A Nightmare Becomes A Memory
Happy reading
&
Hope you enjoy!
🌹❤
-----*-----
Jantung berdebar keras di dalam dada. Darah mengalir dengan cepat menuju ubun-ubun. Perempatan halus terbit di dahi pucat dalam belaian poni eboni. Rahang tegas mengeras seiring dengan murka yang kian membumbung. "Berani sekali kau menyerahkan istriku pada perempuan busuk itu!" desis Levi, menghampiri Colt yang merasa seluruh tubuhnya mati rasa–takut. Sungguh, dia sangat merutuki kebodohan pemuda pirang itu.
Satu kepalan tangan nyaris mendarat di pipi pucat pemuda berambut pirang tersebut. Jika saja, tidak ada seorang wanita yang menghalangi. "Sir Levi, tolong jangan terbawa emosi. Ini bukan sepenuhnya salah Colt. Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak bisa menjaga Eren," mohon Petra. Linang air mata menggenang di pelupuk manik cokelat madunya.
Levi menarik tangannya dari genggaman Petra. Teriakan penuh amarah dan perasaan bersalah dia lepaskan–masa bodoh dengan harga diri. Pikirannya kalut, membayangkan Bella yang tengah menyakiti Eren bersama sang jabang bayi. Namun, di saat bersamaan dada terasa nyeri bagai ditusuk ribuan bilah pedang. Dia yang seorang suami, kenapa tidak bisa melindungi istri dan anak-anaknya sendiri?
Petra menatap pria itu dengan perasaan sesak. "Sir?" panggilnya dengan suara pelan, berusaha membuat Levi tenang terlebih dahulu. Pria itu pun hanya melirikan mata ke arahnya.
"Ayo kita cari Eren sekarang juga, apa pun caranya. Sebelum semuanya terlambat," ajak Petra, terbesit tekad yang kuat dalam sorot matanya.
Levi mengangguk–membenarkan apa yang dikatakan Petra. Tangan dalam balutan otot-otot kokoh pun mengepal. "Iya, harus. Sampai mati pun aku tetap akan mencarinya sampai ketemu," geramnya. Wajah cantik sang mantan tunangan kembali terbesit dalam pikiran dia. Wajah jelita yang sempat mengisi hidupnya. Pria itu tidak memiliki pilihan lain, selain menjatuhkan Bella dengan tangannya sendiri. Semua ini demi Eren dan si kembar.
"Bolehkah aku ikut dengan kalian? Kurasa aku ingat dengan plat mobil yang membawa Eren," pinta Colt, tampak kristal bening menggenangi sudut mata cerahnya. Hati dia kuatkan dengan tekad yang bulat. Keegoisan dia lenyapkan dari dalam jiwanya.
Levi dan Petra tentu terkejut dengan pernyataan Colt. Sang pria tampak ingin menolak tawaran pemuda itu–merasa masih kesal. Sementara itu, wanita bersurai cokelat itu hanya menatapnya dengan bibir terkatup rapat dan raut memohon maaf. Di saat seperti ini, bukankah lebih baik untuk saling bahu membahu?
"Tapi, kumohon bantu aku bertemu dengan keluargaku," mohon Colt. Dia sudah tidak peduli dengan janji wanita yang memberinya uang. Sudah seharusnya dia tidak menerima tawaran Bella dan menukarkan Eren sebagai imbalan.
Akhirnya, Levi menganggukan kepala–menerima bantuan pemuda berwajah suntuk itu. Mereka pun segera memasuki kuda besi usang yang tengah beristirahat di depan pekarangan pondok. Sang pria menyalakan mesin dan lantas menginjak pedal gas.
Benda beroda empat itu melaju dengan tangkas di tengah jalanan lenggang. Tatapan setajam pedang tidak lepas dari jalur di depannya. Satu-satunya tempat yang terbesit di otak Levi, tidak lain adalah kantor polisi.
Bertahanlah, Eren. Aku pasti akan menyelamatkanmu.
-----*-----
Ruangan hampa yang semula sunyi, kini bergema oleh jerit dan isak tangis. Tawa membahana dan berbagai caci maki pun ikut meramaikan. Cahaya lampu menjadi saksi bisu dari semua kekejaman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Nightmare Becomes A Memory
RomanceThe Colossus, kapal terbesar yang pernah dibangun oleh tangan-tangan manusia pada masa itu. Kapal yang menjadi impian umat manusia dengan semboyannya sebagai kapal yang tidak akan pernah tenggelam. Baik tua maupun muda, kaya maupun miskin, semuanya...