Epilogue

1K 99 25
                                    

Halo^^

Apa kabar semua? Semoga sehat selalu ya 🥰

Tidak terasa kita sudah sampai pada akhir dari cerita ini. Ada sedih dan ada senangnya juga tentunya.

Harap memutar soundtrack yang sudah saya lampirkan di atas ya.

Saya pinjam dari soundtrack Naruto yang judulnya Gentle Hands karena menurut saya ini yang paling cocok untuk part ini. Jadi harap kalian suka❤

Enjoy and happy reading!

❤🌹

-----*-----

Tubuhku yang dahulu kokoh, kini mulai rapuh dimakan usia. Hitam legam helaian lembut di kepalaku, kini mulai memutih dan rontok satu per satu. Suara lantangku pun mulai lebur dalam parau. Tungkai lemahku tidak bisa lagi melangkah cepat maupun mengayuh sepeda. Sudah saatnya memang untuk menikmati senja, setelah hampir seabad menapak di dunia yang begitu indah.

Namun, entah kenapa dalam pandanganku yang mulai rabun sosoknya tetap memukau seperti saat dia masih belia. Senyum manis di wajahnya yang juga mulai dimakan usia tetap secerah mentari. Helaian selembut sutra di kepalanya pun mulai berubah warna. Jemari lentik yang dahulu kerap memetik gitar masih terasa bak sutra dalam genggaman lemahku. Aroma manisnya pun tidak pernah berubah walau dimakan usia.

"Levi ...." Suaranya yang begitu merdu menyapa gendang telingaku. Aku mengalihkan pandangan dari biru cakrawala untuk menatap bidadariku. Manik emerald-nya tampak sayu menatapku begitu ramah. Sambil menggenggam tongkat, dia mendudukan tubuh rentanya di sampingku. Manisnya vanila menari dalam indra penciumanku.

"Kapan mereka datang?" tanyaku. Aku ingat betul bahwa hari ini adalah suatu keistimewaan bagi kami. Oleh karena itu, kami sekeluarga pun berniat untuk datang ke suatu tempat yang tampaknya begitu damai.

Aku mendengar Eren bergumam sejenak. Mata indahnya yang telah terbingkai kacamata menatap ke arah hijau dan warna-warni taman di hadapan kami. "Mungkin sebentar lagi," jawabnya.

Aku mengangguk sopan sebagai respon atas jawabannya. Perlahan, tanganku yang mulai gemetar meraih jemari lentiknya. Eren lantas menoleh ke arahku dan aku berikan dia senyum terbaik. "Tidak terasa, kita telah bersama lebih dari setengah abad. Namun, kau tetap menawan seperti saat kita pertama kali bertemu di atas anjungan kapal," pujiku.

Kemudian, kulihat setitik kristal menggenang di sudut matanya. Meskipun wajah yang dahulu sebulat buah apel itu telah jarang bersemu di hadapanku, tetapi aura damai dan menyentuh tetap dapat membelai sanubariku. "Aku juga tidak menyangka kita telah bersama selama ini dan memang itu yang kuharapkan. Kau pun tetap tampan sekaligus menyebalkan seperti saat kita bertemu di atas besi raksasa itu," jawabnya.

Aku hanya mendengkus dibarengi napas sengal setelah mendengar pujian sekaligus ejekan dari istriku. Kemudian, kubelai pipinya yang dahulu bulat dan kerap bersemu. Perlahan, kudekatkan wajahku padanya, hingga dapat kuberikan satu kecupan lembut di dahi bertirai poni yang mulai menipis. Tanpa kuduga, Eren membalasku dengan mendaratkan bibirnya di pipiku.

Tiba-tiba, deruman kuda besi memaksa kami untuk mengalihkan atensi ke jalanan. Dua buah benda beroda empat terparkir manis di depan halaman rumah. Seketika itu, euforia melonjak di dalam hatiku dan begitu pun dengan Eren yang terlihat dari gelagatnya. Perlahan, dia bangkit dan berusaha melangkahkan kaki mendekat ke taman.

A Nightmare Becomes A MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang