26 - Ciri-Ciri (1)

9.6K 741 97
                                    

Bab 26 – Ciri-Ciri (1)

Getaran hati yang baru kali ini dirasakan, membuatnya selalu memikirkan sosok itu. Dalam diam, ia selalu memikirkan dan terus menjaga getaran hatinya itu sampai sosok itu juga merasakan hal yang sama. Hati menginginkannya, namun pikirannya masih terus menolak untuk mengungkap. Karena ia tahu, sosok yang berhasil menggetarkan hatinya adalah seorang yang mungkin akan sangat sulit ditaklukkan. Meskipun sulit, namun hatinya tetap memilih untuk menahan perasaannya.

Pertama kali ia bertemu sosok itu, hatinya sudah mulai terketuk. Seolah perasaan yang dulu tak pernah ia rasakan, sekarang ia sedang merasakannya. Bahkan rasa itu sudah membuat pikirannya sedikit kacau setiap kali melihatnya tersenyum. Tersenyum dengan manis dan membuat hatinya terasa hangat hingga ia tak mampu berucap apapun setiap kali melihat senyuman itu.

Entah sudah sejak kapan motornya terhenti di pinggiran jalan dekat dengan rumah seseorang yang sedari tadi memenuhi otaknya. Rumah sederhana dengan ayunan yang membuat rumah itu tampak nyaman seperti taman bermain.

"Loh! Pandu!" ia terkejut ketika suara itu terngiang di telinganya. Matanya langsung menatap seseorang yang sedang mengikat rambutnya itu. "Ngapain lo di sini?"

Karena asyik menghidupkan khayalan-khayalannya, ia sampai tak menyadari bahwa sang pemilik rumah sudah berada tepat di sebelahnya. "Emh, anu ... gue, ta-tadi–"

"Yaelah kebiasaan nih anak, ganteng-ganteng gagap!" ejeknya sambil menjulurkan lidahnya ke arah Pandu. Ia terkekeh kemudian pergi mengayuh sepedanya meninggalkan Pandu yang masih berusaha mengatur hatinya. "Woi! Ayo!" teriaknya tanpa melihat ke arah Pandu yang masih diam di belakangnya. Ia hanya melambaikan tangan sebagai isyarat agar Pandu mengikutinya segera.

Melihat kelakuan gadis yang sekarang berada sedikit jauh di depannya, bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman yang sangat indah. Senyuman dari hati untuk seseorang yang telah menggetarkan hati.

Ia pun segera melajukan motornya mengikuti dari belakang sosok yang tengah mengayuh sepedanya itu. Matanya tak pernah terlepas dari sosok yang selalu memakai jaket putih. Mungkin, ia benar-benar sudah terpukau sekarang. Ya, terpukau dengan seorang gadis berponi pagar dan ia berharap bahwa Tuhan menjadikan dirinya jodoh dari gadis itu.

Tiba-tiba saja ia terkekeh pelan dengan pemikirannya sendiri. "Mungkin gini, rasanya jatuh cinta," gumamnya dengan sangat pelan. Untung saja jalanan sedikit ramai, jadi suaranya tertelan oleh keramaian kota.

"Pandu, di samping gue aja. Gue mau ngomong sesuatu," pinta gadis itu. Pandu pun menuruti apa pintanya. Ia menjajarkan motornya dengan sepeda milik Rhea —gadis itu.

"Ada apaan?" tanyanya dengan nada seperti biasa —cuek. Padahal di dalam sana, jantungnya serasa bergoyang riang tak karuan.

"Belum ada kabar tentang penculikan berantai ya? Gue takut, bulan ini kan tepat enam bulan setelah penculikan berantai itu sesuai rantai bulannya," ucapnya dengan mata yang terus tertuju ke arah depan tanpa melihat ke arah Pandu sedikit pun.

Pandu terdiam sejenak. Lalu ia berdeham. "Sebenarnya udah ada laporan anak hilang."

"APA? Terus? Kok lo nggak bilang gue?" sontak mata mereka bertemu saat Rhea menghentikan sepedanya dan melihat ke arah Pandu.

Lagi, jantungnya kembali bergetar hingga rasanya ia tak kuasa menatap kedua mata indah itu. Pandu pun menghembuskan napas pelan kemudian mengalihkan pandangannya. "Tapi anak hilang itu udah ketemu."

"Anjay! Gue udah deg-degan pula! Sialan lu, Ndu!" kesalnya. Pandu terkekeh setiap kali melihat Rhea mengerucutkan bibirnya saat ia kesal.

"Emh, Rhe, kapan-kapan lo mau ikut gue nggak?"

Your Magic GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang