Chapter 2: The Goal

1.5K 244 183
                                    

Hello guys^^ Welcome back with me Grey Ackerman❤

I'm sorry for my absence last week because I have to go on vacation with my family. But, here am I, come back with a new chapter💋

So, this is the second part this story and I've been read some of your comment. Some of you are confused about Levi's height😂 yeah, in this story Levi is higher than Eren. You can describe his height in this story are same as Reiner's height😂😏 Meanwhile, Eren is shorter than him. In this story, Eren's height are same as Armin's height🤣

So that's what I want to tell you guys. Don't forget to VOTE if you like this story. Write your COMMENT in the comment section to give me some criticism or suggestions^^

Happy Reading

&

Hope you enjoy!

💖🌹

-----*-----

"Letakkan saja di situ." Kuchel memerintahkan seorang buttler untuk meletakkan barang bawaan mereka di ruang utama kabin tersebut.

"Baik, Nyonya," jawab sang buttler, meletakkan beberapa koper dan peti di lantai yang terbuat dari kayu jati. Kemudian, dia pamit untuk undur diri, meninggalkan Kuchel, Levi, dan Bella di kabin mewah itu.

Topi lebar dengan hiasan pita dilepas dari kepala bersurai cokelat sehalus sutra. Bella menyandarkan tubuhnya yang terasa penat di atas sofa empuk berbahan beludru. "Tidak kusangka ada fasilitas semewah ini di sebuah kapal. Sudah seperti hotel saja," pujinya dan dibalas tawa renyah oleh Kuchel.

Di sisi lain, Levi melangkahkan kaki yang masih terbungkus celana panjang bahan hitam dan beralaskan sepatu pantofel, mengelilingi kabin‒tempat tinggalnya selama beberapa hari ini sebelum dia tiba di Liberio lalu menikah dengan Bella. Iris segelap langit malam menatap intens tiap jengkal ruangan tersebut. Dua kata yang dapat mendeskripsikan ruangan tempat dia berada saat ini, sangat mewah. Bahkan, kabin itu terdiri dari tiga kamar tamu dan toilet dalam, sesuai dengan jumlah penumpang berkantung tebal penyewanya.

Berbagai macam ukiran rumit berlapis emas dengan gaya Renaisans terpajang di dinding, memberi kesan bahwa mereka sedang berada di sebuah hotel bintang lima alih-alih sebuah kapal. Sejumlah lukisan klasik pun turut menghiasi dengan keindahannya masing-masing.

Levi menatap lukisan itu satu per satu, sebuah kenangan terbesit di dalam memorinya. Perlahan, dia melangkahkan kaki menuju jendela lalu membuka kaca yang menjadi penutupnya. Hangat dari sang surya bercampur dingin angin laut menyapa pria tampan itu. Sejenak, dia ingin berdua dengan diri sendiri, menikmati apa yang dirasakannya untuk saat ini.

"Levi?" Pria itu segera menoleh kala suara lembut Bella menyapa indra pendengarannya. Wanita itu berjalan mendekati Levi yang masih diam sambil menatap dirinya.

"Ada yang salah?" tanya Bella. Namun, hanya dibalas dengan gelengan pelan oleh Levi. Perlahan, wanita itu menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang tunangan, menikmati irama jantung yang melantun teratur. Lengkungan indah tercipta pada bibir dengan polesan lipstick merah.

Levi pun membalas dekapan wanita di hadapannya. Tangan bergerak merangkul pinggang mungil yang terbungkus gaun ruffle. Keduanya pun terdiam sambil menatap hamparan air yang sangat luas.

-----*-----

"Pakai matamu, Bocah!" teriak seorang penumpang berpakaian lusuh sambil mengusap kemejanya yang terkena tumpahan kopi.

A Nightmare Becomes A MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang