Hallo!
Kembali lagi dengan saya Grey Ackerman❤
Sebelum mulai, klik dulu tombol VOTEnya yaa! Sebagai bentuk dukungan kalian agar cerita ini bisa dilanjutkan^^
Happy reading
&
Hope you enjoy!
🌹💖
-----*-----
"Levi!"
Lelehan air mata mengalir dari netra sewarna emerald. Getaran menjalar di sekujur raga bersama dengan keringat dingin yang mengucur deras dari pori-pori. Detakan keras di dalam dada dapat didengar oleh daun muda itu.
Tulang duduk menopang tubuh yang masih setengah sadar. Eren mengangkat tangan kanannya, hingga mendarat di pipi. Sensasi lembab menjalar di telapak tangannya. "Mimpi?" lirih pemuda bertampang ayu itu.
Kepala cokelat menoleh ke arah jendela. Kibaran korden melambai kala desir angin mengalir dari jendela yang terbuka. Terik sang surya menyelinap ke dalam kamar, menjadi penerang utama.
"Apa yang sedang kau lakukan sekarang, Levi?" tanya Eren pada dirinya sendiri. Mentari belum beranjak dari puncak tudung cakrawala. Namun, entah mengapa hati terus bertanya diselingi perasaan cemas. Apakah pria bersurai hitam itu telah menepati janjinya? Atau malah lari ke ujung dunia dan meninggalkan sang pemuda?
Ketukan pintu mengalihkan perhatian Eren. Jejak-jejak sungai kering di kedua belah pipinya diseka dengan segera. Kaki menapak di atas lantai, membawanya untuk membuka pintu.
"Selamat siang, Dona. Makanannya sudah siap. Hei! Kau menangis?" Wajah sumringah Petra mendadak berubah–khawatir. Hal itu tentu membuat Eren terkejut. Pemuda tersebut lantas menyeka sisa lelehan air mata yang mengalir di pipinya.
"Tidak, Nona Petra. Aku hanya mengantuk," sangkalnya sambil menaikkan kedua sudut bibirnya–terpaksa.
"Sungguh? Tapi kenapa–"
"Tidak apa-apa, Nona Petra. Aku hanya mengantuk dan ini biasa terjadi." Eren kembali menyangkal pertanyaan Petra. Hal itu pun membuat wanita bersurai karamel tersebut menghela napas–mulai sadar bahwa pemuda di hadapannya adalah orang yang kepala batu.
"Baiklah. Ayo, aku sudah menyiapkan makanan untukmu. Oh iya ... panggil saja aku Petra," ujar wanita jelita tersebut.
Pemuda blasteran itu mengangguk sambil menyunggingkan senyum manis. Kaki jenjang melangkah, mengikuti ke mana wanita di hadapannya pergi. Satu demi satu anak tangga dipijak, menimbulkan derit kayu.
Semerbak sosis bakar, smashed potato, krim sup, dan berbagai hidangan lain menyeruak ke dalam lubang hidung. Gemuruh dalam pusat tubuh menggelitik dari dalam. Iris emerald tampak berbinar dengan euforia melonjak di dalam hati.
"Duduklah." Petra mempersilakan pemuda itu duduk di hadapannya. Eren tentu langsung memenuhi ajakan wanita tersebut.
Tangan membalik piring dan mengambil beberapa hidangan yang semuanya sungguh menggugah selera. Uap tipis mengepul dari piring dan mangkuk di hadapan Eren, menggodanya untuk segera mengecap rasa hidangan lezat itu.
"Enak," gumamnya, setelah menyesap krim sup dengan aroma kaldu ayam dan jagung yang telah menanti Eren untuk segera mengisi perut.
Semburat merah muda terbit di pipi porselen Petra kala mendengar pujian itu. "Terima kasih, Dona. Selamat makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Nightmare Becomes A Memory
RomanceThe Colossus, kapal terbesar yang pernah dibangun oleh tangan-tangan manusia pada masa itu. Kapal yang menjadi impian umat manusia dengan semboyannya sebagai kapal yang tidak akan pernah tenggelam. Baik tua maupun muda, kaya maupun miskin, semuanya...