Happy reading
&
Hope you enjoy!
🌹💖
-----*-----
Cahaya remang menyebar di dalam ruangan. Tumpukan kertas berserakan dengan liar, baik di meja maupun di lantai. Deretan nama terukir di atas tumpukan olahan kayu itu.
Mata sewarna cokelat madu bergerak lincah, dari atas ke bawah, sesekali mencoba mengeja. Dahi porselen tampak mengkerut, jengah dengan aktivitas yang dia lakukan sejak dua hari terakhir tanpa mengistirahatkan raga. Sesekali, jemari lentik mengetuk meja, berusaha menghibur diri dengan irama sederhana.
Pada akhirnya, napas diembus dengan kasar. Lembaran terakhir dilempar ke sembarang tempat. Punggung dihempas ke sandaran kursi yang selalu siap memanjakan sang nona. Perlahan, manik sewarna madu mulai terpejam.
Namun, dua nama itu terus terngiang dalam benaknya.
Blake Davidson.
Dona Davidson.
-----*-----
Iris navy berbinar penuh sukacita. Baru kali ini, Levi merasa api semangat berkobar dalam hidupnya. Dia sadar bahwa dirinya adalah manusia paling berdosa. Namun, entah kenapa Tuhan begitu baik padanya. Sang Pencipta tampak masih mengizinkan dia untuk bertatap muka lagi dengan yang tercinta.
Tubuh bersandar pada pahatan kayu, menikmati warna-warni kelopak bunga. Hati telah dia mantapkan untuk mencari pemuda bersurai cokelat yang sangat dirindukannya.
"Levi ...." Pria itu menoleh dan mendapati Pastor Markus yang berjalan ke arahnya, lalu turut duduk di teras.
Levi tentu menyambut kedatangan orang yang telah memberi tumpangan, serta menyelamatkan nyawanya. "Apa kau siap untuk bertemu kembali dengan kekasihmu?" tanya Pastor Markus.
Sejenak, pria bersurai eboni itu justru menyunggingkan lengkungan tipis di bibirnya. "Kenapa aku harus ragu jika mungkin Tuhan memang berkehendak mempertemukan kami? Aku sama sekali tidak menyesal menaiki Colossus yang kini dicap sebagai kapal paling terkutuk di muka bumi. Di atas kapal itulah, aku melihatnya untuk pertama kali."
Pastor Markus tertawa singkat setelah mendengar penuturan Levi, seolah menghadapi seorang remaja yang baru mengenal cinta. Namun, dia tidak dapat membantah bahwa pria itu begitu tulus mencintai orang yang bernama Eren dan sedang menyamar sebagai Dona Davidson. "Ah ... ya. Kau mengajaknya berkencan?" tanya pria paruh baya itu.
Levi hanya mendengkus mendengar pertanyaan yang seperti memancingnya untuk bercerita lebih panjang. "Iya, aku mengundangnya makan malam dalam perjamuan kelas satu, di samping tunangan busukku yang kata Ibu, wanita itu sangat baik hati. Tapi, hati Eren jauh lebih murni darinya. Bahkan dia masih memaafkanku, setelah aku melukai hatinya."
Tanpa sadar, seulas senyum terukir di wajah bak pangerannya. Semua kenangan di atas besi raksasa yang mengarungi samudra kembali berputar dalam memori. Bagi Levi, insiden di atas kapal itu bukanlah musibah baginya. Namun, adalah sebuah anugerah.
Sementara itu, Pastor Markus yang mendengar hanya dapat mengangguk-anggukan kepala. "Lalu, bagaimana dengan Ibumu? Apakah dia merestuimu? Apakah kau memaafkannya?" tanya pria berkepala pelontos tersebut.
Seketika, Levi mematung. Dadanya terasa bergemuruh. Sesak. "Dia ... menolak hubunganku dengan Eren karena alasan strata dan tetap memaksaku menikahi wanita bernama Bella Anthony. Aku ... tidak tahu harus berbuat apa dengannya. Sampai sekarang, aku masih berpikir untuk memaafkannya atau tidak," tutur pria bersurai eboni tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Nightmare Becomes A Memory
RomanceThe Colossus, kapal terbesar yang pernah dibangun oleh tangan-tangan manusia pada masa itu. Kapal yang menjadi impian umat manusia dengan semboyannya sebagai kapal yang tidak akan pernah tenggelam. Baik tua maupun muda, kaya maupun miskin, semuanya...