TPM 26

832 68 0
                                    

Dunia seakan berhenti di titik itu. Rasanya Hyora ingin menulikan telinga nya sejak penuturan tadi mengudara dan mengejutkan rungu nya. Demi apapun, ini aneh. Seharusnya Hyora senang jika permohonan di hari ulang tahunnya langsung terkabulkan, terlebih lagi laki-laki itu adalah Johnny yang sudah ia kagumi sejak dulu. Seharus nya Hyora senang jika ada seseorang mengutarakan keseriusannya untuk menjalani hidup bersama.

Aneh, respon hatinya seolah tak menerima‒seolah ia tak begitu senang jika Johnny mengungkapkan semua itu. Ada apa dengan dirinya sendiri‒bahkan ia tidak mengerti. Mendadak kepalanya terasa pening memikirkan itu semua. Kerongkongannya terasa serat dan bingung harus menjawab apa. Bahkan untuk melihat Johnny, wanita itu tidak sanggup lagi. Entahlah, sadar akan hal itu Hyora mulai menjauhkan sentuhannya dari tangan Johnny.

“Maaf oppa... bukan maksudku untuk menolak mu. Kau sudah ku anggap seperti kakak ku sendiri.”

“Tapi Hyo...” Johnny terkejut seakan tak percaya. Sekejap ia mungkin menyadari jika Hyora sepertinya butuh waktu untuk memikirkan ini semua. “Baiklah, mungkin kau butuh waktu untuk memikirkan ini. Aku akan menunggu bagaimana keputusan terbaikmu nantinya.”

Sedikit Hyora merasa lega karena Johnny tak memaksanya untuk menjawab iya. Pasalnya ia sedikit khawatir mengingat tadi Johnny baru saja memintanya mati-matian untuk minum soju. Tapi lain cerita jika mengenai perasaan, perasaan seseorang tidak bisa dipaksakan bukan? Entahlah, bahkan dalam do’a tadi ia meminta yang satu ini, kenapa saat Johnny yang menawarkan justru ia merasa tak siap. Hatinya mendadak bimbang tak lagi dimengerti, mungkin Hyora cukup terkejut atas penuturan itu‒mungkin karena itu ia merasa tak siap.

Hyora menunduk malu sekaligus merasa bersalah. “Oppa... maafkan aku.”

Miris...

Miris sekali hidup Johnny sekarang. Ditinggal oleh mantan yang akan menjadi tunangannya, dan sekarang‒di tolak oleh Hyora tanpa alasan yang jelas. Malu? Ah sudah lah, Johnny hanya harus terbiasa tebal muka menghadapi yang seperti ini. Johnny tidak ingin ambil hati, biar‒biar saja perkaataannya tadi menjadi angin lalu. Lantas lelaki itu mengulas senyum paksa dan kembali melanjutkan makan.

“Hyo habiskan makananmu. Setelah itu kita kembali.”

Saat itu juga, Hyora kian makin merasa bersalah.

Sepuluh menit berlalu, mereka tampak menikmati makan sore sekaligus malam dengan sangat khidmat. Tentu saja‒karena setelah kejadian tadi mereka berdua jadi mendadak bisu. Dengan segera mereka beranjak pergi dari sana dan tak lupa Johnny membayar pesanan nya terlebih dahulu.

Hyora merasakan keanehan dalam dirinya, sekuat tenaga ia mencoba menahan rasa kantuknya yang teramat sangat. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya yang mulai memburam sembari menggelengkan kepala.

Tidak, Johnny tidak boleh tau jika Hyora sudah mabuk. Namun wanita sekuat tenaga menggigit bibir bawahnya sendiri, merasakan sakit‒agar ia lupa akan kesadarannya yang perlahan ingin hilang. Bergegas ia menarik tuas pintu mobil, lalu menenggelamkan diri disana.

“Kau pulang ke kantor agensi kan?” tanya Johnny yang sedang menggunakan sabuk pengaman.

Hyora mencoba memasang wajah semangat. “Iya oppa... mobil ku masih disana.”

Hyora mengerti situasi, ia tidak ingin menjadi hening di dalam mobil. Atmosfer saat detik-detik menyelesaikan makan tadi membuatnya cukup jengah. Tidak seharusnya mereka saling diam seperti itu. Dan sekarang, Hyora berinisiatif menghidupkan audio mobil dan memilih beberapa lagu yang ingin ia nyanyikan‒hal ini cukup membantu juga untuk melenyapkan rasa mabuknya.

Oppa masih ingat lagu ini?” Hyora memilih lagu We Dont Talk Anymore milik Charlie puth. Pasalnya lagu ini sangat populer saat mereka kuliah dulu. Dengan antusias Johnny bernyanyi saat lagu itu dimulai.

3. THE PERFECT MANAGER | JJK ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang