Bab 36 – Terbalaskan atau Tidak?
Sebelas bulan lamanya ia tak menghirup udara nyaman yang selalu mengelilingi rumah sederhana itu. Tak bermain ayunan tua yang selalu menemainya setiap malam. Tak menemani seekor kucing kesayangannya yang sudah mungkin sudah pergi meninggalkannya lagi. Tapi ia masih beruntung, rumahnya masih utuh tanpa ada lecet sedikitpun, mungkin hanya debu yang sekarang menumpuk di dalam rumahnya.
Tangannya merogoh saku tasnya untuk mencari kunci rumahnya. Sebelum itu ia memakai masker agar tak langsung menghirup debu yang bisa membuatnya sesak napas.
Krek
"Eh?" ia sedikit terkejut karena yang ia pikirkan ternyata salah. Rumah yang ia tinggalkan selama sebelas bulan seharusnya penuh debu, tikus, dan segalanya. Tapi yang ia lihat sekarang, rumahnya bersih, rapi, bahkan wangi. Sepertinya rumahnya itu telah diurus oleh seseorang setiap harinya. Tapi, siapa?
"Siapa yang ngerawat rumah gue?"
"Meow."
"Pus!" Rhea terkejut saat melihat kucingnya turun dari sofa. Kucing itu seolah menyambut kehadirannya kembali ke rumah. "Gue kira lo pergi," ucapnya sambil menggendong kucing tersayangnya itu. Ia berjalan masuk menuju ruang tamu namun matanya tertuju pada sebuah bingkisan yang sepertinya sudah lama berada di meja ruang tamu. "Apaan nih?"
Sebuah bingkisan itupun ia buka. "Handphone? Wah! Rejeki nomplok nih. Eh? Tapi siapa yang ngasih? Kok nggak ada nama pemberinya?" ia membolak-balikkan bingkisan itu namun tak ada nama pengirimnya. "Bodo amat ah, yang penting dapet hape baru. Makasih ya, siapapun itu!"
*****
"Emh, kurang apa lagi ya?" gumamnya sambil memilih barang apa yang belum ia beli. Ia melihat barang belanjaannya yang cukup banyak itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Kayaknya udah deh, kalau ada yang kurang besok pergi lagi aja."
"Rhea?"
Langkahnya terhenti ketika mendengar namanya disebut. Ia membalikkan badannya dan mendapati seseorang berdiri menatapnya tak percaya. "Lo beneran Rhea, kan?"
"Iyalah! Siapa lagi kalau bukan Rhea?!" sewotnya. Seseorang itu terkekeh melihat kesewotannya. Ia sekarang yakin kalau gadis yang ada di depannya itu adalah Rhea. Terlihat dari kesewotannya padanya.
"Kesewotan lu nyadarin gue kalau itu lo, Rhe. Eh, lo ke mana aja selama ini? Gue sama yang lain kangen sama lo tahu. Ngilang tanpa kabar, kayak bang toyib lu!"
"Halah, kepo! Ngapain lo sendirian?"
Malven —seseorang itu hanya menunjukkan dua kaleng minuman ke arah Rhea. "Gue mau ke rumah Daren. Ngurusin hadiah pernikahannya sahabat gue."
"Sahabat lo? Siapa?"
Melihat kecemasan di wajah Rhea, Malven tahu harus mengatakan apa. "Lo dateng aja ya. Pernikahannya besok. Ntar gue jemput di rumah lo. Lo sekalian beli hadiah pernikahan gih. Yang nikah juga akrab banget sama lo kok, tapi ... lo jangan patah hati ya!" sontak Rhea langsung mengepalkan tangannya ke arah Malven.
"Sialan lu! Ngapain juga gue patah hati?"
Malven terkekeh karena berhasil membuat wajah Rhea memerah total. "Ada Riko juga kok. Pokoknya lo harus dateng ya! Gue jemput jam delapan!"
"Riko? Wah, dia masih inget gue nggak ya?"
"Masihlah pastinya. Ya udah, Rhe. Gue duluan ya. Daren kayaknya udah nungguin di rumah. Bye!"
"Salam ya buat Daren!"
"Siap! Eh iya, lo sekarang tinggal di mana, Rhe?"
"Masih rumah yang lama, Ven."
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Roman d'amour(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...