Hallo!
Kembali lagi bersama saya Grey Ackerman^^
Selamat menikmati bagian terbaru dari A Nighmare Becomes A Memory💖
Happy reading
&
Hope you enjoy
🌹❤
-----*-----
Detik menjadi jam. Hari menjadi pekan. Telah terlewati dua pekan sejak usaha Levi untuk mencari Eren, hingga berbuah manis. Perlahan dan pasti, rencana baru untuk mewujudkan asa akan kehidupan mendatang yang lebih cerah mulai dilaksanakan. Tenggelamnya sang Colossus tidak hanya menyisakan kenangan pahit, tetapi juga menjadi pelajaran bagi seluruh insan yang kehilangan harta bendanya untuk memulai lagi dari awal.
Matahari mulai merangkak semakin tinggi ke puncak cakrawala. Eren telah memiliki rutinitas baru. Jika, biasanya dia hanya sarapan dan membantu Petra untuk mengurus kebun. Namun, kini dia memiliki tugas baru untuk mengantarkan makan siang kepada Levi di tempat kerjanya–toko alat lukis terbesar di Liberio.
Sang pemuda tentu tidak keberatan akan hal itu. Mengingat jarak antara pondok dan toko kesenian tempat pria bersurai eboni itu mencari nafkah, dapat dia tempuh dengan berjalan kaki. Kendatipun begitu, butuh waktu kurang lebih satu jam untuk menempuh perjalanan yang bagi Eren sangat menyenangkan. Tentu dia sudah sangat terbiasa pergi ke mana pun hanya dengan mengandalkan kedua tungkai jenjangnya.
Kini, tangan lihainya sedang asyik berperang dengan alat-alat dapur dan beberapa bahan makanan. Bibir ranum tidak henti-hentinya memamerkan lengkungan seindah bulan sabit. Mulut bersenandung riang tiada henti.
Sementara itu, sang pemilik pondok yang sedari tadi membaca buku tidak dapat berkonsentrasi. Iris cokelat madu terus tertuju pada Eren. Terasa sesuatu yang menggelitik di hati. Kau memang sangat cocok untuk menjadi seorang istri, dibanding suami sebagaimana kodratmu, batin Petra.
"Selesai!" seru Eren, sambil memastikan bahwa rantang telah tertutup dengan rapat. Pemuda itu pun melangkahkan kaki ke arah Petra yang masih menatapnya sambil tersenyum.
"Kau akan berangkat sekarang?" tanya Petra. Eren pun mengangguk sopan sambil tersenyum lebar.
Menanggapi hal itu, Petra beranjak dari posisinya. Keduanya melangkah ke ruang tamu. Eren menatap wanita itu sejenak. "Aku berangkat," ujar sang pemuda.
"Hati-hati di jalan." Setelah itu, Eren pun membalik tubuh dan mulai melangkah menjauhi pondok. Tangan melambai ke arah Petra yang masih berdiri di ambang pintu. Sosok sang wanita pun hilang dari pandangan ketika dia berbelok di perempatan.
Eren kini dapat fokus dalam perjalanannya. Hanya suara napas, derap langkah kaki, dan tapak sepatu kuda yang dapat dia dengar sesekali. Terkadang, kepala menoleh sambil melontarkan senyuman kepada beberapa pejalan kaki yang menyapa.
Gedung dan lorong padat mulai terlihat di kejauhan. Beberapa toko roti dan cafe berdiri di kedua sisi jalan yang Eren lewati. Sang pemuda pun mempercepat langkah kakinya–tidak sabar ingin segera menemui pria bersurai eboni itu.
Namun, tidak semudah membalikan telapak tangan. Entah kenapa, Eren merasa langkahnya semakin berat. Padahal pemuda itu ingat bahwa dia sudah mengisi perutnya hingga penuh tadi pagi, lalu memakan camilan sebelum memasak makanan untuk Levi.
Beberapa toko roti dan cafe kini tepat berada di kedua sisi jalan yang dia lewati. Eren kembali mempercepat langkah kakinya. Namun, semakin dia berusaha, justru pandangannya makin berpendar. Kepala pun terasa berat dengan keringat dingin yang mengalir begitu deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Nightmare Becomes A Memory
RomansaThe Colossus, kapal terbesar yang pernah dibangun oleh tangan-tangan manusia pada masa itu. Kapal yang menjadi impian umat manusia dengan semboyannya sebagai kapal yang tidak akan pernah tenggelam. Baik tua maupun muda, kaya maupun miskin, semuanya...