Bab 11 – Tebakan
Hari kamis yang terasa manis. Pandu duduk sendiri menikmati udara hari kamis yang terasa amat berbeda kali ini. Terik matahari pun tak terasa menyengat seperti hari lainnya dan terasa lebih menghangatkan jiwa-jiwa yang mungkin sedang berduka atau bahagia. Sudah sepuluh menit lamanya ia menanti seorang gadis yang sudah ia belikan sekaleng minuman. Tiba-tiba saja, ia melihat kehadiran gadis itu bersama dengan seorang anak kecil yang asik dengan robot spidermannya.
Pandu agak terkejut melihat gadis itu datang bersama dengan seorang anak kecil, "Itu anaknya?" gumamnya heran dan penuh dengan tanda tanya.
Gadis itu tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya dengan semangat. "Pandu!" teriaknya dengan ceria. Pandu hanya tersenyum tipis yang sangat tipis melihat keceriaan gadis itu.
"Lo udah punya anak, Rhe?"
Rhea —gadis yang ia nanti sedari tadi itu terkekeh. "Bukanlah! Ini keponakan Reiki. Gue jadi babysitter, lumayanlah buat tambah-tambah tabungan dan uang makan."
Pandu hanya mengangguk paham kemudian memberikan sekaleng minuman yang ia beli itu pada Rhea. Suasana hening sejenak saat Rhea meneguk sekaleng minuman yang ia terima dari Pandu. "Oh ya, ada apa lo nyuruh gue buat dateng ke sini? Ada kasus penculikan lagi, kah? Gue nggak nonton TV akhir-akhir ini, jadinya gue nggak tau berita terbarunya apa."
"Gue cuma mau ngasih yang lo minum itu," ucapnya dengan nada datar.
"Hah?"
"Kemarin waktu lo bantuin gue nyelesaiin kasus, sebenernya mau gue ajak makan. Tapi keburu ketua tim gue manggil ya batal deh," Rhea hanya ber'oh'ria mendengar penjelasan Pandu.
"Kakak, haus," rengek Riko yang tiba-tiba menyela percakapan mereka berdua.
"Iya sebentar ya, Riko. Ndu, tolong jagain Riko bentar ya. Gue mau beliin minum dulu buat dia," pinta Rhea dan hanya diangguki oleh Pandu.
Rhea pun pergi meninggalkan Riko bersama Pandu. Ia menuju pedagang asongan yang berada tak jauh dari tempatnya duduk bersama Pandu tadi. Melihat kepergian Rhea, Pandu mencoba dekat dengan keponakan sahabatnya itu.
"Nam– loh? Mana anaknya?" hanya robot spidermannya yang ada di bangku sebelah Pandu. Pandu agak panik saat melihat ke sekitar dan si anak kecil yang bersamanya itu sudah tak ada. "Mampus, perasaan tadi duduk di sini," gerutunya sambil terus mencari keberadaan Riko.
"Ndu, Riko mana?"
JRENG
Pandu sekarang benar-benar tak bisa berkata apapun. "I-itu ... anu ... Riko–"
Melihat kecemasan di wajah Pandu, Rhea langsung menyambar robot spiderman milik Riko dan melihat apa yang terjadi. Cukup lama ia terdiam mencari keberadaan di mana Riko berada. Akhirnya Rhea pun bernapas lega. "Gue tau."
Pandu mengikuti langkah gadis yang menenteng seplastik minuman dan permen itu. Langkahnya cukup cepat dan membuat Pandu kesulitan untuk menyamai langkahnya. Tapi tiba-tiba saja langkahnya terhenti dan ia duduk di sebuah bangku dekat dengan kerumunan anak-anak yang tengah menonton aksi seorang badut.
Ya, di sana. Ada seorang anak kecil yang sedang berdiri di kerumunan anak-anak itu dengan tawa yang bahagia. "Itu Riko."
"Syukurlah," gumamnya saat melihat anak kecil yang sempat membuat jantungnya melompat lari. "Sorry, gue udah teledor. Untung aja Riko nggak kenapa-kenapa."
"Santai aja, tapi jangan lo ulangi lagi," ancamnya dengan menunjukkan kepalan tangan ke arah Pandu. Membuat Pandu terkekeh melihatnya. "Oh ya, kok lo nggak pernah hubungi gue sih? Emangnya belum ada kasus penculikan lagi atau kasus yang ngebutuhin gue gitu?"
Pandu menggeleng. "Rhe, gue sebenernya mau bilang sesuatu sama lo."
"Apa?"
"Lo boleh ikut gue nyelidiki kasus tentang penculikan berantai, tapi buat kasus lain lebih baik lo nggak usah ikut. Gue nggak mau lo terluka lagi gara-gara gue kayak kemarin."
Tiba-tiba saja bulu kuduknya berdiri mendengar ucapan dan melihat tatapan Pandu. Rhea pun langsung menggeser duduknya sedikit agak menjauh dari Pandu. Ia menunduk dan mengusap-usap tubuhnya merasa ada hal aneh yang membuat tubuhnya mempercepat aliran darah sehingga membuatnya lebih cepat berkeringat.
"Kenapa, Rhe?" tanya Pandu saat melihat gadis yang duduk di sampingnya itu merasa sedikit aneh. Bukan aneh yang menggemaskan, tapi aneh yang mencemaskan. "Lo sakit?"
"Emm, gue balik duluan ya, Ndu. Makasih minumannya," tanpa menjawab pertanyaan Pandu, Rhea langsung bangkit dari duduknya dan mengajak Riko meninggalkan taman itu.
*****
Dua jam berlalu dan dia masih tetap berada di posisinya. Berbaring di kasur ukura yang tak cukup besar sembari terus menatap langit-langit kamar. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Tertuju pada rasa penasaran dengan seorang gadis yang belum lama ia kenal.
Sikap aneh dari gadis itulah yang mengundang rasa penasarannya. Ia terus menerka-nerka teka-teki yang mungkin dapat dengan mudah ia pecahkan. Rhea, gadis yang sampai sekarang berada di pikirannya, sebenarnya telah menyita waktunya beberapa akhir ini.
"Biar gue tebak, Rhea pasti punya beban lain selain ke'istimewaan'nya itu."
Ia pun langsung menyambar ponsel yang ada di dekatnya dan membuka situs internet yang ia rasa akan sedikit membantu menjawab tebakannya benar atau salah.
TEK TEK TEK
Jari jemarinya mengetikkan beberapa kata di kolom pencarian. Ia masih penasaran dengan apa yang tadi siang terjadi pada gadis yang tengah bersamanya. Yang sekarang terlintas di pikirannya adalah sebuah trauma yang sangat jarang terjadi. Kecemasan akan rasa takut merasakan rasa tak wajar dalam hatinya seperti jatuh cinta. Ya, pasti itulah yang di rasakan oleh gadis itu selama ini.
Pencariannya terhenti saat mendapati ciri-ciri seperti apa yang dia lihat pada gadis itu. Ia membaca semuanya dan memahaminya. Setelah menerka-nerka, sepertinya dugaan pertamanya tepat. Hanya saja ia perlu menanyakan kembali pada seseorang yang lebih paham mengenai penyakit psikologis.
"Gue rasa, tebakan gue hampir bener. Dia seorang philophobia."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Romance(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...