8. Berubahnya Adli

3K 208 14
                                    

Happy reading ✨

"Adli ka—" belum selesai Vio berbicara tubuhnya sudah ambruk dan untungnya dengan sigap Adli menahan.

"Vi, lo kenapa?" Adli mengguncangkan tubuh Vio berharap yang di guncangkan bangun, namun hasilnya nihil. Adli menggendong Vio menuju UKS dan berharap UKS belum di kunci.

Sesampainya di UKS Adli membaringkan tubuh Vio lalu menelpon seseorang di seberang sana.

"Bawa mobil gue ke sekolah. Gak pake lama," setelah mengakhiri telponnya secara sepihak Adli menatap wajah Vio yang pucat, nafas yang teratur dan wajah tenang tidak menghilangkan kesan lucu pada wajah Vio.

"Maafin gue. Ini satu-satunya cara buat lindungin lo."

Tak lama kemudian mobil Adli sampai dan buru-buru ia memindahkan Vio yang belum siuman. Hey, Adli tidak tahu-menahu bagaimana mengatasi orang pingsan maka dari itu ia hanya diam seperti orang bodoh.

• • •

Saat ini Adli sedang menatap wajah Vio yang masih damai. Vio sudah berada di ruang rawat inap. Setelah Vio dibawa ke rumah sakit terdekat Adli dengan sesegera mengotak-atik HP milik Vio untuk menghubungi orang tuanya.

Reaksi sang Hana saat mendengar kabar Vio di rumah sakit tentunya sangat terkejut. Ia buru-buru pergi ke rumah sakit. Saat ini ia sedang berada di ruang administrasi. Maka tadi ia titipkan saja anaknya pada laki-laki yang menolong Vio, tentu saja itu Adli.

Adli hanya diam menatap Vio. Dalam pikirannya begitu banyak pertanyaan tentang gadis cantik di hadapannya. Seperti, mengapa Vio pingsan? Apa karena Vio terkejut saat Adli menembaknya? Oh, percayalah saat ini Adli sedang merasa bersalah.

Lamunan Adli tersadarkan saat ada yang membuka pintu. Itu Hana, ibu Vio.

"Makasih ya sudah menolong anak saya," ucap Hana seraya mengelus sayang kepala Vio yang masih terpejam.

Adli hanya mengangguk sebagai jawaban. Sudah bisa Hana tebak bahwa pemuda di hadapannya ini orang yang dingin. Dari sorot mata tajamnya saja sudah terlihat.

"Saya minta maaf udah nabrak Vio dan kabur gitu aja," kini Adli menatap Hana dengan rasa bersalah.

Hana tersenyum hangat. "Jika kamu tidak menolong Vio saat ini mungkin saya tidak mau memaafkan pria tidak bertanggung jawab seperti kamu."

Jleb

Adli merasa tersindir dengan penuturan yang Hana lontarkan. Jika Hana bukan orang tua maka sudah di pastikan ia babak belur di tangan Adli. Namun Adli sangat menghormati orang tua. Apalagi disini posisinya memang ia yang salah.

"Saya maafkan kamu. Saya tahu kamu anak baik. Lain kali kamu harus belajar menjadi pria sesungguhnya yang senantiasa bertanggung jawab atas apa yang di perbuat," penuturan panjang dari Hana hanya mendapat anggukan dari Adli.

"Ya udah kalo gitu, saya pamit ya, tante," setelah melakukan salim kepada Hana barulah Adli pergi dari rumah sakit.

Sejujurnya Adli tidak suka rumah sakit. Baginya rumah sakit adalah tempat kesedihan, tempat kehilangan, serta tempat terkutuk. Tapi mau bagaimana lagi? Adli terpaksa. Sangat terpaksa. Jika bukan karena Vio Adli tidak mau melakukannya.

                                            •••

"Van, lo ngerasa gak sih kalo si Adli aneh?" tanya Rafa tiba-tiba.

Ovan yang sedang menghisap rokoknya hanya menaikkan sebelah halisnya sebagai jawaban 'kenapa'.

Rafa hanya mengedikan bahunya sebagai jawaban. Oh tentu saja di hadiahi lemparan koran yang entah dari mana oleh Ovan.

"Lo ngomong yang bener sat. Geje lo!"

Rafa hanya mencebikan bibir seperti perempuan saat sedang marah.

"Najis lo!" sekarang yang mendarat mulus di wajah Rafa adalah sebuah majalah.

"Santai aja dong njing. Muka ganteng gue kalo ancur gimana hah? Lo mau tanggung jawab?"

Ovan menahan rasa kesalnya karena jika tidak maka asbak yang ada di hadapannya yang akan dijadikan senjatanya untuk di daratkan di wajah Rafa.

"Ovan sabar ya. Orang sabar di sayang Bella. Eh maksudnya Allah," Ovan mengelus-elus dadanya berulang kali berharap kekesalannya terhadap Rafa reda.

"Bucinnya si Bella lo? Wah kabar menarik nih. Apa kabar fans lo setelah tau kalo lo punya gebetan ya?" Rafa menyeringai jail kepada Ovan.

"Heh, lo jangan kaya ember bocor ya. Gue cuma bercanda doang. Awas aja kalo lo ngomong yang engga-engga sama anak sekolah. Bisa ancur popularitas gue!"

"Brengsek ya lo jadi cowok. Ck ck, heran gue sama lo yang mementingkan popularitas dari pada perasaan perempuan," ujar Rafa so menasihati.

"Gak usah banyak bacot. Mending cari cewek sono."

"Rafa itu kodratnya dicari, bukan mencari," ujar Rafa bangga.

"Muka jelek aja belagu!" Ovan geleng-geleng kepala atas kepedean Rafa sahabat nya ini.

Ah, tentunya Ovan berbohong. Kedua manusia yang sedang berada di basecamp inti itu adalah ciptaan Tuhan yang begitu tampan. Bahkan sangat tampan. Maka tidak heran mereka menjadi pentolan di Global. Tentunya dengan Adli yang sama tampannya.

"Raf, pulang yu. Gue takut di cariin mama tercinta."

Rafa yang sedang bermain game di ponselnya menatap Ovan.

"Gaya lo dicariin mama tercinta. Biasanya juga pulang subuh gak inget rumah."

"Beda lagi itu mah. Gue pulang subuh kan habis clubbing."

Siapa sangka makhluk tampan ini memiliki jiwa bar-bar. Meskipun terlihat seperti anak mama, Ovan adalah yang paling bar-bar di antara Rafa dan Adli. Sedangkan Adli dan Rafa hanya memiliki kenakalan standar. Kenakalan standar yang dimaksud adalah hanya pulang dari club sampai tengah malam.

"Ya udah ayo." Rafa beranjak dari tempat duduknya dan melenggang keluar basecamp beserta Ovan.

🌵🌵🌵

Pakabar?

Makasih udah baca loh, jangan lupa vote sama semangatnya yap.

See u di next chapter ya gais, babay.

✍️Selasa, 24 Maret 2020

ADLI [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang