Bab 25 – Puzzle (2)
Well, nasi sudah menjadi bubur. Mungkin saja ia bisa mempercayai dokter tampan itu untuk bisa menjaga rahasianya. Semoga saja, ia tak salah mengambil langkah.
"Iya, dok. Alasan kenapa saya suka pakai sarung tangan, ya ... karena sentuhan saja ini ajaib. Saya bisa melihat kejadian yang sudah maupun belum terjadi dengan menyentuh barang terakhir yang dipegang target maupun bersentuhan langsung dengan si target."
Devyn memanggut-manggutkan kepalanya. Tampak ada sebuah keraguan di sana. Tatapannya yang semula hangat tak menyiratkan suatu apapun, sekarang berubah menjadi tatapan penuh tanda tanya yang ingin segera terjawab. "Jadi ... kamu menggunakan kemampuan kamu itu untuk membantu Pandu menangkap pelaku?"
"Yap! Betul, dok. Tapi sayangnya ... kita masih memecahkan teka-teki untuk saat ini." Rhea menyilangkan kedua tangannya di dada dan terlihat tengah berpikir. Ia mengingat beberapa korban yang dinyatakan menghilang. Dan beberapa di antaranya merupakan bayi hingga anak-anak berusia sekitar 4-5 tahun. Ia berpikir, bahwa si penculik pasti sudah menentukan target korbannya, seperti anak-anak dan keunikan. Karena dari laporan-laporan yang Pandu berikan padanya, korban anak-anak yang hilang adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri.
"Mungkin saja, target kejaranmu itu ada di sekitarmu sekarang. Melihat data penculikan yang terjadi, si penculik itu pasti bukan seseorang yang biasa."
Rhea sedikit tersadar. Ya, dari data yang ia baca, penculik itu selalu selalu menculik anak-anak di pertengahan tahun. Selalu tak meninggalkan jejak apapun. Barang bukti bahkan sidik jari tak tertinggal di sana. Rhea yakin, ia tak sedang berhadapan dengan penculik biasa. Ia sedang berhadapan dengan seorang psiko yang cerdas.
"Ya ... memecahkan sebuah teka-teki memang sedikit sulit, Rhe. Tapi saya yakin, kalau kamu adalah gadis yang cerdas dan cekatan."
"Dokter juga mengikuti kasus penculikan ini?"
Devyn mengangguk. "Tentu saja. Karena saya suka anak-anak. Ah ya, sebentar ya. Saya mau ke dalam dulu."
Rhea tersenyum dan mengangguki ucapan dokter tampan itu. Teka-teki yang berusaha ia pecahkan bersama Pandu semakin rumit setelah mendengar ucapan Devyn. Tapi, ia menepis teka-teki penculikan itu untuk sementara. Yang ia pikirkan saat ini adalah kejanggalan yang mendadak menyeruput hatinya. Kejanggalan dengan desain rumah Devyn.
Saat melihat Devyn meninggalkannya bersama Riko di ruang tamu, rasa penasaran Rhea tiba-tiba mencuat ketika melihat kejanggalan yang ada. Rumah itu tampak besar dan ada beberapa pintu di ruang tengah yang terlihat dari ruang tamu. Sebenarnya ia berpikir bahwa pintu-pintu itu adalah pintu kamar. Namun, saat melihat Devyn memasuki salah satu ruangan, ia sempat menangkap gambaran dari dalam ruangan. Gelap, dan kosong. Tak ada barang apapun di sana.
Ah, mungkin itu gudang. Hanya itu yang ia pikirkan untuk menenangkan pikiran aneh-anehnya. Mungkin ia hanya parno karena baru pertama kali masuk ke rumah yang masuk ke golongan mewah dan megah. Dibanding dengan rumahnya saat ini, mungkin tak ada apa-apanya. Rumahnya hanya beberapa petak dan hanya ada dapur, satu kamar, bahkan ruang tv dan ruang tamu menjadi satu. Sedangkan rumah Devyn, mungkin luas rumahnya hanya sebanding dengan kamar mandi rumah Devyn.
"Penasaran deh, sama dalem-dalemnya kayak apa," gerutunya tanpa sadar bahwa langkah kakinya sudah membuatnya beranjak dari duduk dan membawanya masuk ke ruang tengah yang dikelilingi banyak pintu itu.
"Kakak!" panggilan Riko membuat langkahnya terhenti. "Kakak Liko kebelet pipis!"
"Rhea? Sedang apa?" tiba-tiba suara itu mengejutkannya. Ia yang ketahuan sedang berniat membuka pintu dimana Devyn masuk tadi, terlihat sedikit gugup karena merasa tak enak hati sudah bertingkah seperti penyelendup. "Mau ke kamar mandi?"
"Emm, anu, enggak, dok. Saya ijin pulang dulu ya, dok!"
Sikap Rhea membuat Devyn sedikit heran. "Jangan sungkan untuk main lagi ke sini ya, Rhea, Riko."
Rhea tak menjawabnya. Ia hanya tersenyum dan langsung menggendong Riko keluar dari rumah megah itu. Tapi ... sebenarnya masih ada sebuah tanda tanya besar yang tersangkut di pikirannya. Ya, Devyn keluar dari pintu yang berbeda. Saat ia pamit untuk pergi masuk sebentar, Devyn masuk ke pintu yang tepat berada lurus dengan pintu masuk utama. Tapi, saat Devyn muncul kembali, ia muncul dari pintu sebelah kanan dari pintu pertama ia masuk. "Ini aneh, sebenarnya desain rumahnya gimana sih? Dan tadi itu ... ruangan apa?"
*****
Oke. Sebuah teka-teki lagi. Ia teringat dengan kalimat Devyn yang mengundang kembali sebuah rasa penasaran dan akhirnya menumpuk di pikirannya. "Mungkin saja, terget kejaranmu itu ada di sekitarmu sekarang." Itulah yang membuatnya kembali berpikir.
Pandu, tentu saja bukan. Tapi bisa saja Pandu menjadikan tittle detektif hanya untuk kedok saja. Bahwa sebenarnya, ia adalah sang penculik berantai. Ah! Ngaco. Next, Reiki, bisa saja dia adalah penculiknya. Dengan segala kesibukannya itu sampai mengurus Riko saja tak sanggup, ia pasti sedang sibuk menyusun rencana untuk kembalu beraksi sebagai penculik berantai. Eh, tunggu. Dia kan seorang dokter. Tentu saja ia sibuk buka praktek sebagai dokter. Apalagi dia sedang menjalani kuliah spesialis. Lanjut, Malven, mungkin bisa jadi dialah si penculik berantai. Sebagai tim forensik, dia pasti handal menyembunyikan sidik jari dan barang bukti. Ya, bisa saja setelah melakukan aksinya, dia pura-pura tak menemukan sidik jari atau sengaja menghapusnya dan bahkan menyembunyikan barang bukti. Tapi, ah, mana mungkin bisa. Tim forensik kan bukan hanya dia. Lalu, Daren, sosok misterius yang bisa dibilang anti sosial. Rhea tak banyak tau tentangnya. Mungkin Daren lah yang harus ia waspadai. Tapi Daren tampak tak terlihat seperti seorang penculik. Mungkin hanya ia saja yang belum terlalu mengenal sosok misterius bernama Daren itu. Dan yang terakhir, Devyn, sudah pasti bukan. Dia seorang dokter anak dan dia sangat suka anak-anak. Pasti bukan dia pelakunya. Ya, Rhea yakin itu. Rhea yakin, penculik berantai itu bukan diantara mereka berlima.
"Tapi, siapa? Orang yang ada di sekitar gue?"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Romance(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...