihat Reina dan Aidan tengah duduk di sofa, sedang di sudut rumah ada koper besar yang terlihat familier. Bukankah koper itu milik Reina? Kenapa wanita itu membawa kopernya ke sini?

"Sedang apa kalian di sini?" tanya Raka saat melihat Aidan dan Reina di rumahnya, sedangkan Arka asik menonton tivi.

"Coba tebak?" Reina tersenyum sangat lebar, lalu menunjuk koper yang tergeletak di sudut ruangan.

Raka langsung menatap Aidan yang memutar bola mata, seolah dia juga sudah menyerah menghadapi sikap Reina. "Kamu ... mau liburan?"

Reina menggeleng masih dengan senyum lebar di wajah. "Bukan, tebak lagi!"

Raka menelengkan kepala. "Kalian mau menitipkan Arka padaku?"

Reina kembali menggeleng. "Bukan."

"Lalu?" Raka menyerah, menghadapi Reina hanya akan membuat dia pusing setengah mati. Raka duduk di hadapan Aidan, menatap lelaki itu dan memberi kode agar Aidan memberitahu apa yang terjadi.

"Kami-akan-pindah-ke-sini. Bagus, bukan?!" seru Reina bahagia.

Reina tersenyum bahagia, Arka ikut tertawa, Aidan menunduk dengan wajah lesu, sedangkan Raka melongo. Apa kata Reina tadi? Tinggal di sini? Di rumahnya? Serius?!

"Whoah, jangan bercanda, deh!" Raka menyahut kesal.

"Aku nggak bercanda. Mulai sekarang kita akan tinggal di sini. Bersama-sama mengawasimu dan memaksamu untuk melakukan segala hal yang kita mau."

Raka menggaruk kepala dengan wajah masam. Bisa-bisa hidupnya akan kacau kalau Reina tinggal di sini, bukan karena tidak suka, tapi dia tidak akan tahan. Sesungguhnya tinggal bersama Reina seperti tinggal di neraka. Raka saja sampai heran, bagimana bisa Aidan jatuh cinta pada perempuan gila seperti Reina?

Jika mereka tinggal bersama Reina pasti akan memaksa Raka untuk minum obat tepat waktu, melakukan kemoterapi dan yang lebih parahnya harus dirawat di rumah sakit. Kalau tidak, pasti Reina akan mengomelinya habis-habisan.

"Allen juga di sini?" tanya Raka, melihat Allen baru datang dengan ransel di punggung.

Reina mengangguk.

Allen mendekat, napasnya terengah-engah, dia melirik Reina kesal. "Reina bilang aku akan dipecat kalau nggak nurut."

Raka hanya bisa menepuk jidat kesal, ternyata memiliki orang yang terlalu peduli tidak selamanya menyenangkan.

"Ya sudah, biar aku tinggal di apartemen."

Namun Raka harus mendesah kesal saat Reina bilang kalau wanita itu mengganti kode apartemennya, dan juga menyita kunci ruang kantor Raka. Dasar aneh, pikirnya kesal setengah mati.

"Sudahlah, terima saja. Dengan begitu, rumahmu yang sepi kayak kuburan ini ..." Aidan melihat ke sekeliling rumah. "Akan ramai. Aku jamin itu."

Raka mencibir, "Awas saja kalau kalian buat suara aneh di sini. Aku nggak akan segan-segan untuk ..." Dia diam, berpikir. "Nanti kupikirkan lagi. Pokoknya, jangan buat suara aneh. Arka sayang, kita tidur bareng, yuk!"

Raka segera memangku Arka dan membawa anak kecil itu ke kamar. Dia tersenyum saat Arka menatapnya dengan bingung, menunjuk darah di hidung Raka. Arka ingin pergi tapi ditahan dengan memegang pinggang Arka dan menaruh kepalnya ke pangkuan Arka.

Masquerade AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang