Bab 14 – Pertemuan Kembali
"Bukannya lo punya banyak teman?"
"Punya banyak teman, bukan berarti punya banyak telinga untuk bisa mendengar keluh kisah kita."
Adis terdiam. Ia mengikuti arah pandangan Rhea ke langit yang benar-benar sudah gelap tertutup mendung.
"Gue seneng punya banyak teman. Berada di tempat ramai. Ketawa-ketiwi sama temen-temen. Gangguin kesibukan orang-orang. Tapi ... gue kadang merasa sepi karena diantara mereka tak ada yang bisa gue percaya sebagai telinga keluh kesah gue."
Masih tak ada jawaban dari Adis. Namun, dalam diamnya, ia membenarkan semua ucapan Rhea.
"Tapi sekarang ... gue bener-bener seneng. Punya banyak teman seklaigus punya satu sahabat yang mau dengerin semua keluh kesah gue." Kali ini tatapannya berpaling menatap Adis yang masih menatap langit. "Makasih ya, Adisa Argani. Semoga kita tetep kayak gini seterusnya."
Adis hanya tersenyum. Ia pun, merasa bahwa sekarang ia mulai bisa menerima seseorang sebagai tempat berkeluh kesah.
*****
Liburan panjang telah usai. Dari awal liburan hingga akhir liburan itupun, ia tak pernah menemui Rhea. Bahkan Rhea pun tak pernah memberinya kabar. Rumah Rhea selalu sepi dan tak ada tanda-tanda ada orang di sana. ia berpikir bahwa Rhea mungkin sedang berlibur ke rumah nenek-kakeknya di luar kota. Ia juga berpikir, bahwa mungkin Rhea terlalu sibuk membantu nenek-kakeknya di sana, jadi tak sempat memberinya kabar.
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Mungkin bagi siswa lain, hari pertama masuk sekolah adalah hal yang menyebalkan. Tapi, baginya adalah yang menyenangkan. Karena ia akan segera bertemu dengan Rhea dan mendengarkan semua ocehan tak berguna Rhea lagi.
Tapi hingga bel masuk berbunyi, bangku Rhea masih terlihat kosong. Para siswa lain sudah beberapa kali menanyakan keberadaan Rhea padanya. Namun, ia sendiri bahkan tak tau di mana gadis berisik itu.
Seisi kelas pun terheran-heran hingga akhirnya suasana kelas yang riuh ramai membicarakan Rhea menjadi hening setelah wali kelas mereka masuk ke dalam kelas. Dengan raut wajah yang tampak lesu, wali kelas menatap bangku Rhea dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Ada berita buruk untuk kita semua."
Jantungnya mendadak berdetak menyakitkan. Matanya tertuju pada bangku sahabatnya itu. Tidak. Ia tak mau berpikir yang tidak-tidak. Ia menepis semua prasangka buruknya dan kembali mendengarkan kabar buruk apa yang akan disampaikan oleh wali kelasnya.
Sebelum melanjutkan ucapannya, wali kelasnya menghembuskan napas pelan penuh penyesalan. "Rhea sekeluarga mengalami kecelakaan di luar kota."
Deg!
"Rhea." Lirihnya. Air matanya sudah tak bisa ia bendung. Mereka mengucur deras membasahi pipi hingga sulit untuk dibendung kembali.
"Dari kabar yang Bapak dapat, mereka tak bisa diselamatkan."
Sontak kepedihan langsung merundung seisi kelas. Adis sudah tak kuasa menahan tangisnya. Ia menelungkupkan wajahnya di meja dan menangis sejadi-jadinya. Rhea adalah orang pertama yang menyapanya saat pertama kali masuk SMP. Rhea adalah orang pertama yang tersenyum padanya. Rhea adalah orang pertama yang peduli padanya. Dan Rhea ... adalah orang pertama yang menjadi sahabatnya.
*****
Sekarang, saat Rhea dan Adis berumur 20 tahun
"Apa?"
Adis terdiam sejenak. Matanya penuh linangan air mata sekarang. Lalu ia kembali berhambur ke pelukan Rhea. Membuat Rhea sedikit merasa tak nyaman dengan hal itu dan berusaha melepas pelukan gadis yang sekarang menangis di pundaknya.
"Kenapa, Dis?"
"Gue seneng, karena gue ketemu lagi sama lo, Rhe. Setelah sekian lama ... lo menghilang."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Roman d'amour(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...