Chapter 7: Bretayal

1.3K 200 201
                                    

Hello! Welcome back with me, Grey Ackerman 😘

As usually, weekend is the day to update, for me😂 so, this is the new part of this story💖

Don't forget to VOTE and COMMENT🤩

Hope you enjoy

&

Happy Reading

🌹❤

-----*-----

Langit hitam perlahan sirna, memberikan aksen nila yang sangat menenangkan. Temaram Dewi rembulan pun redup ditelan cahaya sang mentari yang mulai memancar dari ufuk Timur, siap untuk menempati singgasana agung di atas langit. Udara dingin yang sempat menyergap hingga menusuk tulang pun kini menjinak oleh hangatnya sang fajar.

Namun, damai dan hangatnya hari baru tampak tidak dapat ditemui dalam satu ruangan di kapal megah yang besok akan segera berlabuh di Liberio. Hanya dentingan besi dan beling yang dapat didengar di antara mereka bertiga. Atensi tepusat pada makanan yang tersaji di hadapan masing-masing, tanpa ada minat untuk mengalihkannya kepada orang di depan dan di samping.

Kuchel berhenti menyuapkan potongan perkedel ke dalam mulut berbingkai lipstick merah, lalu mengalihkan atensinya kepada sang putra yang sedang mengunyah omelete tanpa minat. Wanita paruh baya tersebut meletakkan piring berisi makanan kesukaannya ke atas meja. "Apa kau masih memikirkan anak pelacur itu, Levi?" tanyanya, terkesan menuntut.

Namun, Levi tidak mengindahkan pertanyaan sang ibu. Dia justru menetapkan atensi pada sarapan yang tersaji di hadapannya–menyantap tanpa minat. Sementara itu, Bella menatap sang pria dalam diam dengan perasaan campur aduk.

"Jawab!" bentak Kuchel, disertai meja yang sedikit bergetar karena hantaman tangannya.

Suasana hening pun semakin mencekam oleh amarah yang meluap. "Apa yang kupikirkan adalah urusanku, Ibu." Levi berujar datar, tidak mengindahkan tatapan berang Kuchel dan Bella.

Wanita paruh baya dengan surai eboni mencapai pinggang semakin naik pitam dengan ucapan sang anak. "Harusnya kau membuka dirimu kepada calon istrimu! Sebentar lagi kalian akan menjadi sepasang suami-istri!" geramnya.

"Aku akan membatalkannya," ujar Levi, tanpa peduli dengan reaksi kedua wanita di hadapannya. Khususnya, reaksi sang tunangan.

"Apa maksudmu? Kau membatalkan pernikahan kita hanya karena anak pelacur itu! Bahkan setelah kau mengetahui kebenaran tentang bocah berengsek itu! Buka matamu, Levi! Dia hanya ingin kau kasihan padanya!" Bella membanting piring beling di tangannya hingga berserakan di lantai.

Perempatan halus pun muncul di dahi pucat dalam belaian poni hitam yang sedikit menjuntai. "Apa pun keputusanku, kalian tidak berhak mengaturku. Aku bukan anak kecil!" Pria itu bangkit dari posisi duduknya. Kaki beralaskan pantofel berayun ke depan, menggulingkan meja berbahan kayu jati dengan ukiran emas yang indah bersama dengan makanan yang turut berserakan di lantai.

"Jaga sikap dan perkataanmu, Levi! Aku tidak pernah mengajarimu untuk menjadi anak durhaka seperti ini!" Tangan berayun keras hingga mendarat pada pipi porselen sang putra, meninggalkan bekas kemerahan di sana.

Levi memalingkan wajah, tidak peduli dengan perih yang menyerang pipinya. Tamparan ini, tidak ada rasanya ketimbang yang dia terima dari pemuda bersurai brunette itu–masih membekas rasa sakitnya. "Aku memang durhaka, Bu. Tapi, apakah Ibu pernah berpikir soal masa depanku? Apa yang ada di pikiran Ibu hanya uang dan harta!" Pria tersebut melangkahkan kaki ke arah pintu, mengabaikan kemarahan sang ibu.

A Nightmare Becomes A MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang