Hello!
Welcome back with me, Grey Ackerman ❤
I think, this part will kind a bored. But, I hope you read it with joyful heart because I made this part with many troubles I got :")
Btw, I take some setting from Titanic to make this story feels more realistic. But, don't be afraid because I had paraphrasing all of that setting^^
I'm sorry because my English is very bad😂
Happy reading
&
Hope you enjoy!
🌹❤
-----*-----
Kegiatan panas mendadak berhenti kala guncangan hebat membuat sang raksasa besi bergetar. Kedua pria bertubuh kekar mengakhiri cumbuan dan rabaan nakal pada tubuh mungil sang pemuda. Lelehan cairan sebening kristal telanjur membentuk dua sungai kecil di pipi gempal milik mangsa mereka. Jejak-jejak saliva tampak jelas di area perpotongan bahu dan leher.
"Sial! Apa yang terjadi?" Reiner menarik tangannya yang semula menari di atas perut Eren. Perempatan tegas muncul di permukaan dahinya–panik.
Berthold pun mengambil langkah mundur. "Sepertinya kita harus pergi," ujarnya dan dibalas anggukan oleh Reiner.
Kedua pria itu menjauhkan diri mereka dari sang pemuda, lalu dengan tergesa melangkahkan kaki ke arah pintu. Eren panik kala lampu berkedip dengan tidak wajar, sedangkan kedua pria tersebut akan meninggalkan dia. "Hei! Kalian mau ke mana? Lepaskan aku!" teriaknya, selagi berusaha membebaskan belenggu pada kedua tangannya.
Namun, Reiner dan Berthold tidak menghiraukan teriakan sang pemuda. Mereka lantas membuka pintu bercat putih yang menjadi sekat ruangan itu dengan lorong di luar, lalu menutupnya dengan rapat. Hal itu membuat iris emerald milik Eren melebar kala telinganya menangkap suara pintu yang dikunci.
"Keluarkan aku dari sini! Berengsek!" Eren berteriak semakin keras hingga suaranya menggaung dalam ruangan tersebut. Tenaga dikerahkan demi membebaskan pergelangan tangan yang justru semakin tersayat akibat ulahnya sendiri.
Bulir-bulir cairan asin merembes dari pori-porinya, bersamaan dengan cairan sebening kristal yang kembali mengalir dari bola emerald. Napas terengah akibat jantung yang berdendang kuat di dalam dada. Perlahan, kakinya tidak dapat menahan bobot tubuh hingga tulang ekor kembali bersentuhan dengan lantai. Isak tangis meluncur bebas dari bibir semerah delima.
------*------
Pria bersurai hitam melangkah tergesa menuju kantor yang terletak di belakang anjungan. Beberapa gulungan kertas tersampir di dalam jepitan lengan berbalut jas hitam. Dia didampingi oleh sejumlah pria berseragam lengkap dengan atribut kompleks guna menjaga keamanan.
"Sebelah sini, Tuan Nile," ujar salah seorang kru kapal yang bersamanya sambil mengarahkan tangan kanan ke ruang kantor sang kapten.
Nile mengangguk singkat selagi mempercepat langkahnya. Salah seorang kru kapal mendahuluinya, lalu membukakan pintu sehingga pria tersebut dapat memasuki ruang kantor sang kapten. Benar saja, pria dengan sejumlah uban di kepala dan kacamata bertengger manis di hidung telah menanti kedatangannya.
"Kapten Darius." Nile sedikit membungkukkan badan ketika berada di hadapan Darius.
"Duduklah," ujar Darius selagi menunjuk ke arah sofa yang terletak di sudut ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Nightmare Becomes A Memory
RomanceThe Colossus, kapal terbesar yang pernah dibangun oleh tangan-tangan manusia pada masa itu. Kapal yang menjadi impian umat manusia dengan semboyannya sebagai kapal yang tidak akan pernah tenggelam. Baik tua maupun muda, kaya maupun miskin, semuanya...