Bab 3 – Pengakuan (2)
Sosok yang menyebutkan dirinya bahwa ia detektif itu mengajaknya ke sebuah bangku yang agak jauh dari TKP agar mereka bisa lebih tenang dalam membicarakan kasus itu. Sambil menunggu datangnya saksi pertama yaitu si pengasuh, mereka sempat membicarakan sesuatu yang bisa dikatakan sedikit serius.
"Pak Detektif, ma–"
"Panggil aja gue Pandu," sahut si detektif yang sudah menyebutkan namanya itu.
Ia hanya meng'oh'kan saja perkataan lawan bicaranya. "Oke, Pandu. Gini, gue sebenernya punya rahasia yang belum ada satupun orang yang tahu."
"Gue nggak tanya."
Mendengar jawaban itu, ia menghembuskan nafas kesal. "Dengerin dulu!"
"Apa?"
"Sumpah! Jutek banget kayak cewek lagi dateng bulan," gumamnya dalam hati melihat kejutekan si detektif itu. "Lo biasa aja dong, jangan jutek gitu! Kan gue jadi males kasih kesaksisan. Padahal gue tahu semuanya."
Setelah Rhea mengatakan itu, wajah jutek Pandu langsung sirna dan ia memasang sebuah senyuman. Ya, senyuman yang dipaksakan. "Oke, maaf ya. Sekarang apa rahasia lo itu?" tanyanya dengan nada yang sedikit lembut.
Rhea tersenyum dibuatnya. Lalu ia membisikkan sesuatu pada Pandu, "Gue punya sentuhan yang ajaib."
"Hah?"
*****
Tiba-tiba saja si detektif tertawa terpingkal-pingkal. Entah apa yang lucu, ia pun tak merasa kalau ia sedang melucu. Matanya terus menatap datar sosok detektif yang sedari tadi masih terus tertawa.
"Apa sih yang lucu?"
Pertanyaan itu membuat tawa Pandu terhenti seketika dan ia bersikap jutek seperti semula. "Ekhem," ia berdeham untuk sekedar mengembalikan suaranya, ah bukan, untuk sekadar mengembalikan image juteknya. "Sentuhan ajaib semacam apa?"
"Gue ... bisa melihat kejadian yang udah dan belum terjadi."
Pandu menatapnya serius. "Lo bisa buktiin?"
"Oke, gue buktiin. Kita tunggu si pengasuhya datang. Oh ya! Baru lo yang tau tentang keanehan gue ini."
"Baru gue?" tanyanya sambil menunjuk batang hidungnya sendiri.
Rhea hanya mengangguk.
Tak ada lagi percakapan antara mereka hingga seorang dari tim kepolisian datang bersama si pengasuh yang mereka nantikan. Seorang dari tim kepolisian itu memberikan secarik kertas pada Pandu dan Pandu memberikan kertas itu padanya. Tanpa disuruh ia pun mengisi secarik kertas itu dan membubuhkan tanda tangan di dalamnya. Setelah selesai mengisi, ia memberikan kertas itu pada Pandu.
"Oke, Nona Rhea, apa yang bisa Anda ceritakan pada saya mengenai kasus yang terjadi ke–"
"Oke, gue ceritain semuanya," belum sempat Pandu menyelesaikan ucapannya, ia langsung memenggal perkataan Pandu dengan ketidaksabarannya dalam memberi kesaksian. "Awalnya, si pengasuh dan anak itu datang naik mobil pribadi berwarna putih keabuan. Sesampainya di taman, mereka membeli sebuah bola dari kakek-kakek yang sekarang berjualan di sana."
Si pengasuh mengangguk membenarkan. Meskipun si pengasuh itu sedikit heran darimana gadis yang duduk di sampingnya itu bisa tahu hingga sedetail itu.
"Kemudian, mereka berjalan melewati jalan sebelah kiri air mancur itu karena di jalan kanan itu anjing dan si anak takut anjing. Jadi, mereka mengambil jalan sebelah kiri untuk duduk di bangku yang sekarang jadi TKP. Di sana, awalnya si anak bermain robot-robotan yang sekarang menjadi barang bukti tapi tak lama kemudian si anak menaruh robot itu dan beralih bermain bola bersama si pengasuh. Karena si anak menendang bola terlalu jauh, mau tak mau si pengasuh harus mengambilnya dan meninggalkan si anak sendirian. Nah, saat itu lah si penculik beraksi. Gue ngelihat ada seorang pria bertubuh kurus jangkung mendekati anak itu. Pria itu memberinya sebuah lollipop dan si anak itu langsung digendongnya pergi dari taman ini."
"Neng, kok bisa tau sedetail itu sih?" tanya si pengasuh. Namun ia hanya tersenyum penuh kemenangan sambil menatap si detektif dengan menggerakkan kedua alisnya naik dan turun.
"Terus? Apa lo tau keberadaan anak itu?"
Ia mengangguk. "Gue tau, tapi gue masih belum yakin. Bisa gue pinjam barang bukti itu lagi?"
Setelah mendengar cerita-cerita Rhea yang dibenarkan oleh si pengasuh tadi, ia menjadi sedikit percaya dengan kemampuan khusus yang tadi dikatakan oleh Rhea. "Bentar."
Rhea tersenyum melihat Pandu yang setidaknya mau mempercayainya walau sedikit. Sambil menunggu Pandu meminta ijin pada seseorang dari tim forensik yang sempat memaki-makinya tadi. Terlihat Pandu berhasil mendapatkan barang bukti itu untuknya dan sekarang Pandu tengah perjalanan ke tempatnya berada.
Sesampainya di hadapannya, Pandu langsung memberikan barang bukti itu padanya. Disentuhlah barang bukti itu dengan tangan kanannya. Ia kembali merasakan bayangan hitam putih itu yang semakin lama semakin jelas. Melihat apa yang hanya bisa ia lihat, ia sedikit terkejut dan tak percaya akan siapa penculik sebenarnya dan ke mana anak itu menghilang.
"Mbak, apa orang tua dari anak ini bercerai dua tahun yang lalu?" tanyanya setelah memberikan kembali barang bukti itu pada Pandu.
"Hah? Kok bisa tau, Neng?"
Rhea mengangguk paham dan langsung menatap yakin pada Pandu. "Gue tau siapa penculiknya."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Romance(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...