Bab 5 - Kesepakatan
"Bukan 'orang berharga' itu. Lo kan saksi kasus gue kali ini, jadi buat kali ini lo adalah orang berharga gue," jelasnya.
Dokter muda yang bernama Reiki itu tertawa melihat kecemasan di wajah Pandu. "Gue tau, Ndu. Lo pasti malu punya saksi yang lebay banget kayak nih cewek," bisiknya namun masih bisa di dengar oleh Rhea.
"Lo bilang kayak gitu lagi, gue laporin ke polisi atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan!" sahutnya kesal dengan tatapan tajamnya terarah pada Reiki. Namun, Reiki justru tertawa geli melihat hal itu. Hampir saja tangannya menepuk kepala Rhea yang lebih pendek darinya, namun lagi-lagi dengan sigap Rhea menghindari itu dan membuat tawaan Reiki terhenti.
"Ah elo, gue kan cuma bercanda," ucapnya sambil memasukkan kembali tangannya ke jas putih yang ia kenakan. "Duduk di sana. Gue mau ambil kotak P3Knya dulu."
Rhea dan Pandu menuruti perkataan Reiki dan duduk di sebuah sofa. Sambil menunggu Reiki mengambil kotak P3K miliknya, Rhea terus merintih dan mengipasi luka kecilnya itu. Ia tak sadar kalau sedari tadi Pandu memandanginya dengan tatapan kesal sekaligus rasa ingin membunuhnya.
"Mana lukanya, sini gue bersihin pakai alkohol dulu."
Rhea menggeleng. "Nggak usah, gue bisa sendiri."
Dua orang cowok yang ada di sampingnya itu langsung menatapnya aneh. "Katanya tadi minta diobatin dokter? Kenapa jadi mau ngobatin sendiri?" kesal Reiki yang merasa sikap Rhea semakin aneh dan menyebalkan.
Rhea tak menanggapi pertanyaan itu. Ia sibuk membersihkan lukanya yang ada di pelipis kiri dengan kapas alkohol. Melihat kelakuan gadis yang ada di sampingnya itu, rasanya Reiki benar-benar kesal sekarang.
"Oh gue tau, lo sengaja pura-pura nangis biar gue kasih gratisan? Bilang aja kalau lo cuma mau numpang minta segala macam alat medis ini. Iya, kan?" Rhea hanya diam tak merespon. "Tuh kan, diem. Diam berarti iya. Lo licik juga ya jadi cewek. Wah, lo harus hati-hati, Ndu. Jangan-jangan nih cewek lagi nipu lo doang. Jangan percaya deh!" tak ada respon untuk kedua kalinya. "Sialan. Dari tadi gue dikacangin. Kacang tuh enak, tapi dikacangin tuh nggak enak!"
Lagi-lagi ucapan itu tak dihiraukan oleh Rhea. Sekarang ia sibuk memasang plester untuk lukanya. Ia cukup lihai melakukannya hingga Reiki yang sedang kesal padanya pun sempat memujinya meski dalam hati. Setelah selesai mengobati lukanya sendiri, ia merapikan kotak P3K itu dan beranjak dari sofa.
"Makasih ya, Dokter Sav–"
"Reiki," penggal Reiki.
"O, oke. Makasih ya, Dokter Reiki," ucapnya dengan nada datar.
Reiki hanya menatapnya malas sambil mengambil kotak P3K itu. "Yang ikhlas kalau bilang makasih!"
"Pandu, ayo selesaiin kasus ini."
Tanpa mengucapkan apapun, Rhea langsung saja keluar dari ruangan Reiki meninggalkan Pandu yang masih duduk di sofa. "Rei, sorry kalau ngerepotin lo."
"Santai aja. Biasanya kan lo emang ngerepotin gue mulu," candanya untuk mencairkan suasana. Begitulah Reiki, ia tak bisa berada dalam keadaan serius dalam waktu yang lama.
"Cih!" kekehnya mendengar ucapan Reiki. "Yaudah, gue mau lanjutin nyelidiki kasus ini dulu."
"Eh tunggu, siapa nama cewek itu?" tanyanya menghentikan langkah Pandu untuk keluar dari ruangannya.
Pandu tersenyum sekilas. "Kenalan aja sendiri."
*****
Pandu sudah berulang kali memencet bel rumah yang diduga adalah rumah tersangka, namun tak ada jawaban dari dalam. Ia sempat berpikir kalau Rhea sudah mempermainkannya, sama seperti yang dikatakan oleh sahabatnya tadi —Reiki. Tapi setelah beberapa menit sebelum ia melontarkan makian pada Rhea akhirnya ada jawaban dari dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Magic Girl
Romance(Romance-Fantasy) ***** "Apa yang lo punya buat gabung di Misi Penculikan Anak ini?" Detektif itu menatap penuh selidik pada seorang gadis Bernama Rhea. "Tekad!" Jawaban naif itu hanya membuat seorang dokter muda terkekeh pelan. "Tekad hanya sekadar...